Kecewa Oleh Janji Manis, Mantan Napi Teroris Jaringan MIT ini Dukung Petisi Pembubaran BNPT

Ilustrasi (foto : pixabay.com)

POSO, CS – Puluhan eks Narapidana Teroris (Napiter) di Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) turut mendukung  Petisi bubarkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Bawah pimpinan Komisaris Besar Polisi, Boy Rafli Amar.

Selain bentuk solidaritas, sikap para mantan Napiter Poso yang berjumlah sekitar 30 orang tersebut sebagai bentuk kekecewaan atas kinerja BNPT yang dinilai tidak maksimal dalam menangani aksi terorisme, serta terlalu banyak janji-janji yang tidak bisa direalisasikan.

Mantan Napiter Poso, Imran alias Imron, alias Abu Zahrah  atau Imran Labuan yang ditemui di rumahnya, di Desa Labuan, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, Minggu 26 September 2021 mengatakan, dukungan petisi yang dilakukan oleh para eks Napiter Poso berangkat dari kekecewaan terhadap BNPT, serta solidaritas untuk para alumni teroris, khususnya yang pernah merasakan penjara di Lapas Nusakambangan.

Imran menuturkan, selama mereka dalam masa tahanan, BNPT secara rutin dan aktif selalu mengumpulkan semua tahanan dan memberikan janji manis, untuk bantuan usaha yang nilainya tidak kecil,  jika telah selesai menjalani masa tahanan dan telah kembali berkumpul dengan keluarga.

‘’Nanti kalian kalau sudah bebas akan kita modalin buat usaha apa saja, bahkan ada sampai dijanji anak-anak kami akan sekolahkan hingga diberikan beasiswa. Nah ternyata sebagian dari teman yang bebas ini termasuk saya soal modal usaha sama sekali tidak ada, kalau untuk ongkos pulang dari lapas sampai ke rumah ini,memang ada,’’ ungkap Imran.

Bahkan Imran menambahkan, puncak kekecewaan eks Napiter Poso tejadi saat BNPT menggelar vaksin massal di Desa Tiwaa, Poso Peisisir  Juli 2021 lalu, dimana sebelum menghadiri vaksin, dari tiga puluh eks Napiter yang hadir, dijanjikan masing-masing Rp.15 juta bagi yang mau divaksin. Sementara eks Napiter yang hadir tapi tidak bersedia di vaksin mendapatkan Rp.5juta per orang.

Diakuinya, karena mendegar bantuan yang akan diberikan cukup besar, maka antusias para eks Napiter melakukan vaksin, namun setelah selesai ternyata isi amplop tidak sesui dengan harapan, yaitu masing-masing peserta hanya mendapatkan Rp.500.000 per orang ditambah satu paket sembako.

‘’Puncak kekecewaan teman eks Napiter Poso kepada BNPT saat gelar vaksin massal itu. Kami hanya diberikan Rp.500 ribu, terus uang yang Rp.15 juta setiap orang itu dikemanakan?.’Saya hanya mengungkapkan pengalaman sekaligus kekecewaan saya jangan sampai teman-teman yang masih dalam tahanan dijanjikan hal yang sama, kami tidak mau mereka juga jadi korban janji manis BNPT saat didalam sel,’’ tegas Imran.

Mengatakan, BNPT selalu menjanjikan saat masih di Lapas Permisan, Nusakambangan tahun 2020, disitu dengan beberapa teman dikumpulkan, dalam setiap pertemuan tersebut, para Napiter selalu di wawancara oleh BNPT dan menjanjikan beberapa jenis keahlian dan akan dibantu dana setelah keluar dan bebas. Kemudian, akan sebelum diberikan bantuan, pihak BNPT terlebih dahulu akan menguji sejauh mana para Napiter sudah bergabung dengan NKRI, bahkan sebelum dipindahkan ke sel tahanan terlebih dahulu Napiter wajib menandatangani surat kesediaan bergabung dengan NKRI. Jika menolak, para Napiter akan terus di tahan dalam sel khusus.

‘’Boleh saja menjanjikan sesuatu kepada kami, tapi yang saya tidak suka mengatasnamakan kami semua eks Napiter. BNPT terima dana, tapi dananya justru tidak tau dikemanakan,mungkin  ada sebagian teman-teman yang menerima, tapi sebagian besar tidak ada, termasuk saya,’’keluh Imran.

Imran mengakui, sederet kasus teroris yang meibatkannya hingga ditangkap dan dinyatakan bebas Lapas Nusakambangan pada tanggal 2 November 2020 lalu. Sebelumnya, Imran sejak tahun 2012 telah ditahan dengan kasus yang sama, tahun 2007 pernah masuk  saat terlibat kasus Tanah Runtuh Poso dan vonis 3 tahun, bebas 2008. Tahun 2012 tertangkap densus 88 dengan kasus keterlibatan jaringan MIT pimpinan Santoso alias Abu Wardah sebagai pendanaan logistik dan bebas tahun 2017. Tahun yang sama ditangkap lagi, karena selama dalam tahanan Cipinang, masih aktif komunikasi dengan kelompok Santoso, dan vonis 5 tahun dan akhirnya bebas dari Nusakambangan Tahun 2020.

Kini Imran yang baru saja memiliki keluarga baru, terpaksa harus rela bekerja sebagai petani, demi untuk menafkahi keluarganya. Kebun jenis cokelat (Kakao) yang digarap juga masih merupakan warisan dari orang tua, yang sebelumnya saat masuk tahanan sempat terbengkalai karena tidak diurus oleh orang tuanya yang sudah berumur dan tidak bisa lagi mengolah kebun. (AC)

Pos terkait