PALU,CS – Dua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Palu menolak menjual solar bersubsidi. Alasannya karena pemilik SPBU menghindari gesekan dengan masyarakat yang ingin mendapatkan solar subsidi secara berlebihan.
Dua SPBU tersebut adalah SPBU di Jalan Touwa dan SPBU Tawaeli. Penolakan dua SPBU ini diungkapkan Kepala Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Palu, M Fadel saat menerima pengunjuk rasa dari Serikat Buruh Transportasi Container Sulawesi Tengah (SBTCST), Senin 1 November 2021 di Ruang Bantaya Kantor Wali Kota Palu.
“Mereka katanya diancam masyarakat kalau tidak memberikan solar subsidi dijual bebas menggunakan jarigen,”ungkapnya.
Karena ancaman itu, kedua pemilik SPBU akhirnya menolak menyalurkan solar bersubsidi tersebut agar tidak terjadi keributan.
Hal ini dikemukakan Fadel sebagai salahsatu penyebab terjadinya antrian panjang masyarakat untuk mendapat BBM jenis solar.
Fadel secara umum menjelaskan bahwa kuota solar untuk Kota Palu per Januari -Desember tahun 2021 hanya sebanyak 26.390 kilo liter. Karena itu, Pertamina dan Pemkot Palu menyepakati untuk membatasi penjualan solar tersebut sebagai alternatif penghematan BBM solar di Palu.
“Kalau jatah ini terlalu kita los, maka kemungkinan September sudah habis. Karena itu dibagi untuk mencukupi hingga 31 Desember 2021 agar aktifitas bisa berjalan baik,”jelasnya.
Dalam kesepakatan bersama juga diatur bahwa SPBU yang melakukan penyaluran bersama solar subsidi tersebut adalah SPBU Kihajar Dewantara, Soekarno Hatta, Martadinata dan Mamboro.
Tujuan penyaluran bersama ini untuk mempersempit ruang gerak mobil yang sengaja mengisi solar BBM secara berulang dan antar SPBU.
“Karena temuan Satgas ada mobil berulang kali mengisi dan ternyata itu juga pemilik SPPU sendiri dan sudah mendapat teguran,”ungkapnya.
Selanjutnya ungkap Fadel, dalam sebuah Peraturan Presiden nomor 1 tahun 2014, jatah solar subsidi sebenarnya hanya diberikan bagi truc pemadam kebakaran, ambulance dan truck sampah. Diluar dari kategori ini maka menggunakan BBM non subsidi.
“Dari aturan tersebut saya meminta kita sama-sama perlu memahami apakah truck container bisa menggunakan solar subsidi atau tidak. Saya serahkan kepada kalian untuk menerjemahkan,”katanya.
Karena pada prinsipnya tambah Fadel, pemerintah hanya akan mengurus jika BBM tersebut adalah BBM bersubsidi
Sebelumnya sopir angkutan container dalam SBTCST memprotes munculnya aturan pembatasan kuota BBM yang diberlakukan bagi mereka.
Aturan pembatasan ini dikeluarkan bersama PT Pertamina dan Pemkot Palu untuk menyiasati terbatasnya kuota BBM solar di Kota Palu
Protes itu mereka utarakan dalam aksi unjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Palu, Senin 1 November 2021. Selain SBTCST, unjuk rasa ini digelar bersama mahasiswa yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND).
Edi, koordinator lapangan SBTSCT mengatakan, kelangkaan BBM jenis solar sudah sangat massif terjadi di Kota Palu. Hal ini diperparah lagi dengan adanya permainan pihak SPBU yang memberi akses bagi industri untuk membeli solar subsidi.
Dalam situasi demikian, Pemkot Palu bersama Pertamina tiba-tiba mengeluarkan lagi aturan pembatasan kuota BBM bagi truk container yang hanya dibatasi dengan satuan harga Rp250 ribu per unit container.
Seharusnya kata Edi, dalam ketentuan yang ada, jatah BBM untuk kendaraan truk adalah 200 liter per sekali pengisian.
Edi menyayangkan sikap Pemkot Palu dan Pertamina yang tidak melibatkan akar rumput dalam perumusan aturan pembatasan itu.
Menurutnya, dengan adanya pembatasan jatah itu, saat ini para sopir sangat kesulitan dalam mendapat BBM yang kadang harus mengantri seharian penuh.
Kondisi itu ujarnya ikut mengganggu distribusi proses angkutan bahan pokok dari pelabuhan Pantoloan.
Pihaknya mengancam akan melakukan mogok kerja jika tidak ada solusi atas penyediaan BBM bagi angkutan container tersebut.
“Kita sudah sepakat bahwa kondisi ini membuat kami sangat kesulitan di lapangan. Dan kami juga sepakat akan melakukan mogok kerja jika tak ada solusi dari Pemkot Palu,”tekannya.
Dalam pertemuan antara perwakilan SBTCST dengan Asisten I Pemkot Palu Rifani Pakamundi dan Kabag Ekonomi Pemkot, Fadel, mencuat permasalahan yang memicu kelangkaan BBM dan alasan dibaliknya kebijakan pembatasan kuota BBM bersubsidi tersebut.
Rifani Pakamundi menjelaskan, kelangkaan BBM secara umum hampir terjadi diseluruh daerah. Terlebih menurutnya saat PPKM Palu sudah turun level yang secara otomatis permintaan BBM juga kian meningkat.
“Namun apapun itu, kita harus mencari solusi bersama. Hal ini pun akan kami sampaikan kepada pimpinan ,”katanya.
Pertemuan antara SBTCST ini berakhir dengan janji bahwa PT Pertamina dan Hiswana Migas akan melakukan kajian lebih dalam untuk permasalahan tersebut.(TIM).