Peristiwa ditangkapnya 2 Sipir Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Palu atau dikenal Lapas Petobo, Sulawesi Tengah (Sulteng) oleh Polres Palu karena menyimpan 4 kilogram Narkoba jenis Shabu-shabu siap edar, di Rumah Dinas Lapas Petobo, Sabtu, 2 Oktober 2021 lalu. Benar-benar menggambarkan betapa sistematis dan masifnya peredaran shabu-shabu di Sulteng yang justeru dilakukan oleh sipir Lapas dari dalam rumah dinasnya.
Hal ini juga menggambarkan betapa lemahnya pengawasan internal di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Tengah (Kanwil Kemenkumham Sulteng).
Kenapa saya sebutkan sistematis dan masif, karena peredaran sabu-sabu yang melibatkan sipir Lapas Kelas II A Palu alias Lapas Petobo ini terjadi berulang kali, telah terjadi 2 kali berturut-turut selama masa Pandemi Covid 19. Peristiwa peredaran sabu-sabu yang melibatkan Sipir Lapas Petobo ini juga terjadi pada 23 April 2020 lalu, ketika Polda Sulteng menangkap jaringan pengedar shabu-shabu di dalam Lapas Petobo yang melibatkan 3 narapidana dan 1 Sipir Lapas Petobo.
Belum lagi terungkap dengan gamblang kasus peredaran shabu-shabu ini, kembali kita semua digegerkan dengan peristiwa kerusuhan di Lapas Kelas III Parigi, Kabupaten Parigi Moutong yang terjadi pada, Kamis, 7 Oktober 2021, dimana para warga binaan alias narapidana merusak fasilitas, menguasai beberapa ruangan dan mengancam akan membakar dokumen-dokumen penting.
Kerusuhan tersebut dipicu karena warga binaan tidak terima 4 rekan mereka dianiaya oleh 5 petugas sipir, karena kedapatan menyimpan Handphone saat razia blok.
Dari 2 peristiwa di atas yang terjadi hanya berselang beberapa hari, maka seharusnya Kepala Kanwil Sulteng, menjadikannya momentum untuk segera mengevaluasi organisasi yang dipimpinnya, jajaran juga sistem yang selama ini diterapkan. Karena ketika Sipir Lapas terlibat dalam jaringan pengedar narkoba harus disimpulkan sebagai sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
Lapas yang seharusnya menjadi tempat untuk pembinaan bagi warga binaannya, tetapi justeru dijadikan sebagai “markas” peredaran narkoba jenis shabu-shabu. Bisa dibayangkan betapa mudahnya menyimpan 4 kilogram shabu-shabu di lingkungan Rumah Dinas Kemenkumham Sulteng, kemudian diedarkan oleh para Sipir Lapas. Karena telah terjadi 2 kali peredaran narkoba melibatkan sipir Lapas Petobo Palu yaitu pada 23 April 2020 dan 2 Oktober 2021. Maka dengan tegas saya menyampaikan pendapat agar Kakanwil Kemenkumham Sulteng segera diganti.
Karena menurut saya, melakukan pemecatan kepada para sipir di 2 peristiwa tersebut, bukanlah langkah yang telah menyelesaikan masalah yang menurut saya sangat merusak ini. Seharusnya Kakanwil Kemenkumham itu melakukan langkah-langkah yang lebih dalam, serius dan antisipatif dimasa yang akan datang.
Harusnya Kakanwil melakukan investigasi internal yang mendalam, bila perlu mengundang BNN Provinsi Sulteng untuk melakukan investigasi bersama. Ini masalah yang sangat serius dan merusak Sulteng, Pemecatan saja tidak akan menyelesaikan masalah.
Langkah Kakanwil Kemenkumham untuk memecat 5 sipir yang terlibat dalam kasus ini dan akan mengirim 2 pelaku yang ditangkap tangan oleh Polres Palu ke Lapas Nusakambangan setelah vonis nanti, patut diapresiasi. Namun menurut saya, langkah-langkah itu tentu saja tidak cukup karena Kakanwil Kemenkumham harus melihat kasus ini lebih dalam lagi, artinya dia harus membangun cara berpikir bahwa semua anak buahnya di Kemenkumham terlibat dalam kasus ini.
Oleh karena itu Kakanwil Kemenkumham Sulteng seharusnya melakukan beberapa tindakan, seperti :
Pertama, melakukan uji narkoba kepada seluruh pegawai di Kanwil Kemenkumham Sulteng, baik yang bertugas di Kantor Kakanwil di Palu maupun yang bertugas di rutan dan lapas-lapas. Tentu saja tes narkoba yang lebih akurat dan bukan hanya tes urine.
Kedua, secepatnya memutus mata rantai peredaran jaringan narkoba di dalam lapas-lapas di Sulteng.
Ketiga, Menteri Hukum dan HAM harus segera memikirkan sistem proteksi Lapas dan Rutan dari peredaran narkoba sejak saat ini.
Penulis : Edmond Leonardo Siahaan, SH. MH, (Advokat/Mantan Koodinator KontraS Sulawesi)