DONGGALA, CS – Ketua Panitia khusus (Pansus) hak angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Donggala, Abd Rasyid memberi diplomatis menggelitik terkait sikap sejumlah warga yang melakukan gugatan kepada 30 Anggota DPRD, yang menilai Anggota DPRD menyalahi prosedur dalam pembentukan Panitia hak angket.

“Melalui media saya mendapat informasi, ada 26 warga mau gugat 30 anggota DPRD secara perdata, pengacaranya Pak Abd Rahman Kasim SH. Saya katakan salah di isi itu warga kasian, harusnya toples berisi kacang goyang bukan diisi dengan kue topu-topu,” kata Abd Rasyid, Rabu 28 Juli 2021.

Lebih lanjut, Rasyid menjelaskan keinginan sekelompok orang untuk menggagalkan proses hak angket tidak disertai dengan pemahaman yang utuh, dimana ada sekelompok orang yang berupaya dan menuduh  penggunaan hak DPRD sebagai perbuatan melawan hukum, yang kemudian dengan gagahnya membawa cerita itu ke Pengadilan Negeri (gugatan perdata) dengan satu judul besar yaitu Class Action.

“Pertanyaan kemudian akan muncul apakah penggunaan Hak DPRD bisa digugat secara perdata? Apalagi dengan judul besar Class Action?” tegasnya.

Kata dia, mestinya terlebih dahulu di pahami apakah penggunaan hak DPRD bisa digugat secara perdata, jangan sampai inilah yang akan disebut sebagai salah alamat.

“Prof Jimly pernah menyampaikan bahwa DPR hingga DPRD tidak bisa digugat secara perdata karena DPR / DPRD bukan subyek hukum perdata maupun pidana, DPR/DPRD adalah subjek hukum tata negara sehingga secara institusi tidak bisa digugat,” jelasnya.

Apalagi, kata dia, DPR atau DPRD adalah lembaga representatif perwakilan masyarakat, makanya dalam UUD 1945 hingga UU Pemerintahan Daerah ada Hak Anggota DPR/DPRD yang diberikan, salah satunya adalah Hak Imunitas (kekebalan hukum) di dalam menjalankan fungsi pengawasannya.

“Jadi menggugat 30 anggota DPRD itu lucu, Class Action adalah suatu gugatan perdata yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ke pengadilan karena adanya kesamaan fakta dan dasar hukum antara satu orang atau lebih yang mewakili kelompok dengan kelompok yang diwakili,” ucapnya.

Dia menyampaikan, dalam sejarah Class Action di Indonesia semua telah diatur objeknya, yaitu berkaitan dengan Lingkungan Hidup, Pelrindungan Konsumen, dan hingga kehutanan yang semuanya berujung pada gugatan ganti rugi akibat perbuatan yang dilakukan oleh institusi bahkan negara jika ada pelanggaran tersebut.

“Nah di sini sudah bisa dilihat gugatannya salah alamat, mencoba menuduh DPRD telah melakukan pelanggaran hukum melalui gugatan Class Action, ” tandas Rasyid. (ADK)