Kasus Pengerukan Pasir Pantai Desa Teku Kembali Dipertanyakan, Rudin : Pelaku Harus Bertanggung Jawab

BANGGAI, CS – Kelanjutan kasus pengerukan pasir pantai di Desa Teku, Kecamatan Balantak Utara, yang menyeret nama Rocky Martianus big bos PT Teku Sirtu Utama (TSU), kembali dipertanyakan. Dimana kasus tersebut seolah lenyap bagai ditelan bumi.

Mantan Ketua Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Banggai, Hasrudin Laseni, menegaskan, jika kasus pengerukan pasir pantai tersebut tidak bisa didiamkan dan kasus ini harus diusut sampai tuntas agar bisa memberikan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan.

Bacaan Lainnya

Sebab tegas Rudin, sudah sangat jelas instrumennya berdasarkan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, terdapat sanksi hukum jika tidak memiliki izin usaha pertambangan.

Dalam Pasal 158 diatur bahwa sanksi hukum ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 Ayat 3, Pasal 48, Pasal 67 Ayat 1, Pasal 74 Ayat 1 atau Ayat 5 akan dipidana dengan pidana penjara maksimal sepuluh dan atau denda maksimal Rp 10 Miliar.

Untuk pengerukan pasir pantai tanpa ijin, ada aturan yang lebih spesifik yang melarangnya. Yakni Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 direvisi Undang-undang nomor 1 tahun 2014.

Dimana pada pasal 35 Ayat 1, disebutkan melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan atau pencemaran lingkungan dan atau merugikan masyarakat sekitarnya.

“Dalam Pasal 35 aturan itu, jelasnya, telah dilarang melakukan penambangan pasir, karena hal itu dapat merusak ekosistem perairan. Pengerukan pasir pantai yang diduga ilegal merupakan tindak pidana, bukan aduan. Sehingga kami mendesak aparat hukum memprosesnya,” tegasnya.

Jika kasus pengerukan pasir yang sempat menghebohkan warga Desa Teku karena menjadi polemik saat itu kini seolah didiamkan oleh aparat penegak hukum. Jika itu terjadi, maka bisa saja ada kesan pilih kasih dan melindungi sang pengusaha dari jeratan hukum yang sudah jelas melanggar undang-undang yang sudah ada.

Informasi yang berhasil dihimpun melalui masyarakat setempat, bahwa Rocky Martianus selaku pengusaha sirtu diduga telah melakukan aktifitas pengerukan pasir pantai menggunakan alat berat jenis excavator tanpa memiliki ijin atau dokumen pengolahan, sekitar bulan Juli dan Agustus tahun 2022 lalu.

Pengerukan ratusan kubik pasir pantai tersebut dilakukan hanya mendasari persetujuan pemerintah desa setempat, dengan kompensasi Rp. 20 ribu untuk setiap pemuatan kapasitas 10 kubik menggunakan kendaraan milik perusahaannya. (AMLIN)

Pos terkait