SULTENG, CS – Luasnya wilayah dan kawasan hutan yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mengakibatkan aparat penegak hukum mengalami kesulitan dalam melakukan pengawasan terhadap seluruh daerah yang ada di Provinsi Sulteng.
Hal itu mengakibatkan para pelaku illegal logging kurang mendapatkan pantauan dari pihak penegak hukum, sehingga membuat pelaku dengan mudah melakukan aksinya .
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Imunitas, Sadiq menyampaikan, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungn Hidup dan Kehutanan Nomor SK.306/MENLHK/PDASHL/DAS.0/7/2018, tercatat seluas 264.874 Hektar lahan, baik di dalam maupun di luas kawasan hutan di Sulteng dalam kondisi kritis.
Kata dia, untuk mengatasi semua masalah hutan, semua stakeholder harus brperan aktif dalam mengetaskan permasalahan pembalakan liar yang bisa menimbulkan dampak bencana alam
“LSM Imunitas telah melakukan kegiatan aksi pengurangan resiko bencana berbasis masyarakaT, dan usaha ekonomi produktif. Harapannya dapat meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengidentifikasi resiko bencana, serta merumuskan rencana aksi dan kebijakan untuk memperkuat ketangguhan terhadap bencana, serta bersedia berkerjasama dengan stakeholder yang ada, dan Polri untuk bertukar informasi dan menaga stabilitas keamnan di Sulteng,” katanya, di Palu. Rabu 4 Agustus 2021.
Sadiq menyampaikan, dari beberapa literatur dan tanggapan beberapa pemerhati lingkungan yang ada, dapat diambil opsi yang mungkin dapat di lakukan untuk menekan laju kerusakan hutan akibat pembalakan liar, tiga diantaranya adalah. Pertama, melakukan pencegahan terhadap tindak pidana illegal logging harus melibatkan semua lapisan masyarakat, Dinas Kehutanan Provinsi Sulteng dan beberapa instansi yang terkait serta masyarakat.
Dua, hukum positif dan hukum adat berkolaborasi dalam upaya penanggulangan tindak pidana illegal logging . Tiga, Dinas Kehutanan Provinsi Sulteng melalui Kesatuan Pengelola Hutan yang ada di Kabupaten diharapkan lebih intensif lagi dalam melakukan Kegiatan dalam rangka pemberdayaan, pencegahan, peringatan, Perlindungan dan pengamanan hutan, dan melakukan kunjungan ke masyarakat, sosialisasi/penyuluhan serta pembinaan juga pendampingan agar masyarakat juga lebih sadar untuk menjaga kelestarian hutan dan dampak terhadap kerusakan hutan.
Namun menurut Sadiq, yang menjadi permasalahan klasik di masyarakat adalah faktor kemiskinan yang selalu dijadikan alasan.
“Sehingga mereka sangat menggantungkan hidupnya dari aktivitas illegal logging. Himpitan ekonomi dan minimnya jumlah lapangan pekerjaan, rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki, serta ketiadaan modal usaha,” katanya.
Sadiq menambahkan, berdasarkan analisis LSM Imunitas, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya illegal logging di Sulteng. Pertama, adanya krisis ekonomi akibat dampak Covid 19 yang mengakibatkan hilangnya sumber pendapatan dan kehilangan pekerjaan, sementara masyarakat di sekitar hutan yang ekonominya terbatas tidak lagi mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Sehingga salah satu cara yang paling mudah adalah memanfaatkan hutan untuk kepentingan diri sendiri dengan jalan memanfaatkan hutan dengan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah pemanfaatan hutan, khususnya kayu, dengan cara yang tidak benar.
Kedua, perusahaan yang bergerak disektor kehutanan, khususnya industri kayu, banyak yang mengalami kemunduran usaha, juga karena Covid 19. Sehingga untuk mendapatkan bahan baku kayu dengan harga murah dilakukan pembelian dari kayu yang tidak sah yang berasal dari hasil praktek illegal logging.
Tiga, lemahnya penegakan hukum, karena tidak adanya concerted action yang dapat menyuburkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Disamping itu kurangnya dana atau lack of budget dalam upaya mendukung kemampuan politik dan kurangnya tekanan publik. Pada tataran masyarakat, kondisi moral, sosial dan budaya masyarakat, serta aparat cenderung menjadi tidak kondusif terhadap kelestarian hutan dan dilain pihak masih banyak industri pengolahan kayu yang membeli dan mengolah kayu dari hasil illegal logging.
Empat, tingginya permintaan kebutuhan kayu yang berbanding terbalik dengan persediaannya. Dalam kontek demikian dapat terjadi bahwa permintaan kebutuhan kayu sah tidak mampu mencukupi tingginya permintaan kebutuhan kayu. Ketimpangan antara persediaan dan permintaan kebutuhan kayu ini mendorong praktik illegal logging.
Berdasarkan keputusan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yaitu; SK 8113 Tahun 2018 yang di-overlay dengan tutupan hutan tahun 2018 yaitu, Luas daratan Sulteng 6.106.800,69 hektar. Luas hutan dalam Kawasan Hutan 4.410.293,84 hektar atau 72,22 persen. Luas bukan hutan dalam Kawasan Hutan 1.696.506,86 hektar atau 27,78 persen, dan luas hutan di luar kawasan hutan 974.618,83 hektar atau 15,96 persen. **