SULTENG,CS – Anggota Komisi II DPRD Sulteng  Suryanto menyoroti kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang mengharuskan menyatukan antara Perda retribusi dan Perda pajak. Kondisi itu menurutnya menyebabkan simpang siur, apakah nantinya retribusi tersebut masuk kedalam pajak atau dibuatkan Perda tersendiri.

Selain itu Suryanto juga menyoroti kewenangan pemerintah pusat terkait dana bagi hasil yang dianggap tidak sesuai dengan harapan di daerah khususnya di Sulteng yang notabene selaku pemilik wilayah.

Demikian Suryanto saat Komisi II DPRD Sulteng berkonsultasi tentang Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) penyelenggaraan penarikan retribusi pada labu jangkar di Direktorat  Perhubungan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI, Kamis 9 November 2023.

Anggota Komisi-II DPRD Sulteng Irianto Malinggong mengemukakan, banyak peraturan daerah (Perda) menyangkut retribusi dan perizinan yang ditarik pemerintah pusat. Penarikan itu menurutnya berdampak pada berkurangnya potensi Pendapatan Asli Daerah (Daerah) di daerah-daerah utamanya Sulteng.

“Selama ini sudah banyak Perda menyangkut retribusi dan perizinan yang ditarik ke pusat sehingga membuat PAD di daerah semakin sempit atau mengecil,”ungkap Irianto Malinggong dalam kunjungan kerja komisi II di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI, Kamis 9 November 2023.

Dia mengatakan, potensi yang dimiliki Sulteng menjadikan daerah ini sebernarnya daerah terkaya di Indonesia. Yang dulunya hanya mengandalkan sektor pertanian dan kelautan, kini potensinya sudah begitu banyak. Mulai dari sektor pertambangan nikel, minyak, emas, batu, dan lain-lain.

Irianto Malinggong menyebut, saat ini pihaknya sedang menggenjot Raperda terkait masalah penarikan retribusi pada labu jangkar pada setiap kapal yang melakukan operasi atau yang berlabuh di area perairan pelabuhan di wilayah Sulteng. Raperda tersebut merupakan inisiatif Komisi-II DPRD Sulteng yang nantinya akan masuk dalam Raperda diluar Propemperda. Dengan harapan Raperda ini dapat meningkatkan sumber PAD Sulteng secara signifikan.

Selain Irianto Malinggong, kunjungan ini juga diikuti anggota komisi II lain, H Suryanto, Muslih, H Ady Pitoyo dan Hj Halimah Ladoali. Mereka diterima Direktur Perhubungan Cpt Jaja bersama tiga stafnya, Joko, Hendri, dan Anggoro serta Sub Kordinator Perhubungan,Taufik.

Direktur Perhubungan Cpt Jaja bersama beberapa stafnya yang ikut dalam pertemuan tersebut menyampaikan bahwa terkait izin penarikan labuh jangkar untuk retribusi peningkatan PAD.

Karena area labuh jangkar itu merupakan fasilitas pokok dalam zona perairan untuk sebuah pelabuhan yang sudah memiliki izin rasional dari pemerintah. Karena itu ada beberapa jenis pelabuhan yakni pelabuhan utama, pelabuhan regional, dan pelabuhan lokal.

“Jadi secara hirarki bahwa semua itu melekat pada kewenangan pemerintah pusat,”jelasnya.

Akan tetapi menurut Jaja, jika ingin melakukan sebuah inovasi untuk melakukan penarikan retribusi pada sektor kepelabuhanan, maka itu hanya bisa pada skala lokal saja atau regional. Dengan ketentuan pelabuhan tersebut harus daerah sendiri yang membuatnya dan dikelola sendiri. Serta semua itu sifatnya hanya berlaku antar lintas kabupaten saja dan tidak berlaku pada lintas provinsi atau skala nasional.

“Jadi terkait masalah retribusi labuh jangkar tersebut sampai saat ini belum ada daerah yang menerapkan dan hal itu masih di bawah kewenangan pusat,”pungkasnya (**)