PALU,CS – Diskusi interaktif peringatan 25 tahun reformasi digelar Pena 98 bersama Asosiasi Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer (Aptikom) Sulteng di Aula STIMIK Bina Mulya, Sabtu 6 Mei 2023.
Diskusi bertema ‘Kami tidak akan pernah lupa siapa pelakunya’ ini menghadirkan dua narasumber masing-masing Ketua Aptikom Sulteng, Burhanuddin Andi Masse dan Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulteng sekaligus wakil Pena 98, Dedi Askari.
Hamdin, moderator diskusi yang juga aktivis 98 mengatakan mahasiswa 1998 menjadi angkatan yang tangguh karena memang terlibat langsung dalam sejarah perjuangan untuk melahirkan reformasi.
Meski begitu mahasiswa saat ini yang notabene tidak terlibat bahkan belum lahir kala itu sebenarnya tidak kalah hebat dari mahasiswa 98.
Menurutnya masing-masing punya momentum dalam perjuangannya. Karena setiap momentum politik juga pasti akan mengeluarkan harga yang sangat mahal.
“Bagaimana pentingnya kontrol sosial oleh mahasiswa dalam setiap momentum. Intinya agenda reformasi tidak boleh lepas dari mahasiswa,”kata Hamdin
Dedi Askari dalam pengantarnya menyebut keruntuhan orde baru membawa masifnya gerakan element mahasiswa termasuk gerakan perjuangan masyarakat sipil. Gerakan-gerakan perjuangan yang lahir sesaat setelah reformasi itulah kemudian yang menjadi patron di seluruh Indonesia.
Dedi berkisah, perjuangan elemen mahasiswa yang meruntuhkan orde baru tidak hanya terjadi secara nasional dan berpusat di Jakarta, melainkan juga menjadi penggerak perjuangan secara lokalitas pun
“Kita di Palu ada kasus tanah runtuh berdarah. Aksi massa yang ujung caos. Meski kala itu caos belum jadi metode aksi mahasiswa,”ujarnya.
21 Mei 98 kata Dedi Askari adalah momentun bersejarah Dimana desakan- demi desakan dan konsolidasi yang lahir dari beragam diskusi dimasifkan untuk membangun langkah taktis dan strategi dalam menggapai mimpi kala itu, yakni agar tatanan kehidupan bernegara bisa semakin baik.
Dedi berpendapat, capaian setelah 25 tahun reformasi pendapat harus dilihat secara fair. Banyak capaian ujarnya yang didapat pasca lengsernya orde baru dibawah komando Presiden Suharto. Misalnya kebebasan berekspresi yang saat ini bukan lagi menjadi hal yang tabu. Meski ada sedikit yang terjadi di luar nalar.
“Contohnya diskusi seperti ini yang bisa dilakukan di dalam ruangan dengan materi diskusi bebas. Dulu diskusi-diskusi seperti ini diawasi ketat,”bebernya.
Capaian lain setelah reformasi hematnya adalah terbukanya peluang bagi orang-orang yang di zaman orde baru tidak pernah berpikir untuk duduk di pemerintahan dalam berbagai jabatan. Pasca reformasi kran untuk itu terbuka lebar bagi mereka.
Namun Dedi Askari menekankan agenda reformasi masih perlu terus dikawal. Kritik terhadap kebijakan -kebijakan yang dinilai menghambat agenda reformasi juga harusnya menjadi kritik bagi aktivitas -aktivis 98.
Ketua Aptikom Sulteng Burhanudin Andi Masse dalam paparannya mengemukakan Mahasiswa saat ini perlu belajar tentang sejarah perjuangan mahasiswa utamannya momentum yang melahirkan reformasi 1998.
Ia juga menceritakan bagaimana pahitnya perjuangan mahasiswa dalam mendesak lahirnya reformasi karena mengorbankan banyak jiwa.
“Saya menyaksikan secara langsung peristiwa kerusuhan di Jakarta pada Juni 1998,”katanya.
Setelah sesi tanya jawab, diskusi interaktif ini melahirkan satu rekomendasi yakni terus mengawal agenda reformasi dengan komitmen dari seluruh elemen masyarakat utamanya mahasiswa.
Kegiatan ini dihadiri Ketua Pospera Sulteng,Aim Ngadi dan diikuti puluhan mahasiswa dari berbagai Kampus (TIM).