PALU,CS – Sampai dengan 1 Desember 2023, cakupan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) telah mencapai 100,66persen dari total Jumlah penduduk pada semester I tahun 2023, dengan keaktifan peserta mencapai 81,96persen dari jumlah penduduk.

Adapun jumlah penduduk Sulteng pada semester 1 tahun 2023 sebanyak 3.123. 662 jiwa dengan total peserta JKN aktif di Sulteng sebanyak 2.560.005 atau 81,96 persen.  Total penduduk Sulteng yang terdaftar sebanyak 3.144.209 atau 100.66 persen dan penduduk yang belum terdaftar JKN sebanyak 20.547 atau 0,66 persen.

Dalam data BPJS kesehatan Cabang Palu, jumlah peserta JKN menunggak sebanyak 165.880 peserta dengan jumlah peserta JKN mutasi (non aktif) sebanyak 418.324.

Jumlah cakupan peserta JKN dalam data yang ada menunjukkan lebih besar dari pada jumlah penduduk. Hal ini terjadi lantaran adanya mutasi peserta JKN yang terdaftar di luar daerah namun mutasi ke Sulteng.

Selanjutnya, hingga 31 November 2023 daftar tunggakan segmen PBPU sebagai berikut.

Dihitung berdasarkan kelas, total piutang sebesar Rp119,6 miliar lebih dengan jumlah peserta sebanyak 129.925 peserta. Terdiri dari kelas 1 sebanyak 14.187 peserta dengan piutang sebesar Rp32,9 miliar lebih. Kelas 2 sebanyak 22.012 peserta dengan piutang sebesar Rp34,4 miliar lebih dan kelas 3 sebanyak 93.726 peserta dengan piutang sebesar Rp52,2 miliar lebih.

Sedangkan jumlah total piutang berdasarkan jumlah peserta per kabupaten dan kota di Sulteng sebesar Rp199,6 miliar lebih dari total peserta sebanyak 129.917 peserta, antara lain;

Kabupaten Buol dengan peserta sebanyak 4.995 dan piutang sebesar Rp5,8 miliar lebih

Kabupaten Donggala dengan peserta sebanyak 20.040 dan piutang sebesar Rp14,4 miliar lebih

Kabupaten Parigi Moutomh dengan peserta sebanyak 26.178 dan piutang sebesar Rp20,7 miliar lebih.

Kabupaten Poso dengan peserta sebanyak 8.605 dan piutang sebesar Rp8,6 miliar lebih.

Kabupaten Sigi dengan jumlah peserta sebanyak 19.616 dan piutang sebesar Rp16,4 miliar lebih

Kabupaten Tolitoli dengan jumlah peserta sebanyak 14.281 dddan piutang sebesar Rp13,2 miliar lebih dan Kota Palu dengan peserta sebanyak 36.202 dan piutang sebesar Rp40,2 miliar lebih.

Dari total piutang tersebut, terhitung jumlah tunggakan sebesar Rp114,9 miliar lebih.

Kepala BPJS Cabang Palu HS Rumondang Pakpahan, menjelaskan prihal tunggakan peserta JKN ini pada keterangan pers, Jumat 8 Desember 2023 di Palu. Menurutnya BPJS kesehatan pada prinsipnya memiliki mekanisme untuk memudahkan pembayaran tunggakan iuran tersebut. Salahsatunya melalui program Rencana Pembayaran Iuran Bertahap (Rehap).  Rehap adalah program yang memberikan keringanan dan kemudahan bagi peserta segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang memiliki tunggakan iuran untuk dapat melakukan pembayaran iuran secara bertahap.

Namun pada bagian lain BPJS kesehatan juga memiliki kebijakan pembayaran yang lebih ringan kepada peserta yang menunggak lebih dari 2 tahun atau lebih 24 bulan.  Rumondang Pakpahan mencontohkan, jika ada seorang peserta yang yang tunggakan telah mencapai 3 tahun atau lebih, maka peserta tersebut cukup membayar tunggakannya selama 2 tahun atau 24 bulan agar kepesertaannya bisa diaktifkan kembali.

“Kalau menunggaknya lebih dari dua tahun atau lebih dari 24 bulan, maka peserta tersebut, supaya kepesertaannya bisa aktif, hanya cukup bayar 24 bulan saja ditambah bulan berjalan. Dan setelah peserta itu telah membayar tunggakannya, maka hitungan penagihan iurannya akan dimulai lagi dari Nol. Seperti pom bensin dimulai dari nol,”paparnya

Selanjutynya terkait program Rehap. Sejauh ini menurut Rumndang, peserta yang mengikuti program Rehap tersebut jumlahnya lebih kecil dari pada jumlah peserta yang menunggak. Situasi tersebut menurutnya tidak memengaruhi secara signifikan terhadap upaya peserta untuk membayar tunggakannya.

Dia berpendapat, dua hal yang kemungkinan memengaruhi peserta JKN sehingga terjadi tunggakan iuran. Pertama soal kesadaran peserta JKN itu sendiri untuk membayar iuran dan terkait kemampuan secara ekonomi yang belum memadai.

“Sebenarnya keinginan dan kesadaran peserta untuk membayar yang tidak ada atau bisa jadi kemampuan secara ekonomi yang memang belum mampu. Apakah kesadaran yang belum ada, atau memang pesertanya yang belum mampu untuk membayar. Dua ini saja,”demikian Rumondang Pakpahan (TIM).