SULTENG,CS – DPRD Sulteng terpaksa menunda Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama management PT IMIP dan PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS). Pasalnya utusan kedua perusahaan yang hadir dalam RDP dianggap tidak kompeten memberikan jawaban secara teknis. Utusan juga dianggap bukan pihak yang dapat mengambil keputusan.
RDP lengkap sedianya digelar Kamis 11 Januari 2024 di ruang sidang utama DPRD Sulteng. Namun yang hadir mewakili perusahaan bukan pengambil kebijakan melainkan perwakilan perusahaan di Kota Palu.
Padahal DPRD Sulteng membutuhkan informasi detail sekaitan dengan teknis operasional PT ISS sekaligus standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perusahaan tersebut menyusul terjadinya kecelakaan kerja yang menewaskan belasan karyawan pada 24 Desember 2023 silam.
Hidayat Pakamundi dalam kesempatan itu menyatakan RDP ini tidak maksimal karena informasi yang didapat tidak komprehensif berkaitan standar K3 perusahaan.
“Yang hadir hanya perwakilan PT IMIP. Kita mau mempertanyakan seperti apa K3 perusahaan.Harusnya undangan yang hadir itu yang berkompeten agar informasi dan pengambilan keputusan bisa dilakukan,”kata Hidayat.
Wakil Ketua III DPRD Sulteng, Muharram Nurdin, mengatakan, PT IMIP kiranya bisa menghargai dengan baik undangan dari DPRD. Paling tidak, kata dia, mengutus beberapa orang yang berkompeten, bukan hanya sekadar dari kantor perwakilannya di Kota Palu.
“Karena ini soal pengambilan keputusan dan lain-lain soal teknis K3 perusahaan,” kata Muharram.
Karena yang hadir dianggap tidak bisa mewakili atau menjelaskan soal-soal teknis, maka diusulkan agar dibentuk sebuah Panitia Khusus (Pansus) yang nantinya membahas terkait itu.
“Karena itu kita minta komisi IV sebagai leading sektornya untuk mengusulkan kepada pimpinan bahwa untuk menangani kasus kecelakaan di Morowali, sebaiknya dibentuk pansus,” katanya.
Pansus nantinya ingin melihat bagaimana sistem K3 di perusahaan tersebut, kenapa bisa banyak korban, dan antisipasinya.
“Ini kan kerja di daerah yang resiko tinggi, tentu kan ada ketentuan-ketentuan K3-nya seperti apa. Nah itu yang kita mau lihat apakah memang itu diterapkan atau tidak,” jelasnya.
Dia menambahkan, pihaknya juga ingin mengetahui secara detail terkait santunan kepada korban yang dikabarkan sebesar Rp600 juta.
Sejauh ini pekerja tersebut hanya terdaftar di BPJS ketenagakerjaan. Jangan sampai perusahaan hanya berlindung di BPJS.
“Apakah uang Rp600 juta itu hanya dari BPJS. Kan ini sepertinya bukan kelalaian pekerja, makanya ini yang akan kita lihat, apakah ini kelalaian dari awal, karena kita tahu ini ada risiko yang tinggi. Bagaimana K3-nya dengan kondisi seperti itu,”ujarnya.
Dalam Pansus nanti, DPRD juga akan melibatkan pengawas tenaga kerja yang saat ini diketahui jumlahnya juga sangat kurang. Tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang ada demi mengantisipasi kejadian ini jangan sampai terulang di masa mendatang (TIM).