TOLITOLI,CS – Lonjakan angka kematian akibat Covid-19 di Kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah kini berada pada urutan empat setelah Kabupaten, Banggai, Kota Palu dan Kabupaten Poso.
Hingga Kamis 19 Agustus 2021 jumlah kumulatif kasus kematian akibat Covid-19 di Tolitoli tercatat sebanyak 115 kasus dengan kumulatif angka terkonfirmasi positif sebanyak 1.914.
Lonjakan kasus positif dan kematian ini ditengarai akibat tidak seriusnya pemerintah setempat dalam mengendalikan penyebaran virus ini.
Anggota DPRD Tolitoli Andi Ahmad Syarif mengemukakan, saat ini Kabupaten Tolitoli bahkan telah masuk sebagai salahsatu kabupaten yang menerapkan PPKM level 4.
Namun sayang, langkah-langkah yang dilakukan Pemda setempat melalui perangkat daerah terkesan biasa saja. Selayaknya tidak dalam kondisi darurat.
Seharusnya kata dia, dalam kondisi darurat, Pemda perlu memperlakukan secara khusus proses Testing, Tracing dan Treatment (3T) terhadap orang-orang yang telah dinyatakan positif Covid-19.
Utamanya menyangkut testing terhadap pasien Covid-19 yang mengalami gejala berat.
Sejauh ini ungkap Andi Ali, sapaan akrabnya, testing yang dilakukan dinas kesehatan hanya menggunakan swab antigen yang belakangan disebut-sebutnya tingkat akurasinya rendah.
“Padahal itu tingkat akurasinya tidak terlalu baik. Rapid test, walaupun dia antigen, itu sebenarnya hanya sebatas skrining awal,”kata Ali, Kamis 19 Agustus 2021 di Palu.
Mestinya, pasien Covid-19 dengan gejala berat yang menjalani perawatan di rumah sakit harus dipastikan dengan menggunakan test Polymerase Chain Reaction (PCR).
“Khusus yang bergejala berat itu dilakukan SWAB PCR karena akurasinya sangat baik. Kecuali bagi yang tidak bergejala, karena antigen fungsinya hanya skrining dan bisa diarahkan untuk Isoman dengan kontrol ketat oleh Satgas Covid-19,”jelasnya.
Jika hanya sebatas SWAB antigen, dikawatirkan membuat seseorang bisa saja tetap menularkan virus meski kemudian hasilnya sudah terbaca negatif.
“Ya itu tadi soal tingkat akurasinya. Orang bisa jadi percaya diri karena sembuh dari Covid-19 meski hanya hasil Swab antigen lalu berinteraksi dengan orang lain,”katanya.
Selanjutnya terkait penanganan warga yang menjalani Isolasi Mandiri (Isoman). Menurutnya, Pemda setempat terkesan tidak serius melakukan pelayanan dan kontrol rutin.
Padahal, penularan yang paling dikawatirkan terjadi itu karena kontak erat dari warga yang Isoman.
Warga yang menjalani Isoman menurutnya bahkan tidak dilakukan proses 3T dengan baik.
“Tidak ada perhatian dari dinas terkait untuk melakukan pengawasan dan pelayanan bagi warga Isoman,”bebernya.
Iapun mengaku tidak pernah mendapat informasi kalau Pemda setempat membentuk Posko induk Satgas Covid-19 sebagai wadah untuk fungsi koordinasi lintas OPd D terkait.
Demikian halnya soal penganggaran untuk progam dan kegiatan dalam rangka penanangan Covid-19.
“Tidak ada refocusing anggaran yang Pemda lakukan untuk kepentingan penanangan Covid-19 ini,”ungkapnya.
Iapun menyarankan Pemda sebaiknya menganggarkan minimal untuk membiayai penyewaan alat test PCR agar proses testing berjalan baik sebagai langkah pengendalian yang konkrit.
“Jika tidak mampu membeli alat PCR, minimal menyewa sehingga untuk proses testing bisa lebih cepat dan optimal,”pungkasnya (TIM).