Polisi Akui Ada Senjata Api dalam Insiden Pembubaran Massa Aksi Tolak Tambang di Parimo

Ilustrasi senjata api (FOTO : pixabay.com)

PARIMO, CS – Polisi daerah (Polda) Sulawesi Tengah (Sulteng) serius melakukan penanganan hukum pasca peristiwa di Desa Khatulistiwa, Kecamatan Tinombo Selatan, Parigi Moutong, Sabtu 12 Februari 2020 malam lalu.

Hingga hari ini, pihak Polda Sulteng telah mengamankan puluhan personil Polres Parigi Moutong (Parimo) beserta 15 senjata api yang diduga digunakan dalam pengamanan pembubaran massa aksi malam itu.

Bacaan Lainnya

Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol, Didik Supranoto menyampaikan, pihaknya telah membentuk tim investigas yang melibatkan Propam, Ditwasda, krimun serta backup dari Labfor Makassar.

“Saat ini, propam telah memeriksa 17 orang anggota Polres Parimo, untuk senjata api (Senpi) sebanyak 15 unit dari jumlah itu akan dicocokkan dengan uji balistik, dicocokkan bersama proyektil yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP),”  ucap Didik saat memberikan keteranga Pers, di Mako Polres Parimo, Senin 14 Februari 2022.

Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol, Didik Supranoto, didampingi Kabid Propam dan Kasubid Penmas Polda Sulteng saat memberikan keterangan pers, di Mapolres Parimo, Senin 14 Februari 2022. (FOTO : channelsulawesi.id)

Ia menegaskan, puluhan senpi yang diamankan seluruhnya milik Polres Parimo. Sementara untuk anggota Brimob tidak menggunakan Senpi dan hanya membawa gas air mata.

Dia menuturkan, dalam upaya pembubaran massa saat itu, Kapolres Parimo telah menekankan tidak ada yang membawa Senpi, dan harus dilakukan sesuai SOP, namun di lapangan terdapat oknum yang mengabaikan perintah itu.

“Ada beberapa anggota yang tidak patuh pada SOP itu, dan sementara dicari dan dilakukan penyelidikan  pihak Propam,” terangnya.

Dia menambahkan, Polda Sulteng sejauh ini, melakukan olah TKP bersama dengan pihak Laboratorium Forensik. Kemudian, akan dilakukan uji balistik apabila dari hasil pengujian tersebut sama dengan 15 Senpi, maka dilakukan gelar untuk memastikan siapa pelakunya.

Ia menuturkan, dalam penanganan massa aksi, pihak kepolisian sudah dua kali melakukan negosiasi dengan massa, namun pada negosiasi ketiga pihaknya tidak berhasil. Massa bersikeras melakukan blokade jalan.

“Perlu digarisbawahi kepolisian tidak mempersoalkan demo tambang, tetapi yang menjadi persoalan adalah pemblokiran jalan,”  tegasnya.

Karena menurut Didik, jalur yang diblokir para demonstran, merupakan satu-satunya akses jalan penghubung Gorontalo, Sulut dan Sulteng. Ketika jalan itu tertutup, secara otomatis tidak ada  ada alternatif lainnya.

“Kalau malam itu polisi tidak berinisiatif untuk membuka blokir jalan, maka terjadi kemacetan cukup panjang sepanjang 10 kilo dari arah Sulteng dan yang masuk, kalau itu tidak dibuka  akan menjadi konflik baru antara pengguna jalan dan yang melakukan pemblokiran. Untuk itu, pihaknya melakukan tindakan tegas membuka jalan tersebut,” jelasnya.

Ia berharap, masyarakat tetap tenang seluruh permasalahan ini masih dalam proses penanganan. Dan pihak kepolisian akan bertidak profesional, melakukan penyelidikan kasus ini sampai tuntas.

“Kami himbau masyarakat tidak terprovokasi dengan hal-hal yang sifatnya negatif, karena kami bertindak sesuai dengan jalur hukum,” tutupnya. (Ahmad Dani)

Pos terkait