PALU,CS – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulteng mengungkap kasus prostitusi online yang melibatkan tujuh remaja. Empat diantaranya masih dibawah umur.

Empat anak tersebut masing-masing inisial I alias S alias (14) tahun. AN(16), MR (17), dan NM (17). Sedangkan tiga lainnya masing-masing inisial S alias T (19), RS (19) dan EE (23).

Kabid Humas Polda Sulteng AKBP Didik Supranoto menjelaskan, pengungkapan kasus ini berawal laporan masyarakat tentang dugaan prostitusi online. Berangkat dari laporan itu, pada 26 Maret 2021, dipimpin langsung Dirkrimum Polda Sulteng, Kombes Novia Jaya bersama anggota mendatangi sebuah homestay inisial C di Jalan Basuki Rahmat dan homestay RJ di Jalan Anoa Kecamatan Palu Selatan.

Dari homestay C tepatnya di kamar 3, polisi mendapati tujuh pasang laki-laki dan perempuan. Termasuk anak dibawah umur. Lalu di kamar 04 didapati delapan pasang laki dan perempuan.

Selanjutnya hasil penggeledahan di homestay RJ ditemukan tujuh pasang laki dan perempuan di kamar 05.

“Dari hasil penggeledahan didua homestay itu polisi mengamankan 22 orang. Seluruhnya langsung digiring ke Ditreskrimum untuk pemeriksaan,”kata ungkap Didik dalam keterangan persnya, Selasa 30 Maret 2021 di Polda Sulteng Jalan Samratulangi Palu.

Menurutnya dari hasil pemeriksaan, penyidik menemukan telah terjadi tindak pidana prostitusi yang melibatkan anak dan mucikari atau eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan seksual.

“Polisi juga menemukan anak-anak yang mengkonsumsi narkotika jenis sabu,”jelasnya.

Dari pengungkapan kasus ini, penyidik lanjut Didik menetapkan empat orang tersangka yang menjalankan prostitusi secara on-line ini. Dua diantara tersangka ini juga masih merupakan anak dibawah umur.

Masing-masing WS (22), HS (26), VR (17) dan MR (17).

Dalam menjalankan praktek prostitusi online, para korban boking order (BO) untuk pelayanan jasa prostitusi melalui aplikasi WhatsApp dan me chat. Dengan tarif Mukai dari Rp300ribu sampai Rp1,5juta.

“Para tersangka ini yang mencari pelanggan dan korbannya adalah anak-anak untuk boking order jasa pelayanan seksual,”paparnya.

Dari setiap pelanggan dan transaksi, para tersangka ini akan mendapat upah yang tunai dengan jumlah bervariasi yang telah ditentukan.

Dan hasil pelayanan jasa seksual dari korban memberikan tips bagi mucikarinya mulai Rp50ribu sampai Rp500ribu.

Didik menambahkan, rata-rata korban prostitusi online ini mengaku terpaksa melakukan jasa pelayanan seksual karena terhimpit permasalahan ekonomi.

Sementara itu Dirkrimum Polda Sulteng Kombespol Novia Jaya menjelaskan saat ini pihaknya tengah melakukan penyelidikan lebih dalam atas perkara tersebut.

Mulai dari lengembangan terhadap pelaku eksploitasi anak yang kini dalam proses pemeriksaan intensif. Untuk memperoleh informasi yang terindikasi masih adanya pelaku yang belum terungkap.

Termasuk indikasi bocornya upaya pengungkapan yang memberikan ruang bagi pelaku lainnya untuk melarikan diri.

Saat inipula, pihaknya telah bekerjasama dengan Instansi terkait . Seperti Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Bapas, pekerja sosial, dinas sosial. dinas kesehatan, untuk memberi penguatan terhadap anak-anak yang terlibat menjadi korban maupun pelaku.

Agar nantinya mereka tidak lagi melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum dan member pengobatan secara psikis maupun medis.

“Akan ada kerjasama dengan Tim Cyber untuk mengetahui keberadaan pelaku yang belum teridentifikasi,”jelasnya.

Terhadap tindak pidana eksploitasi anak secara ekonomi dan seksual dan menjadi mucikari, para pelaku dapat dijerat Pasal 88 Jo pasal 76 huruf (i) UU NO 35 Tahun 2014 Tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan atau Pasal 296 KUHPidana.

Dan diancam dengan pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp200 Juta. (TIM)