BANGGAI, CS – Aroma bagi-bagi jatah fee di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Banggai, pada proyek APBD tahun 2023, mulai terendus.
Beberapa sumber mengakui, untuk mendapatkan pekerjaan yang dianggarkan melalui APBD Kabupaten Banggai, para kontraktor selaku rekanan penyedia jasa harus siap memberikan fee yang jumlahnya bergantung pada besaran nilai kontrak.
Kepada wartawan Channelsulawesi.id, meski tak menyebut langsung siapa nama oknum dan OPD yang meminta fee tersebut, salah seorang kontraktor mengakui jika ingin mendapatkan proyek yang bersumber dari APBD, harus menyetor fee.
Bahkan lebih parahnya, selain nominal fee yang yang dianggap besar nilainya, para kontraktor terkadang didesak untuk memberikan sebelum proyek tersebut dikerjakan.
Menanggapi adanya informasi tersebut, Koordinator Aliansi Generasi Peduli Kearifan Lokal (AGPKL) Hasrudin Laseni, S.Ak mengatakan, harusnya jatah fee tersebut tidak perlu diberikan, karena hanya menguntungkan secara peribadi oknum. Apalagi jika itu sampai melibatkan persetujuan pimpinan di tempat oknum tersebut bekerja.
Berkaitan dengan besaran fee yang terkadang tidak sesuai dan menyengsarakan pihak kontraktor sebagai rekanan penyedia jasa, Rudin sapaannya menegaskan, harus ada tindakan efek jera agar tidak merugikan keuangan daerah.
Meski sudah bukan rahasia lagi, setor fee seolah merupakan kewajiban bagi setiap kontraktor yang merupakan rekanan. Hanya saja, perlu ditiadakan karena dianggap sebagai bentuk Gratifikasi.
Sebab tingginya setoran fee kata Rudin, bisa berdampak pada kualitas pekerjaan. Sehingga jangan heran jika ada bangunan yang belum lama dibuat, sudah rusak.
“Masalah fee ini harus diseriusi. Jangan sampai jadi tradisi yang tidak baik bagi kinerja ASN di daerah ini. Apalagi ini sudah mulai masuk proses tender dan pelaksanaan kegiatan APBD tahun 2023,” tandas mantan Ketua Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Banggai 2018-2019.
Sebagaimana disebutkan dalam website resmi KPK.go.id, yang mengatur tentang Gratifikasi yakni, Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001. Berbunyi, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,
Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.
Penjelasan Aturan Hukum, Pasal 12 UU No. 20/2001: Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
Sanksi, Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001 Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. (AMLIN)