Penderitaan Belum Usai, Penghuni Huntara Curhat ke DPRD Sulteng

SULTENG,CS – Rapat Dengar Pendapat (RDP) digelar bersama Komisi IV DPRD Sulteng dan para penyintas yang masih tinggal di Hunian Sementara (Huntara), Rabu 11 Mei 2022 di ruang sidang Utama DPRD Sulteng.

RDP dipimpin Ketua Komisi-IV, Alimudin Pa’ada beserta anggota diantaranya Moh Hidayat Pakmundi, Yahdi Basma dan Fatimah Amin Lasawedi ini membahas permasalahan penyintas  utamanya menyangkut belum adanya relokasi penyintas dari Huntara menuju Hunian Tetap (Huntap).

Rapat ini juga menghadirkan Pemerintah Kota Palu, DPRD Kota Palu, BPBD Sulteng dan LSM.

Alimudin Pa’ada menyebut, RDP merupakan tindak lanjut ini hasil kunjungan ke Hunian Sementara (Huntara) pada Selasa 10 mei 2022.

Karenanya ia meminta seluruh undangan yang hadir secara terbuka menyampaikan terkait permasalahan para penyintas yang saat ini masih tinggal di Huntara.

Sri Sartini, seorang penyintas dari Huntara hutan kota meminta agar  pemerintah menertibkan penghuni Huntara agar tidak seenaknya keluar masuk dan tinggal di Huntara. Karena ada beberapa warga yang tinggal di Huntara itu bukan dari kalangan penyintas. Hal ini yang kemudian dianggap menyebabkan tumpang tindih data yang diajukan kepada pemerintah.

Parahnya lagi kata Sri Hartini, ada beberapa masyarakat yang rumahnya baik-baik saja namun mereka tetap juga ikut tinggal di Huntara. Tujuannya untuk mendapatkan Huntap.

Selain itu beberapa penghuni Huntara yang sudah mendapat Huntap namun tetap bertahan tinggal di Huntara karena anak-anak meraka belum mendapatkan Huntap.

Ia mengungkapkan,saat ini dari semua penghuni Huntara di hutan kota, hanya 13 diantaranya yang memiliki alas hak atau sertifikat kepemilikan lahan.

Sri Hartini dalam kesempatan itu membantah isu yang menyebutkan mereka pernah mendapatkan bantuan modal usaha dari Kementerian PUPR.

Ia mengungkapkan kondisi Huntara saat ini tidak ramah lingkungan karena tidak ada sekat antara ruangan. Iapun menyayangkan informasi yang beredar jika penyintas di Kelurahan Talise akan dipindahkan ke Pombewe Kabupaten Sigi.

Amirudin dari penyintas Kelurahan Petobo meminta Komisi IV DPRD Sulteng kiranya juga turun langsung meninjau kondisi Huntara di Petobo yang saat ini kondisinya kian memprihatinkan.

Menurutnya  warga Petobo yang bisa mendapatkan Huntap hanya sebanyak 670 kepala keluraga berdasarkan hasil penelitian dan survey dilapangan yang dilakukan BPBD Kota Palu.

Sayangnya hingga saat inipun belum ada kepastian yang mutlak dari Pemerintah Kota Palu terkait 670 kepala keluarga itu benar-benar bisa mendapat Huntap atau tidak.

Nur Hasan mantan Lurah Petobo dalam RDP ini juga sangat menyayangkan peryataan pemerintah yang mengatakan bahwa daerah Petobo sudah tidak layak untuk dijadikan tempat pembangunan Huntap karena dianggap rawan bencana.

Meski hal itu katanya tidak dibuktikan dengan data valid serta tidak ada peryataan atau keputusan pemerintah secara tertulis bahwa daerah Petobo tidak layak untuk dijadikan tempat pembangunan Huntap.

Ia juga sangat menyayangkan yang berjanji bahwa pembangunan Huntap akan dimulai bulan April dan bisa ditempati pada  Oktober 2022.

Nur Hasan pun menyayangkan DPRD Kota Palu yang belum pernah mengundang atau memanggil masyarakat terdampak bencana khususnya bagi masyarakat penyintas yang tinggal di Huntara.

Karenanya ia meminta  Komisi-IV kiranya secara kelembagaan DPRD Sulteng bersama Gubernur untuk kembali menemui Presiden, meminta solusi agar pembangunan Huntap sesegera mungkin untuk mengakhiri penderitaan penyintas.

Alimudin Pa’ada dalam kesempatan ini menjelaskan, berdasarkan Pergub 10 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa pembangunan Huntap yang waktu itu masih ditanda tangani Longki Djanggola selaku Gubernur Provinsi Sulteng priode sebelumnya yaitu sebanyak 11.788 unit Huntap.

Tapi yang terealisasi hingga saat ini sebanyak 3.000 unit yang dibangun pihak swasta. Dibangun pemerintah sebayak 632 unit Huntap. Sehingga jumlah keseluruhan Huntap yang terbagun hingga saat ini sebayak 3.632 unit.

Sementara yang belum terbangun hingga saat ini masih tersisah kurang lebih 8.156 unit.

Berdasarkan informasi dari masyarakat bahwa salah satu kendala daripada pembangunan Huntap adalah mengenai lahan atau lokasi untuk pembangunan. Sementara permasalahan Huntara saat ini adalah mengenai lokasi pembangunannya yang memakai lahan milik warga.

Bahkan sudah ada beberapa pemilik lahan sudah meminta agar bagunan Huntara tersebut dibongkar karena sudah melewati waktu yang sudah disepakati yaitu dua tahun.

Bahkan ada beberapa pemilik lahan membuat perjanjian yang membolehkan Huntara tidak dibongkar asalkan para penghuni Huntara atau pemerintah bersedia membayar sewa lahan sebesar Rp.150.000,-/bulan per satu kepala keluarga.

Kepala Bidang Tanggap Darurat dan Logistik BPBD Palu Bambang Sabarsyah menjelaskan, skema atau prosedural pembangunan Huntara itu sendiri hanya dirancang bisa bertahan selama dua tahun.

Sehingga katanya wajar adanya bahwa kondisi Huntara saat ini sudah mengalami kerusakan karena Huntara tersebut sudah memasuki kurang lebih empat tahun.

Terkait pembangunan Huntap, hingga saat ini ada beberapa tempat masih terkendala dari segi lokasi atau lahan. Karena ada beberapa tempat yang menjadi rekomendasi untuk dijadikan tempat pembangunan masih berstatus sengketa. Sementara pembangunan Huntap itu sendiri menggunakan dana bantuan dari beberapa yayasan seperti Budha Suchi dan juga dari dana APBN.

Terkait penertiban penghuni Huntara, pihaknya kata Bambang saat ini sedikit menuai kendala karena beberapa warga sebenarnya tidak bisa mendapatkan Huntap akan tetapi mereka juga masih tetap bertahan tinggal di Huntara meskipun mereka juga bagian dari Penyintas.

BPBD Provinsi Sulteng menyampaikan bahwa terkait pembangunan Huntap untuk daerah Tondo-II, itu masih terkendala dari status lahan yang masih berstatus HGB.

Terkait ini, Pemkot Palu sudah berupaya menyelesaikan namun yang menjadi kendala baru saat ini adalah ada beberapa masyarakat yang masih mempermasalahkan terkait proses ganti rugi daripada pembangunan Huntap yang berada di atas lahan HGB tersebut.

Untuk daerah Talise, pemerintah kota Palu sudah mencanangkan dalam program kerja Pemerintah Kota Palu bahwa wilayah Talise sudah masuk dalam perencanaan Zero Property, sehingga dalam hal ini pihak PUPR sudah melaksanakan pelelangan untuk segerah mungkin dilakukan pembangunan huntap.

Dan terkait Inpres No.10 tahun 2019 tentang percepatan pembangunan pasca bencana yang sudah berakhir, maka Gubernur kembali menyampaikan kepada Presiden untuk memperpanjang Inpres.

Saat ini perpanjangan inpres tersebut sudah keluar tinggal menunggu tindak-lanjut dari pihak BNPB dan Kementerian Pemukiman, sehingga akan kembali menerbitkan perpanjangan Pergub, dan batas daripada inpres itu sendiri hanya sampai pada tahun 2024.

Anggota DPRD Palu, Mutmainah Korona mengatakan DPRD Kota Palu sudak membentuk Pansus Rehab Rekon. Masalah pembangunan Huntap hingga saat ini pemerintah Kota Palu masih terus berupaya semaksimal mungkin agar permasalahan terkait Huntap agar secepat mungkin segera rampung.

Ia menyampaikan bahwa ada sekitar 9 Kepala Keluarga yang ada di Huntara Mamboro tidak bisa mendapatkan Huntap karena tidak memiliki bukti kepemilikan lahan. Hal itu menurutnya juga perlu menjadi perhatian karena status mereka juga penyintas.

Mutmainah Korona berjanji akan menyampaikan kepada pimpinan DPRD Kota Palu dan juga kepada Anggota Pansus Rehab Rekon yang sudah terbentuk agar persoalan ini akan kembali dibicarakan bersama Wali Kota Palu.

Yahdi Basma menyampaikan bahwa persoalan -persoalan ini akan disampaikan kepada Pimpinan DPRD Provinsi Sulteng dan menegaskan akan mengusulkan agar kiranya dibentuk kembali Pansus Bencana jilid tiga.

Alimudin Pa’ada menegaskan bahwa akan memperpanjang masa kerja Pansus dan meminta agar menyatukan langkah dengan satu tujuan yakni mengakhiri penderitaan yang sudah dirasakan oleh para penyintas dan segera dan secepatnya akan mendapat hunian tetap Huntap.

Komisi-IV juga akan mendorong dan meminta kepada pemerintah agar kiranya penetapan zona-zona merah ini akan segera dicabut statusnya, dikarenakan ini juga menjadi salah satu kendala untuk pembangunan Huntap, sehingga sampai saat ini persoalan Huntap tidak bisa terselesaikan(***).

Pos terkait