POSO, CS – Pihak Kejaksaan Negeri Poso, Provinsi Sulawesi Tengah akhirnya mengeksekusi paksa mantan Kepala Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 3 Poso, Suhariono( 50) terpidana kasus korupsi penyalahgunaan pungutan dana komite sekolah tahun ajaran 2018 dan 2019.
Suhariono dijemput oleh tim penyidik Kejari Poso di rumahnya, Senin (6/08) setelah pihak Kejari melayangkan surat panggilan kedua kalinya namun tidak kunjung datang.
Berdasarkan data yang ada di Kejari Poso, terdakwa Suhariono saat menjabat sebagai Kepala Sekolah di SMU Negeri 3 Poso tahun 2018 hingga 2019, terlilit masalah hukum karena melakukan pungutan dan menyalahgunakan dana P3 atau dana komite sekolah kepada para siswa.
Dari hasil pungutan tersebut terkumpul dana sebesar Rp200 juta yang diketahui untuk dinikmati sendiri.
Kepala Kejaksaan Negeri Poso, L.B. Hamka mengatakan, terdakwa Suhariono terpaksa dieksekusi oleh tim penyidik Kejari Poso setelah pihak Mahkamah Agung (MA) mengabulkan upaya permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak Kejaksaan Negeri Poso. Menurutnya, dalam proses eksekusi, Suhariono dinilai tidak koperatif kepada tim, sehingga harus dijemput paksa di rumahnya sebelum dibawa ke kantor Kejari Poso.
‘’Hari ini tim Kejari Poso mengeksekusi Suhariono, terpidana korupsi pungutan dana Komite SMUN 3 Poso, selanjutnya kita akan serahkan ke Rumah Tahanan (Rutan) Poso untuk menjalani masa hukumannya sebagai terpidana,’’ ungkap Kajari saat menggelar press release di aula Kejari pada Senin (6/09).
LB.Hamka menjelaskan, sebelum proses eksekusi pun dilakukan oleh Kejaksaan Pegeri Poso berdasarkan putusan Mahkamah Agung nomor :1999 k/pid.sus/2021 tertanggal 19 juli 2021, Dimana sebelumnya upaya hukum kasasi dilakukan oleh pihak Kejari Poso pada Oktober 2020 lalu, setelah pihak Kejaksaan Tinggi Negeri Palu membebaskan terdakwa Suhariono. Dalam putusan MA tersebut, terdakwa Suhariono dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi pungutan dana komite sekolah sebesar Rp.200 juta, dan denda sebesar Rp200 juta.
‘’Selain menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun ,terdakwa juga menjalani pidana denda sebesar Rp.200 juta, bila terdakwa tidak bisa membayar,maka diganti dengan hukuman penjara selama 6 bulan kurungan penjara,’’ jelas Hamka.
Sementara itu, ditempat terpisah penasehat hukum terpidana, Haris mengatakan, putusan dan vonis yang dijatuhkan kepada kliennya selama 4 tahun dan denda sebesar Rp200 juta tersebut dianggap tidak adil dan tidak sebanding dengan apa yang disangkakan. Menurutnya, uang yang dikorupsi melalui pungutan dana komite sekolah berasal dari siswa dan tanpa ada paksaan kepada orang tua, karena sudah disepakati dalam setiap keputusan rapat Komite sekolah.
‘’ Ini tidak adil, maka dari itu saya masih mempertimbangkan untuk menempuh jalur hukum selanjutnya. Saya berharap ada keadilan untuk klien saya,’’ tegas Haris. **