SULTENG,CS – Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) Gusri Wantoro mengemukakan ekonomi Sulteng tetap tumbuh tinggi meski dilanda pandemic Covid-19 semenjak dua tahun belakangan. Triwulan III tahun 2022, pertumbuhan ekonomi Sulteng menurutnya tertinggi kedua secara nasional setelah Maluku Utara. Ekonomi Sulteng tumbuh 19,13persen (yoy), berada jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh pada level 5,72persen (yoy) dan secara nasional hanya berada di bawah Maluku Utara yang tercatat tumbuh 24,85persen (yoy).
Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut, Sulteng menjadi provinsi dengan perekonomian terbesar kedua di Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua) dengan share sebesar 17,56persen, hanya berada di bawah Sulawesi Selatan. Sejak tahun 2017, share terhadap ekonomi Sulampua terus mengalami peningkatan, mengindikasikan bahwa kapasitas ekonomi Sulteng tumbuh lebih tinggi dibanding provinsi lainnya.
Demikian Gusri Wantoro mengurai evaluasi kinerja ekonomi Sulteng tahun 2022 serta prospek ekonomi dan arah kebijakan BI tahun 2023 dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI), Rabu 30 November 2022 di Sriti Convention Hall Palu.
Gusri menjelaskan, tingginya pertumbuhan ekonomi Sulteng pada triwulan III melanjutkan tren pertumbuhan ekonomi 2 digit yang telah berlangsung sejak Q2-2021 dan selalu berada di atas pertumbuhan nasional. Selama tiga triwulan terakhir, pertumbuhan ekonomi di Sulteng tercatat masing masing sebesar 11,07persen, 11,15persen, dan 19,13prsen (yoy)
Hal ini kata Gusri mengindikasikan bahwa roda perekonomian dan aktivitas ekonomi terus tumbuh di tengah berbagai dinamika internal dan eksternal. Dari sisi penawaran, tumbuh tingginya perekonomian Sulteng terutama didorong oleh peningkatan kinerja sektor utama, yaitu industry pengolahan. Sektor ini telah berkontribusi secara signifikan terhadap peningkatan ekspor luar negeri Sulteng dengan mayoritas tujuan ekspor ke Tiongkok.
“Tingginya tingkat ekspor menjadi pendorong utama pencapaian pertumbuhan ekonomi yang selalu tumbuh double digit sejak Q2 2021,”jelasnya.
Tingginya tingkat ekspor di Sulteng didominasi produk olahan nikel dan besi baja. Sebesar 89,48persen dari nilai ekspor Sulteng merupakan produk olahan nikel dan besi baja. Data BPS menunjukkan bahwa andil ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tercatat sebesar 43persen dengan net ekspor (ekspor dikurangi impor) mencapai 13persen.
Artinya 13persen dari 19,13persen pertumbuhan ekonomi berasal dari net ekspor. Ekspor besi baja yang tinggi tersebut sejalan dengan terus meningkatnya kapasitas produksi hasil olahan nikel di Sulteng, khususnya di daerah Morowali dan Morowali Utara dengan total perusahaan yang aktif beroperasi sebanyak 38 di Morowali dan 1 di Morowali Utara.
Total realisasi investasi di industri pengolahan per triwulan II tahun 2022 di Morowali dan Morowali Utara mencapai 144T dan 22,24T untuk masing-masing wilayah. Realisasi investasi tersebut masih berpeluang untuk meningkat seiring dengan adanya lini produksi tambahan yang masih dibangun hingga saat ini dan prospek investasi ke depan yang masih sangat besar.
“Di tengah tingginya pertumbuhan ekonomi Sulteng, inflasi gabungan dua kota di Sulteng masih menjadi tantangan bersama, seiring dengan konflik Rusia Ukraina yang masih berlangsung yang berdampak terhadap harga energi. Per Oktober 2022, inflasi tercatat 6,36persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan Oktober 2021 yakni 1,73persen (yoy),”katanya.
Sepanjang tahun 2022, komoditas-komoditas paling sering muncul sebagai top 5 penyumbang inflasi bulanan di antaranya bahan bakar rumah tangga, ikan cakalang/ikan sisik, angkutan udara, telur ayam ras, dan ikan selar/tude. Pada komoditas bahan bakar rumah tangga, tekanan inflasi tersebut berasal dari efek penyesuaian kenaikan harga minyak dan gas global. Kenaikan harga avtur juga menggiring kenaikan harga pada angkutan udara.
Sementara itu, kenaikan harga pakan ayam serta pendistribusian bantuan pangan nontunai yang banyak menghabiskan stok di pasar menyebabkan harga telur ayam mengalami peningkatan. Pada komoditas ikan selar/tude, tingkat penangkapan akan sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca serta disparitas harga antar wilayah yang mendorong penjualan ikan dari Sulteng ke provinsi lain sehingga menyebabkan stok berkurang dan menaikkan harga di pasar.
Stabilitas Sistem Keuangan
Terkait system keuangan, Gusri Wantoro menyatakan, stabilitas keuangan daerah terus membaik seiring dengan tumbuh tingginya kredit dan rendahnya NPL pada periode laporan. Realisasi kredit di Sulteng berdasarkan lokasi bank pada Oktober 2022 tercatat meningkat 21,35persen (yoy), mengindikasikan semakin pulihnya aktivitas perekonomian seiring dengan capaian positif pertumbuhan ekonomi Sulteng.
Kondisi ini juga semakin tercermin peningkatan aset perbankan sebesar 19,20persen (yoy) yang disebabkan peningkatan signifikan pada pertumbuhan kredit. Di tengah tingginya pertumbuhan kredit, NPL tercatat relatif rendah dan terkendali sebesar 1,83persen atau masih berada pada tingkat aman di bawah 3persen.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp 28,69 triliun, atau tumbuh sebesar 2,31persen (yoy) sejalan dengan peningkatan kredit yang mengindikasikan bahwa pada triwulan laporan masyarakat lebih banyak menggunakan dananya untuk konsumsi seiring dengan relaksasi mobilitas sosial.
Selain itu, LDR Sulteng yang masih berada di atas 100persen menunjukkan bahwa stabilitas sistem keuangan di Sulteng masih mengalami keketatan likuiditas dan mengindikasikan kredit yang disalurkan oleh bank umum di Sulteng tidak hanya bersumber dari dana masyarakat (dalam bentuk DPK) melainkan juga menggunakan dana dari kantor pusat bank yang di luar daerah maupun pinjaman antar bank.
Perkembangan Instrumen Pembayaran Non Tunai.
Dari sisi pembayaran nontunai, pada triwulan III 2022 terdapat sekitar 2,6 juta instrument pembayaran non-tunai beredar di Sulteng. Sebagian besar instrumen masih didominasi oleh kartu ATM/Debit sebesar 85,7persen, diikuti uang elektronik dan terakhir kartu kredit. Dari ketiga jenis pembayaran nontunai, kartu kredit mengalami pertumbuhan pesat sebesar 70,7persen (yoy) dengan nilai nominal Rp71,1 Miliar. Kemudian diikuti ATM/Debit dengan pertumbuhan tinggi 41,3persen dan nominal Rp 19,8 Miliar. Sementara itu, uang elektronik tumbuh melambat di angka 3,0persen (yoy). Meskipun demikian, secara nominal, uang elektronik masih memiliki nominal yang lebih besar dari kartu kredit, yaitu Rp262,4 Miliar.
Sejalan dengan pertumbuhan pembayaran nontunai, tingkat akseptasi QRIS di Sulteng juga terus meningkat, ditunjukan dengan meningkat pesatnya jumlah pengguna, volume transaksi, dan nominal transaksi. Sampai dengan bulan Oktober 2022, jumlah pengguna QRIS tumbuh sebesar 386,5persen (yoy) dengan total pengguna mencapai 99.221 orang. Volume transaksi QRIS juga tumbuh sebesar 141,4persen pada Agustus 2022, dengan volume sejumlah 116 ribu transaksi. Dari sisi nominal, terjadi peningkatan yang tinggi dengan pertumbuhan sebesar 40,5persen dengan nominal transaksinya mencapai Rp17,9 miliar.
Terkait upaya digitialisasi daerah, saat ini telah terbentuk 14 TP2DD Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) dari 14 Pemda Provinsi, kota, dan kabupaten. Berdasarkan hasil IETPD Semester I 2022 seluruh Pemda di wilayah Sulteng telah berstatus digital oleh satgas P2DD Nasional. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat baik berkat terjalinnya koordinasi dan sinergi antar TP2DD Sulteng.
”Kita terus berharap agar pencapaian ini tetap konsisten bahkan semakin baik lagi sehingga upaya percepatan dan perluasan digitalisasi daerah di Sulteng) dapat semakin berkembang dan dapat direalisasikan oleh seluruh masyarakat Sulteng.
Indikator Sosial Sulawesi Tengah
Tingginya pertumbuhan ekonomi Sulteng sejalan dengan adanya perbaikan beberapa indicator sosial. Seperti menurunnya kemiskinan dan ketimpangan serta menurunnya jumlah pengangguran. Di sisi lain, Nilai Tukar Petani (NTP) pada Oktober 2022 masih berada di bawah 100, atau tercatat senilai 99,22. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai jual yang diterima petani lebih rendah dibandingkan harga beli yang harus petani keluarkan.
Bauran Kebijakan Bank Indonesia 2022 – Sulawesi Tengah
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tengah senantiasa akan mendukung sasaran kebijakan yang telah ditetapkan Bank Indonesia Pusat. Bank Indonesia bersama pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) sebagai upaya kolaboratif untuk mengoptimalkan pengendalian inflasi melalui pelaksanaan berbagai program dan kegiatan yang menyasar baik sisi penawaran maupun sisi permintaan
GNPIP dimulai dengan kegiatan pasar murah yang dilaksanakan di Kota Palu dengan menghadirkan berbagai komoditas seperti telur ayam dan cabai keriting merah. Kemudian, Bank Indonesia menginisiasi pembentukan Forum Tani Sulteng sebagai langkah awal dalam upaya membantu peningkatan kualitas data pertanian yang mencakup proyeksi produksi serta pergerakan pemasarannya.
Untuk mempromosikan urban farming, Bank Indonesia membagikan sebanyak 7.700 bibit cabai melalui event Charity Ride bersama komunitas Ikatan Sepeda Indonesia (ISI). Berikutnya, sebagai upaya mempengaruhi sisi permintaan yang tinggi terhadap penggunaan cabai segar dan ikan air laut yang menyumbang inflasi, dilaksanakan kegiatan lomba masak MARISI 2022 dengan tema “Menu Kreasi Tekan Inflasi” untuk menggaungkan penggunaan cabai bubuk dan ikan air tawar yang dapat menjadi alternatif bahan makanan masyarakat, diikuti oleh PKK yang berasal dari 8 kabupaten dan 1 kota
Kemudian, melalui GNPIP Fun Walk, Bank Indonesia kembali membagikan 1.000 bibit cabai dan mengadakan sosialisasi tentang manfaat konsumsi cabai olahan dari sisi kesehatan dengan berkolaborasi bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Pada acara puncak GNPIP tanggal 31 Oktober 2022, Bank Indonesia melaunching Mata Tani sebagai inovasi manajemen tanam petani di Sulteng yang akan terus dikembangkan dan diintegrasikan dengan data dari stakeholders seperti data cuaca dari BMKG untuk membantu pemilihan musim tanam oleh petani. Selain itu, dilaksanakan seremonial Kerjasama Antar Daerah (KAD) yang mempertemukan pedagang dengan pembeli dari dalam dan luar Sulteng.
Dalam upaya memberikan strategic advisory kepada pemangku kepentingan, Bank Indonesia Sulteng telah melakukan berbagai kegiatan pengumpulan informasi dan asesmen perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk buku Laporan Perekonomian Provinsi Sulteng dan disampaikan kepada stakeholders dalam berbagai forum seperti High Level Meeting (HLM) TPID.
“Kami berharap, Bank Indonesia dapat terus menjadi partner pemerintah daerah dalam menjaga kestabilan inflasi dan perkembangan ekonomi. Sepanjang tahun 2022, Bank Indonesia telah mengadakan beberapa HLM bersama Pemprov Sulteng, Pemkot Palu,dan Pemkab Banggai,”harapnya.
Dalam pelaksanaan fungsi di sistem pembayaran, Bank Indonesia mengadakan sosialisasi dan edukasi sistem pembayaran nontunai kepada masyarakat untuk meningkatkan literasi keuangan digital dari sistem pembayaran nontunai. Kemudian, Bank Indonesia terus melanjutkan program elektronifikasi system pembayaran yang menyasar pada elektronifikasi Pemda, transportasi, dan bansos dengan koordinasi dan sinergi yang optimal dengan OPD, para pelaku usaha, dan masyarakat di Sulteng.
Di Sulteng, QRIS sudah menjadi bagian penting dari system pembayaran non tunai. Masyarakat bisa melakukan berbagai macam transaksi mulai dari belanja hingga berdonasi dengan menggunakan QRIS.
Dalam konteks pengembangan ekonomi syariah, BI Sulteng membantu pemberdayaan pelaku syariah kepada Ponpes Madinatul Ilmi DDI Siapo Tolitoli dan Pondok Pesantren Daarul Khair. Selain itu, membantu peningkatan kapasitas pelaku usaha syariah diantaranya dengan sosialisasi dan pelatihan sertifikasi halal di sulteng syariah expo dan temu UMKM Tolitoli.
“Sebagai bentuk kepedulian dan dalam rangka pemulihan ekonomi masyarakat di tengah pandemi, kami telah memberikan bantuan alsintan untuk tanaman pangan dan hortikultura, bantuan greenhouse, bantuan rumah pupuk dan mesin UPO, alat dan sarana nelayan, pemberian bibit cabai, serta beasiswa kepada mahasiswa di Universitas Tadulako, UIN Datokarama Palu, Universitas Alkhairaat dan Universitas Muhammadiyah,”bebernya.
Prospek Perekonomian Sulawesi Tengah 2022
Gusri Wantoro menyebut hasil asesmen ekonomi Sulteng pada tahun 2022 diperkirakan tumbuh tinggi pada kisaran 14,83 – 16,83persen (yoy). Secara umum, faktor penopang pertumbuhan ekonomi Sulteng di tahun 2022 adalah masih berlanjutnya pembangunan smelter pengolahan nikel di Morowali dan Morowali Utara yang berkontribusi positif terhadap peningkatan ekspor, terutama ekspor besi dan baja yang merupakan produk hilir dari nikel. Peningkatan ekspor juga disebabkan oleh membaiknya ekonomi global dan pulihnya permintaan untuk beberapa komoditas utama.
Inflasi Sulteng di 2022 diperkirakan akan berada di atas target 3±1 persen (yoy). Penyesuaian harga energi seperti tarif listrik nonsubsidi, LPG nonsubsidi, serta kebijakan terakhir penyesuaian harga BBM bersubsidi di bulan September 2022 memberikan efek langsung dan efek lanjutan terhadap inflasi. BBM pada umumnya digunakan oleh pelaku industri sebagai variabel input produksi dan distribusi barang dan jasa.
Selain itu, lanjutnya efek kenaikan PPN dari 10persen menjadi 11persen di bulan April 2022 juga berpengaruh terhadap inflasi. Kelompok inflasi volatile food juga diprediksi akan memberikan tekanan inflasi dengan adanya cuaca yang kurang kondusif serta pergeseran musim panen sehingga berpotensi mendisrupsi pasokan di pasar.
Kemudian,terdapat potensi peningkatan aktivitas masyarakat yang tidak diimbangi pulihnya penawaran beberapa komoditas. Pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap tumbuh tinggi pada rentang 10,24 12,24persen (%yoy), tapi melambat dibanding tahun 2022. Tetap tumbuh tingginya ekonomi Sulteng diperkirakan didorong oleh masih tingginya aktivitas ekonomi di Morowali dan Morowali Utara, dimulainya rangkaian kegiatan politik Pemilu 2024, serta semakin masifnya pembangunan konstruksi di IKN yang secara agregat akan meningkatkan kebutuhan bahan baku dari Sulteng.
Dari sisi inflasi, angka inflasi gabungan dua kota di sulteng diproyeksikan akan kembali berada pada rentang target nasional 3±1 persen (yoy). Tingginya Indeks Harga Konsumen (IHK) pada tahun 2022 sebagai tahun dasar dalam melihat laju inflasi dapat mengkompromi kenaikan inflasi pada 2023. Selain itu, komitmen pemerintah dalam pengendalian inflasi dengan dukungan fiskal pemerintah (alokasi BTT, DTU,dan Dana Desa) dapat menjadi penyangga dalam menjaga ketersediaan pasokan sepanjang tahun 2023.
“Diperlukan adanya sinergi dan kolaborasi yang lebih optimal antara Bank Indonesia,Pemerintah Daerah dan stakeholder lainnya, sehingga kita bersama dapat mengembalikan tingkat inflasi ke rentang target nasional,”demikian Gusri Wantoro(**/tim)