TOLITOLI,CS – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tolitoli akhirnya mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung (MA) untuk menyikapi vonis bebas yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tolitoli kepada terdakwa dugaan persetubuhan anak yakni Kepala Desa (Kades) Bajugan.
“Kita sudah melakukan pengajuan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung. Itu pada tanggal 6 Februari 2024 kemarin,” ungkap Kajari Tolitoli, Albert P Napitupulu kepada wartawan, Rabu 7 Februari 2024.
Kajari sebelumnya mengungkap sejumlah fakta dalam persidangan yang dianggap janggal. Mulai dari anak yang menjadi korban dugaan persetubuhan yang terkesan sengaja menghilang pada awal-awal persidangan. Namun kemudian dimunculkan kembali ketika proses pembacaan tuntutan telah selesai dilakukan.
Kehadiran korban dalam persidangan pun ungkap Kajari justru hanya untuk menarik semua keterangannya yang telah dibuat dalam Berita Acara Perkara (BAP) penyidik kepolisian. Korban tiba-tiba menarik dan membantah semua tuduhan perlakuan terdakwa kepada dirinya. Meski saat itu korban sendiri dalam kondisi menangis seperti mengalami tekanan.
Padahal dalam BAP, korban sudah bersumpah dan dengan jelas mengaku telah mengalami unsur persetubuhan atau pencabulan. Keterangan korban juga diperkuat keterangan saksi lain yang melihat.
JPU sebenanrnya telah menghadirkan semua saksi baik yang melihat peristiwa hingga seluruh bukti terkait sebagaimana dalam BAP. Lalu berusaha menghadirkan korban dalam sidang. Namun korban tidak pernah hadir meski telah beberapa kali dilakukan upaya pemanggilan.
“Saat sidang korban sudah dipanggil tiga kali. Saat kita ke rumah korban, ternyata korban sudah meninggalkan desa Bajugan. Bahkan kami sempat melakukan pencarian,”ungkapnya.
Setelah tiga kali dipanggil, korban ternyata belum juga ditemukan. Maka pihaknya harus mengejar waktu persidangan yang telah dijadwalkan untuk segera mengajukan pembacaan perkara ke majelis hakim . Awalnya majelis hakim setuju dengan BAP. Dan meski terdakwa menyangkal, namun ada beberapa bukti lain yang disiapkan baik saksi yang melihat dan bukti surat lainnya
Proses kemudian berlanjut pada pengajuan tuntutan dengan sejumlah alat bukti. Saksi dan keterangan korban yang tidak dibacakan dan terdakwa dituntut 12 tahun. Setelah itu, proses berjalan seperti biasanya. Dimana terdakwa mengajukan pledoi dan dijawab JPU melalui replik lalu dijawab lagi dengan Duplik.
Saat terdakwa mengajukan duplik dalam persidangan, sebenarnya proses pembuktian sudah selesai, baik saksi dan alat bukti lainnya. JPU juga telah membaca tuntutan karena semua pembuktian ada dalam surat tuntutan
Setelah JPU membacakan tuntutan dengan mamasukkan pertimbangan, keterangan korban yang sudah disumpah oleh penyidik saat pemeriksaan. Kuasa hukum tiba-tiba memohon kepada majelis hakim untuk menghadirkan korban.
Pada saat pengacara menghadirkan korban, sebenarnya pihak JPU beber Kajari menolak. Karena ini sudah masuk pada tahap agenda pembelaan. Majelis saat itu juga langsung mengagendakan pembacaan putusan.
“Saat kita ajukan penolakan terhadap keterangan korban. Karena saat memberi keterangan, korban menarik semua keterangan dalam BAP. Dengan mengatakan dia tidak pernah mendapat perlakuan yang disangkakan terhadap terdakwa. Tapi saat itu korban posisinya menangis seperti ketakutan,”ungkap Kajari lagi.
Ditanya apakah ada unsur intimidasi terhadap korban? Kajari mengaku menyerahkan asumsi itu kepada masyarakat.
“Kalau tidak kenapa -kenapa, kenapa harus lari. Sesuatu yang janggal, kenapa kok PH menghadirkan dan harusnya koordinasi ke JPU. Pada saat korban menarik, kami tegas menolak keterangan itu karena agendanya bukan lagi pembuktikan sudah lewat,”jelasnya.
Pada akhirnya lanjut Kajari, majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah.
“Nah, ini yang jadi masalah karena ada bukti dan saksi lain yang melihat kejadian perbuatan terdakwa terhadap korban,”paparnya.
Kejanggalan lain tambah Kajari, bahwa dalam persidangan orang tua korban mengaku tidak bisa berbahasa Indonesia dan hanya bisa bahasa Bugis. Sehingga pada saat persidangan, pihak pengadilan menghadirkan penerjemah.
“Tapi faktanya dalam video yang diperlihatkan masyarakat kepada kami saat aksi unjuk rasa, orang tua korban ternyata bisa bahasa Indonesia,”ungkapnya Kajari.
Namun begitu pihaknya ucap Kajari menghormati putusan pengadilan. Tetapi akan ada langkah Kejaksaan untuk melakukan upaya hukum terkait putusan itu agar bisa diperiksa kembali oleh Mahkamah Agung.
Karena sepengatahuan Kajari, dalam sistem tata acara yang biasa dijalankan, yang namanya proses tuntutan itu sebenarnya proses pembuktian sudah selesai.
“Ini agendanya terbalik walau hak majelis untuk itu. Tapi ini tidak biasa. Bagaimana kami JPU untuk bisa mengajukan tuntutan lagi. Kami tidak sependapat dengan proses itu. Makanya kami akan ajukan kasasi,”pungkasnya.
Sebelumnya pada Kamis 1 Februari 2024 Majelis Hakim PN Tolitoli memvonis bebas Kades Bajugan yang menjadi terdakwa dengan perkara persetubuhan anak di bawah umur. Majelis Hakim dalam perkara ini antara lain Arri Djami, ( Ketua majelis hakim Arri Djami, hakim anggota 1, fathan Fakhir Sriyadi SH dan hakim anggota II Yudith Fitri Dewanty SH (TIM)