SULTENG,CS – Komisi I DPRD Sulteng meminta ATR/BPN Kabupaten Banggai untuk transparan kepada masyarakat terkait mekanisme, biaya pengurusan sertifikat tanah dan pemindahan status.
Permintaan ini diutarakan Sri Indraningsih Lalusu saat Komisi I DPRD Sulteng melaksanakan Koordinasi dan Komunikasi (Korkom) antar daerah di Kantor ATR/BPN Banggai, Jumat 18 November 2022.
Sri Indraningsih Lalusu datang bersama Anggota Komisi I DPRD Sulteng Hj Wiwik Jumatul Rofiah dan Anggota Komisi II H Suryanto serta Anggota Komisi III, Irianto Malinggong.
Sri Lalusu dalam kesempatan itu mempertanyakan mekanisme pembuatan sertifikat tanah dan pemindahan status. Karena menurutnya terdengar kabar bahwa selama ini masih sangat susah dalam pengurusan sertifikat atau pemindahan status di Banggai
Terkait mekanisme pembuatan sertifikat dan pemindahan status di Banggai ini, RI Lalusu berharap ATR/BPN Banggai tidak memberi ruang bagi calo dalam pembuatan sertifikat.
Iapun berharap ATR/BPN bisa transparan soal itu sekaligus mengimbau untuk memperbanyak sosialisasi ke masyarakat utamanya menyangkut mekanisme pengurusan sertifikat dan pemindahan status. Sebab masyarakat perlu mengetahui berapa jumlah yang harus di keluarkan.
Apalagi sejauh ini masyarakat tidak punya akses informasi yang jelas mengenai berapa sebenarnya besaran biaya untuk mengurus sertifikat dan harusnya ada standar bahwa pengembalian batas berapa.
“Kenapa DPRD Sulteng akhirnya turun ke Banggai? Karena pemerintah kabupaten harusnya berkolaborasi mengajarkan pada masyarakat mekanisme pembuatan sertifikat dan pemindahan status ini,”jelasnya.
Sementara itu, Suryanto menyinggung masalah terkait adanya lahan perkebunan dan pertanian yang menjadi objek besar di masyarakat namun ada HGU terbit di atasnya.
Menurutnya saat ini telah terjadi konflik agraria di Banggai. Karena itu, jika ATR/ BPN diam, maka konflik itu akan menjamur yang dipicu tapal batas.
Ia meminta ATR/BPN Banggai untuk mengukur dengan baik terkait tapal batas lahan masyarakat. Namun jika alatnya sudah tidak memadai maka harus segera dilaporkan kepada Gubernur Sulteng.
Suryanto pun berharap ATR/BPN untuk transparansi. Karena di G20 Bali sudah dijelaskan semua pembiayaan tidak lagi dilakukan manual, karena semua kerjanya akuntabel.
“Kalau memang ada pembiayaan pengurusan batas-batas daerah pertambangan, BPN harus terbuka dengan SOP pembiayaan itu,”ujarnya.
Sehingga sambung Suryanto kedepan ATR/BPN tidak lagi menjadi kambing hitam dalam permasalahan pembiayaan.
“Ini memang yang sering terjadi, yang akhirnya institusi menjadi rusak. Sehingga dengan ini berharap kepada BPN meneliti kembali semua HGU yang pernah diterbitkan, terutama di Banggai,”pungkasnya (ADV).