SULTENG, CS – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Universitas Tadulako (Untad) (GMU) mendesak Rektor Untad, menindak tegas para mafia dan koruptor kampus, serta merestorasi tatanan birokrasi Untad.
Mahasiswa juga meminta kepada rektor agara adanya transparansi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sekaligus mendesak, jika terbukti ada oknum pejabat yang korupsi agar dicopot dari jabatannya.
Itulah salahsatu poin tuntutan dalam surat perjanjian harusnya ditandatangani rektor Untad Prof. Mahfudz, yang dibacakan peserta aksi di kantor Rektorat sementara di Kampus Untad, Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Senin 18 April 2022.
Selanjutnya mereka menuntut, birokrasi kampus harus menghapus lembaga yang boros biaya operasional seperti Depsa, IPCC, Komisi Etik dan Dewan Guru Besar.
Lebih lanjut mereka meminta, transparansi pembayaran Ikatan Alumni (IKA) Untad, transparansi pembayaran UKT saat kuliah daring, turunkan UKT jika kuliah masih daring transparansi anggaran KKN. Dan mengaktifkan kembali jam malam dan hilangkan Polsaka dalam kampus.
Mereka juga menegaskan poin-poin perjanjian itu harus dilaksanakan paling lambat 2 Mei 2022.
Dikarenakan rektor Untad, Mahfudz tidak berada ditempat untuk menandatangani poin-poin surat perjanjian tersebut. Masa aksi berjanji akan kembali melakukan aksi dengan masa lebih banyak.
Dari rilisnya, aksi unjuk rasa mahasiswa Untad ini, tergerak dari sebuah surat dari iGroup (Asia Pasifik) dilayangkan 23 Agustus 2021 ke Pihak Untad dengan nomor 273/SUP/21, perihal undangan pelatihan dalam menginterpretasikan i Thenticate Similarity Report berlangsung pada 30 Agustus sampai dengan 5 September 2021, bertempat di Kantor iGroup Asia pacific Jakarta Barat yang ditandatangani oleh Satriayati (perwakilan iGrup).
Lalu pada 30 Agustus 2001 kuitansi group Asia Pasifik keluar dengan nomor 389 diterima ipcc Universitas Tadulako untuk pembayaran registrasi 4 peserta pelatihan dalam menginterprestasikan aplikasi AIDS Similarity Report dengan biaya per peserta Rp8.5 juta totalnya Rp 42, 7 Juta ditandatangani Satriati.
Namun semua terbantahkan setelah Satriati mengeluarkan surat pernyataan, bahwa ia tidak pernah memberikan pelatihan dan singkat dan tidak pernah mengeluarkan invoice/kuitansi sepanjang 2021 kepada kampus institusi manapun di Indonesia atas nama pribadi ataupun atas nama perusahaan.
Hanya hanya iGroup LPP3I juga menjadi salahsatu sasaran pemalsuan dokumen, sehingga lpt3i dengan tegas mengeluarkan surat pernyataan bahwa kegiatan dilakukan sesuai tidak benar adanya tertuang dalam surat nomor 0400/01/SPT/CHO/IV/2022.
Bahkan bukan hanya pelatihan fiktif juga terindikasi adanya kongkalikong sekelompok elit pejabat kampus seperti Muhammad Fadhil Pratama anak dari Prof. Basir ketua senat Untag dan Faisal Reza anak dari Dr. Muhammad Nur Ali warek bidang umum dan keuangan namanya ikut tertera di Surat tugas pelatihan fiktif tersebut.
Tak luput tindakan pengancaman seperti teror diarahkan kepada salah satu kru @anak untad.com juga pelemparan rumah salah satu dosen yang ikut ini, dan baru-baru ini beberapa orang tak dikenal mendatangi lokasi konsolidasi GMU berpakaian preman dengan wajah tak ramah. **