Kepentingan Oligarki, 5 Organisasi Profesi Kesehatan di Palu Desak Hentikan RUU Omnibus Law Kesehatan

PALU,CS – Rancangan Undang-Undang (RUU) omnibus law bidang kesehatan mendapat penolakan keras dari 5 organisasi profesi tenaga kesehatan di Kota Palu Sulteng. Penolakan digelar dengan aksi damai di Kantor Wali Kota Palu, Senin 8 Mei 2023.

5 organisasi profesi tersebut antara lain Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Aksi damai 5 organisasi profesi ini diterima Wakil Wali Kota (Wawali) Palu dr Reny A Lamadjido, Sekretaris Kota (Sekkot) Irmayanti Pettalolo dan Kepala Dinas Kesehatan Palu, dr Rochmat Jasin.

Ketua Dewan Pembina IDI Sulteng, dr Amirudin Rauf yang menjadi orator mengemukakan sejumlah alasan penolakan RUU tersebut.

Menurutnya RUU ini sengaja dikebut cepat sekali. Awal rancangannya melahirkan banyak polemik dan simpang siur. Yang awalnya diakui usulan pemerintah dan belakangan diakui sebagai hak inisiatif DPR RI.

RUU ini dalam penyusunannya tidak melibatkan masyarakat untuk kepentingan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebagai salahsatu dasar dalam proses pembahasan RUU.

“Nyatanya RUU hanya dibuat 6 bulan. Undang-undang ini undang -undang sapu jagat karena menyebabkan 10 undang-undang terkait kesehatan menjadi tidak berlaku. Semua dibatalkan dengan adanya UU omnibus law ini,”jelas dr Rudi,sapaan akrabnya.

Salahsatu DIM yang terabaikan adalah terkait mandatori spanding alokasi anggaran kesehatan yakni menghapus kebijakan negara yang mewajibkan alokasi 5 persen dari APBN dan 10persen APBD untuk bidang kesehatan.

“Ini menghapus mandatori spanding, kebijakan dalam UU kesehatan yang wajibkan 20persen anggaran negara untuk kesehatan.Dan nyatanya mandatori ini tetap berlaku untuk alokasi bidang pendidikan 20 persen dari APBN,”urainya.

Dengan terhapusnya mandatori itu, secara otomatis pula akan menghilangkan kebijakan pemerintah daerah untuk menalangi iuran kepesertaan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin.

“Artinya Pemda tidak lagi punya payung hukum untuk mengalokasikan sektor kesehatan 10 persen. Padahal APBN 5 persen sebenarnya cukup untuk kesehatan demikian juga dengan APBD,”paparnya.

Selanjutnya semua organisasi profesi akan dihilangkan dalam RUU omnibus law kesehatan tersebut.

“Organisasi profesi semua akan dihapus dalam daftar. Implikasinya organisasi profesi ini tidak bisa lagi mengaturnya bidang kerjanya. Tak ada yang akan menjaga etika profesi,”katanya lagi.

Demikian tentang perlindungan Nakes. Dalam UU ini hampir tidak ada perlindungan Nakes. Maka, Nakes yang melakukan sesuatu merugikan pasien tidak bisa melindungi dirinya dari organisasi profesi.

“Ruang ini dikawatirkan akan digunakan orang tertentu untuk memeras. Misalnya Nakes yang salah pasang infus, itu bukan tanggung jawab rumah sakit melainkan menjadi tanggung jawab personal. Rumah sakit tidak lagi bertanggung jawab jika ada kesalahan,”paparnya.

Maka lanjut dr Rudi, ada beberapa komponen dalam RUU kesehatan yang harus dibahas bersama organisasi profesi tenaga kesehatan.

Sementara terkait kebebasan tenaga kerja asing, pihaknya berpendapat, tidak akan ada organisasi profesi yang mengawasi di Indonesia. Karena dokter di Indonesia memiliki kompetensi Kewilayahan Indonesia.

Dr Rudi menambahkan, RUU omnibus law kesehatan ini digerakkan kekuatan oligarki.
Oligarki atau neo liberalisme menginginkan airan bebas dan hak individu dan negara tidak bisa mengaturnya.

“Neo liberalisme anti subsidi.
Contohnya mandatori spanding tadi, tidak menginginkan negara masuk untuk mengatur. Organisasi profesi tidak bisa masuk menghalangi karena nilai oligarki adalah nilai pasar, tak boleh ada intervensi atau subsidi,”demikian dr Rudi.

Selain Reny A Lamadjido, Sekretaris Daerah Kota Palu Irmayanti Petalolo dan Kapolresta Palu turut hadir di ruang Bantaya Kantor Wali Kota Palu.

Reny mengaku menjunjung tinggi aspirasi teman sejawat.
Wawali menyebut prinsipnya mendukung tapi dengan catatan harus rekrut aspirasi yang disuarakan organisasi profesi tersebut.

“Pemda itu yang penting pelayan dan penerima sama- sama nyaman. Omnibus law tidak boleh tertutup agar terjadi penyempurnaan,”kata Wawali.

Menurutnya sebagi pemer daerah, pihaknya akan membawa aspirasi ini untuk dibicarakan dengan pemerintah pusat.

“Kita inginkan agar saran organisasi profesi ini bisa didengarkan. Kami berharap pemerintah pusat bisa mencarikan win-win solusi. Bukan cari benar dan salah utamanya mengakomodir 13 masukan dan desakan organisasi profesi,”ungkap Wawali.

Secara umum 5 organisasi profesi kesehatan ini mendesak agar pembahasan RUU omnibus law kesehatan ini dihentikan atau menunda pembahasannya dengan kembali duduk bersama dengan organisasi profesi.

Adapun 12 alasan untuk menghentikan RUU omnibus law kese ini antara lain.

Penyusunan RUU Omnibus Law Kesehatan cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup, tanpa partisipasi masyarakat sipil dan organisasi profesi.

Mengancam keselamatan rakyat dan hak rakyat atas pelayanan kesehatan yang bermutu dan dilayani oleh tenaga kesehatan yang memiliki etik dan moral yang tinggi.

Mengabaikan Hak masyarakat atas fasilitas pelayanan kesehatan yang layak, bermutu dan manusiawi.

Berpihak pada investor dengan mengabaikan hak-hak masyarakat, hak-hak tenaga medis dan tenaga kesehatan akan perlindungan hukum dan keselamatan pasien.

Mempermudah mendatangkan tenaga kesehatan asing yang berpotensi mengancam keselamatan pasien.

Pendidikan kedokteran untuk menciptakan tenaga kesehatan murah bagi industri kesehatan sejalan dengan masifnya investasi.

Sentralisma kewenangan menteri kesehatan yaitu kebijakan ditarik ke kementerian kesegatan tanpa melibatkan masyarakat, organisasiorofesi mencederai semangat reformasi.

Sarat kriminalisasi terhadap lembaga kesehatan dengan dimasukan pidana penjara dan denda yang dinaikan hingga 3 kali lipat.

Pelemahan peran dan independensi konsil kedokteran indonesia dan konsil tenaga kesehatan indonesia dengan berada dan bertanggungjawab kepada menteri (Bukan kepada presiden lagi).

Kekurangan tenaga kesehatan dan Permasalahan maldistribusi adalah kegagalan pemerintah bukanlah kesalahan organisasi profesi.

Mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing tanpa kompetensi, keahlian dan kualifikasi yang jelas.

Mengancam ketahanan bangsa serta mengkebiri peran organisasi profesi yang telah hadir untuk rakyat.(TIM).

Pos terkait