PALU,CS – Diskusi antara Wali Kota Palu, Hadianto Rasyid dan Warga Terdampak Bencana (WTB) gempa bumi dan likuefaksi di Kelurahan Petobo, Minggu 30 Juni 2021 berakhir dengan sejumlah kesimpulan.

Salahsatunya masalah yang sempat mencuat dalam pertemuan ini adalah terkait upaya ganti rugi lahan. Sejumlah pemilik lahan yang lokasinya diinginkan WTB Petobo sebagai titik relokasi menjual lahan dengan harga Rp500 ribu permeter.

Lahan tersebut menjadi satu-satunya pilihan WTB karena lokasinya tidak jauh dari pemukiman warga yang terdampak. Karena warga sepakat tidak akan pernah mau jika harus direlokasi di Huntap yang lokasinya jauh.

Ahmad G Lemba, salahsatu WTB menegaskan, pilihan-pilihan pemerintah pada sejumlah titik Huntap telah berulang kali disampaikan. Akan tetapi tak ada satupun pilihan itu yang mereka sepakati.

“Tak ada masyarakat yang mau. Semua Huntap sudah kami kelilingi. Syaratnya, orang Petobo tetap harus di Petobo,” tegasnya.

Ahmad kemudian balik memberikan tawaran bahwa terdapat lahan yang tak jauh dari pemukiman warga sebelumnya seluas kurang lebih 800 hektar. Namun memang kata dia, lahan itu harus dibebaskan dengan cara ganti rugi.

“Sudah pernah ada konsolidasi dari lahan 800 hektar itu. Namun harga jualnya 500 ribu per meter. Pemerintah mungkin bisa kembali mengundang pemilik lahan agar nilai jualnya disesuaikan dengan nilai jual objek pajak (NJOP),” ujarnya.

Apalagi memang, para pemilik lahan yang dimaksud tidak pernah datang memanfaatkan lahan itu setelah dikuasai.

Ahmad kemudian juga mengusulkan bahwa, WTB sebaiknya diberikan alternatif untuk Huntap mandiri sesuai skema dana bantuan stimulan. Agar warga bisa memanfaatkan sendiri dana stimulan tersebut. Semisal untuk kembali membangun atau untuk dijadikan biaya pembelian rumah BTN.

“Kemauan kita Huntap mandiri.
Pemerintah pusat harus pikirkan dana stimulan. Usulkan dana stimulan saja. Apalagi Huntap mandiri yang dibangun kontraktor itu tidak sempurna,” katanya.

Wali Kota Palu Hadianto Rasyid sebelumnya menjelaskan, bahwa pemerintah tidak bisa serta merta memaksakan melakukan ganti rugi lahan dengan acuan NJOP.

“Meski NJOPnya rendah tapi tak bisa dipaksakan. Bisa berpotensi berperkara dan disengketakan. Hal ini bisa tambah membuat panjang masalah. Pemerintah tidak bisa seenaknya soal itu,” jelas Walikota.

Menurutnya, atas lahan yang dimaksud warga, sejauh ini pemerintah baru sebatas bisa menyediakan lahan untuk kepentingan fasilitas umum dan fasilitas sosial. Itupun hanya seluas 25 persen dari total lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan Huntap.

Sementara bila mengacu dengan harga jual yang diberikan para pemilik lahan nilai sangat tinggi yakni Rp500 ribu permeter. Untuk Kebutuhan lahan seluas 25 hektar, maka pemerintah harus menyiapkan anggaran sedikitnya kurang lebih Rp110 miliar. Akan tetapi hal ini ungkap wali kota, sulit untuk dilakukan karena keterbatasan anggaran pemerintah kota.

“Pemerintah kota tidak memiliki cukup anggaran untuk itu,” jelasnya.

Akan tetapi kata wali kota, jika warga ingin bersengketa secara hukum terkait keabsahan legalitas para pemilik lahan, maka pemerintah siap membantu.

Atau lanjut wali kota, jika warga berhasil melakukan negosiasi terhadap pemilik lahan untuk menjual lahannya dengan nilai Rp100 ribu permeter. Maka pemerintah kota akan mengupayakan anggaran tersebut.

“Pemkot mampunya diangka Rp100 ribu permeter. Ya lebih bagus lagi kalau bisa negosiasi di bawah angka itu,” ucapnya.

Selain itu, pihaknya tegas wali kota juga akan berupaya memanggil kembali para pemilik lahan yang menguasai lahan tersebut. Termasuk akan mengundang kembali Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mendiskusikan kemungkinan-kemungkinan adanya peluang untuk mendapatkan lahan dimaksud dengan alternatif lain.

Walikota sebelumnya juga menawarkan kepada WTB tentang sejumlah Huntap yang dipersiapkan untuk relokasi. Yang pertama di Desa Pombewe Kabupaten Sigi yang disiapkan sebanyak 400 unit.

Kemudian Huntap Tondo 2 dan Talise dan Huntap di Keluradan Duyu. Termasuk pilihan atas sebuah lahan yang bisa dijadikan lokasi Huntap di kawasan Kapopo/Ngata Baru juga di Kabupaten Sigi. Untuk lahan di Kapopo/Ngata Baru ini, pihaknya dan Bupati Sigi juga telah siap membangun kesepakatan untuk kepentingan pembebasan lahan.

“Kalau misalnya warga bersedia maka itu akan secepatnya dibangun,”ujarnya.

Tawaran-tawaran tersebut diatas menurutnya diluar dari alternatif warga yang ingin memilih Huntap mandiri. (TIM)