SULTENG,CS – Panitia Khusus ( Pansus) II DPRD Sulteng yang menggodok Rancangan Peraturan Daerah ( Raperda) tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak anak melakukan konsultasi ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak (P3A) di Jakarta, Rabu 24 Agustus 2022.
Rombongan dipimpin Ketua Pansus II, Wiwik Jumatul Rofi’ah, Wakil Ketua Pansus, I Nyoman Slamet dan Sekretaris Panasus, Rahmawati M Nur. Anggota Pansus, yakni Fairus Husen Maskati, Marlela, Irianto Malingong, Winiar H Lamakarate, I Nyoman Slamet, H Ambo Dalle, Hj Siti Halima Ladoali, Elisa Bunga Allo juga ikut dalam rombongan tersebut
Sekwan Siti Rachmi A Singi, Kabag perundangan- undangan serta dari OPD teknis ikut mendampingi Pansus.
Pertemuan Pansus digelar di Ruang Rapat Dewi Sartika Lantai III Gedung Kementerian P3A Jalan Medan Merdeka Jakarta Pusat.
Rombongan Pansus diterima Kepala Staf Ahli Kemeterian PPA, Titi Eka Rahaya bersama Karo Hukum dan Humas Roby serta Kepala Deputi Perlindungan anak, Nanang.
Raperda ini membutuhkan pengayaan isi dan esensinya agar benar-benar menyentuh langsung hak anak.
Ketua Pansus, Wiwik Jumatul Rofi’ah dalam kesempatan itu mengutarakan pointers Raperda mulai dari ruang lingkup, dan kekhawatiran adanya tumpang tindih dengan Raperda sebelumnya seperti Perda Ketahanan Keluarga.
Kepala Deputi Perlindungan Khusus Anak, Nanang mengungkapkan bahwa dalam waktu dekat pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Presiden ( Perpres) dan sedikitnya lima peraturan pemerintah yang mengatur masalah ini.
Wakil Ketua Pansus II,I Nyoman Slamet bertanya soal adanya anak yang by accident atau harus menikah karena ‘kecelakaan’. Apakah anak bersangkutan harus dinikahkan ditengah adanya aturan pelarangan anak untuk menikah usia dini.
Titi Eka Rahayu mengatakan, anak itu tetaplah korban, dan tanggung jawabnya tetap berpulang pada keluarga.
Tenaga ahli Raperda Salam Lamangkau menyebut pihaknya butuh penjelasan tentang, anak dari kelompok.minoritas dan terisolasi, anak, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual serta anak dengan perilaku sosial yang menyimpang.
Salam Lamangkau menyebut perlu adanya keterpaduan dalam perlindungan anak pada ruang digital. Mengingat dampak digitalisasi bagi anak juga tak terbendung.
Dari pihak Kementerian, mengemukakan sejumlah hal. Masing-masing soal belum terakomodirnya UU Perlindungan anak yang baru pada Raperda
Demikian juga untuk definisi yang disebutkan berulang kali agar dikoreksi. Ruang lingkup untuk substansi dan normanya juga perlu disempurnakan, serta landasan yuridis dan perlunya harmonisasi peraturannya.
Pihak kementerian juga memberi masukan, jika melakukan studi banding yang sudah baik Perdanya adalah Jawa Barat dan Jawa Timur.(ADV).