“Dalam fungsinya, kekuatan untuk menghukum pada dasarnya tidak berbeda dengan menyembuhkan atau mendidik,” demikian ujar Foucalt, saat ia menggambarkan apa yang dimaksud dengan proses pendisiplinan.
Abad ini, jaringan komunikasi nirkabel menjadi media paling ampuh menebar wabah. Apapun, saat artis Korea menjepit pahanya dengan selendang Sutra berwarna pink, itu akan melahirkan demam hebat berkelas setara wabah.
Segera, planet ini akan dipenuhi selendang Sutra berwarna pink. Mulai dari sibuknya konveksi, hingga antrean COD yang akan membuat kren mengayun bak kesurupan di pelabuhan. Mendesak loading.
Jaringan nirkabel yang disupport dengan digilitasi telah menjadi sebuah pendisiplinan baru lebih dari sekedar media hantaran. Otak kita akan mengenal dengan cepat semua kata perintah dalam aplikasi-kecuali Generasi Baby Boomers-untuk memencet dengan cepat.
Godaan dari perangkat start up sampai decacorn segera melampiaskan kesempatan. Mereka akan mengejar anda sampai dini hari. Bisa jadi di atas kasur yang mungkin sepreinya adalah habitus debu dan prasangka.
Tapi tidak masalah! istilah hipokrisi tidak lagi identik dengan sesuatu yang negatif. Kini ada lini massa bisa membantu kita bermimpi seperti apa yang kita harapkan.
Walaupun demikian, lirik puisi, bait-bait lirih status, dan umpatan baper, menunjang hingar bingar lalu lintas status. Kita sekarang mengenal sebuah tradisi dari sebuah ruang ketiadaan yang tertata menurut ukuran badan kita.
Jagat maya sanggup menghadirkan sesuatu yang lebih ilmiah, walau kita menuduhnya hoax, tetapi apa yang mampu anda produksi dalam tiap detiknya, itulah kebenaran.
Paling tidak, kita tidak perlu memikirkan bagaimana cara bisa setara dengan mengejar pendapatan. Anda cukup mengirimkan ucapan ulang tahun pada Donald Trump, di funpage yang super sibuk itu, kita sudah menjadi bagian warga Republik yang setia.
Loyalitas kita pada semua kata perintah itu adalah sebuah pendisiplinan baru. Rekayasa Saintifik ini telah membawa keluar politik pada jalur domain publik. Kekuasaan di privatisasi dalam sebuah jalur sunyi yang jauh dari agenda Saintifik.
“Narasi Tua Politik” dan Krisis Era Saintifik
Narasi tua dari pertikaian politik tentu adalah orientasi kekuasaan. “Merebut kuasa” selanjutnya menikmatinya. Politik dalam pengertian ini sangat dekat dengan ambisi sekedar syahwat kuasa.
Bagaimana politik dipandang dalam era dimana kemajuan dan kemelimpahan sedang mengitari kita?
Krisis ekonomi, kesehatan, ekologis, dan Geologis biasanya akan diikuti segregasi sosial yang tajam. Disparitas antara keselamatan, peluang selamat dan selamat setipis kulit bawang. Dunia sedang dalam keadaan krisis yang merisaukan jika tidak ingin disebut mencemaskan.
Tugas sejarah generasi Saintifik yang tumbuh di era serba melimpah ini, membangun narasi republiken. Kebijakan publik yang berorientasi common interest, diperjuangkan sebagai meta narasi tanding melawan privatisasi kemakmuran.
Sesuatu yang janggal dimana pun, saat dunia sedang mengalami era produksi massal yang melimpah, kita justru dihadapkan dengan berbagai krisis primitif. Ambil contoh, stunting, gizi buruk, buta huruf dan kegelapan kekurangan listrik merupakan pemandangan di daerah-daerah yang justru jadi bintang dunia.
Keadilan atas aliran penciptaan kekayaan menjadi narasi yang dirindukan. Hal ini bukan sekedar beban sejarah pasca kolonial, tetapi juga sebuah batu sandungan atas narasi kemajuan.
Fakta lebih lanjut yang kita hadapi. Cuaca Tak Berberita. Sekarang, Iklim tidak bisa lagi diprediksi. Monitor deteksi cuaca tidak bisa menidurkan bencana. Banjir datang bisa saja sore, pagi, bahkan saat kita sedang tidur lelap.
Datangnya pun tak disangka. Banjir bandang mungkin sudah usang. Banjir semesta dengan segala paketnya bisa membenamkan atap rumah.
Eksis sebagai sebuah tontonan. Jagat maya telah merangkum segala penderitaan itu lewat donasi tak berkesudahan.
Demikian itu yang terjadi. Dulu bencana kita anggap sesuatu yang menghadirkan iba. Sekarang ia seperti pameran sumbangan. Silih berganti judul, operasi tukar menukar bantuan adalah pemandangan yang lumrah.
Masa Depan Yang Kita Tuju
Orang tidak lagi pusing dengan sebab musabab. Kamus terima akibat membatasi kerumitan analisis. Takdir sejarah ini membawa kita lupa dengan standar layanan alam. Resiko dan pembiayaan dari merosotnya daya pulih lingkungan di sosialisasikan sebagai tanggung jawab publik.
Tetapi kekayaan yang tercipta dari penghancuran kreasi Saintifik semacam itu justru di privatisasi. Kerumitan ini menjadi beban amal sholeh atas rasa putus asa mencapai konsep berbagi kemakmuran.
Masa depan adalah kreasi lebih lanjut dari revolusi Saintifik yang terus berlangsung tanpa lelah. Kita harus mengisi itu dengan politik Saintifik. Politik yang diperlukan adalah menghadirkan kebijakan berbasis Saintifik. Gemar membangun percakapan yang berorientasi publik. **
Penulis : Andika