SULTENG CS – Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2019 mencatatkan Provinsi Sulteng dengan prevalensi angka stunting tertinggi. Data tersebut menunjukkan bahwa 3 dari 10 anak di Sulteng adalah pengidap stunting.
5 tahun lalu prevalensi stunting di Indonesia berada pada angka 37 persen. Namun berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) telah terjadi penurunan menjadi 30.8 persen pada tahun 2018 sesuai hasil Riskesdas dan 27.67 persen pada tahun 2019.
Sedangkan kondisi stunting di Sulteng masih lebih tinggi dari nasional. Sesuai hasil Riskesdas terakhir menunjukkan bahwa angka prevalensi stunting di Sulteng masih bertengger pada 29.70 persen pada tahun 2019. Data ini menempatkan balita anak stunting dengan prevalensi stunting tertinggi.
Demikian Asisten Administrasi Umum Pemprov Sulteng Muliono yang mewakili Gubernur Sulteng saat membuka Rapat Kerja Daerah Progam Bangga Kencana yang dilaksanakan Kantor Perwakilan BKKBN Sulteng, Selasa 15 Maret 2022 di Hotel Santika Palu.
Karena itu Muliono menekankan, untuk mewujudkan aksi penurunan stunting di Sulteng tidak dapat dilaksanakan 1 sektor saja. Tetapi memerlukan kerjasama berbagai pemangku kepentingan. Baik pemerintah provinsi, kabupaten/kita, lebih, akademisi,dunia usaha, masyarakat dan keluarga sebagai ujung tombak terdepan.
“Data Riskesdas menunjukkan bahwa 3 dari 10 Balita di Sulteng adalah stunting. Padahal anak adalah masa depan bangsa. Ditangan mereka masa depan bangsa khususnya, Sulteng. Kita tidak boleh menunggu keajaiban untuk menuntaskan stunting ini. Mencega kelahiran baru yang bebas dari stunting adalah tugas kita paling berat,”jelas Muliono.
Karena itu, Gubernur kata dia mengimbau kepada seluruh Bupati dan Wali Kota se Sulteng untuk bergandengan tangan menuntaskan penurunan prevalensi stunting ini.
Sebelumnya Muliono mengungkapkan beberapa parameter program Bangga Kencana di Sulteng yang cukup menggembirakan beberapa tahun bela.
Hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2020 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk (LPP) di Sulteng menurun cukup drastis dalam 1 dasawarsa terakhir. Dari 1.95 persen pada tahun 2010 menjadi 1,22 persen pada tahun 2020.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan penduduk Sulteng pada tahun 2020 sebanyak 3.096.976 jiwa.
Namun menurut Muliono, pada kenyataannya, berdasarkan SP 2020, jumlah penduduk Sulteng hanya sebanyak 2.985.734 jiwa. Artinya, telah terjadi penghematan penduduk sebanyak 111.242 atau 3,59 persen. Penghematan jumlah dan penurunan laju pertumbuhan penduduk ini bukanlah suatu kebetulan.
Tetapi merupakan hasil kerja keras semua pihak khususnya BKKBN, Organisasi Perangkat Daerah Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (OPD Dalduk dan KB). Baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota serta seluruh mitra kerja dan stakeholder.
“Saya mengajak kita semua merilah kita pertahankan prestasi demi mewujudkan Sulteng yang lebih sejahtera dan maju,”
Parameter lain yang tidak kalah pentingnya ucap Muliono dalah angka kelahiran atau fertilitas. Angka fertilitas di Sulteng telah mencapai 2,43 anak telah mendekati angka fertilitas pengganti 21 anak. Sebagai syarat untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang.
Penurunan fertilitas ditunjang dengan penurunan kelahiran pada remaja usia 15 sampai 19 tahun. Kelahiran pada usia remaja ini telah turun dari 53 menjadi 36 kelahiran pada setiap 1.000 remaja putri usia 15-19 tahun.
Demikian pula halnya dengan pernikahan remaja putri telah menghabiskan masa lajangnya rata-6 20,04 tahun. Selain itu pemakaian kontrasepsi jangka panjang telah meningkat.
1 dari 4 Pasangan Usia Subur (PUS) peserta KB adalah menggunakan metode jangka panjang.
Secara umum ternyata penggunaan alat KB atau kontrasepsi di Sulteng baru mencapai 53,3 persen. Selain itu, kebutuhan ber KB yang belum terlayani masih tinggi 20,70 persen.
“Saya berharap 20 persen yang belum ber KB ini digarap dengan serius untuk meningkatkan prevalensi angka pengguna KB dari daerah kita ini,”
Pada bagian lain, Muliono menyebut tahun 2021 BKKBN telah melaksanakan Pendataan Keluarga (PK21). Hasil PK21 menyediakan data mikro yang mencakup 3 aspek Bangga Kencana.
Dari data PK21 dapat terlihat bahwa di Sulteng terdapat 733.776 keluarga dengan 445.164 PUS atau 60,68 persen dari jumlah keluarga yang ada. Dan 29,73 persen lerem dari PUS tersebut kawin dibawah umur 19 tahun atau usia anak.
Gubernur lanjut Muliono berharap hasil PK21 dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulteng dengan dijadikan sebagai landasan kebijakan dan perencanaan program pembangunan.
Muliono menambahkan bahwa terdapat 2 pekerjaan berat yang akan dihadapinya yang menuntut adanya sinergisme dan integritas program lintas sektor.
Pertama adalah percepatan penurunan stunting. Dibawah koordinasi BKKBN, Presiden kata Muliono menargetkan untuk bisa menekan angka prevalensi stunting hingga 14 persen pada tahun 2024.
“Ini artinya semua pihak harus bekerja keras dan berkolaborasi dengan memanfaatkan semua kemampuan dan sumber daya untuk mencapai target tersebut,”sebutnya.
Selain itu tambah Muliono, masih tingginya angka perkawinan anak di Sulteng, yang menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS( tahun 2018, dari seluruh perkawinan yang ada, terdapat 32 persen kawin dibawah umur 20 tahun.a
Hal tersebut berdampak tidak saja pada faktor kesehatan, tetapi juga faktor pendidikan, sosial dan sebagainya. Terlebih lagi akan menjadi faktor penyumbang terjadinya stunting.(TIM).