PALU,CS – Pemerintah Kota (Pemkot) Palu tidak akan mundur dan tetap mengoptimalkan penerapan pajak daerah sebesar 10 persen terhadap pelaku usaha restoran dan warung makan.
Sebab penerapan pajak tersebut merupakan amanat Undang-Undang (UU) nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
UU tersebut kini bahkan telah dibreak down menjadi Peraturan Daerah (Perda) nomor 9 tahun 2023 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Sekretaris Kota (Sekkot) Palu Irmayanti Pettalolo dalam keterangan pers, Rabu 21 Februari 2023 menegaskan, jika berbicara UU, maka ketentuan tersebut bersifat wajib. Yang jika diabaikan bisa berkonsekuensi sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Sekkot menuturkan, aturan pengenaan tarif pajak tersebut tidak lahir pada pemerintahan Wali Kota Palu Hadianto Rasyid. Melainkan perintah UU.
Ketentuan itu mulai berlaku sejak tahun 2009 melalui UU nomor 8 tahun 2009 tentang pajak daerah. Kemudian saat itu ditindaklanjuti dengan Perda nomor 1 tahun 2011 tentang pajak dan retribusi daerah.
“Aturan ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 2011, namun Pemkot Palu baru mengoptimalkan tahun 2022 karena banyak pelaku usaha belum optimal membayar pajak tersebut,”paparnya.
Sekkot mengaku saat ini memang ada penolakan dari asosiasi pedagang kuliner. Terkait hal ini, pihaknya berencana mengundang asosiasi untuk menjelaskan prinsip pengenaan tarif tersebut.
“Pemkot Palu akan terus menyosialisasi dan penegakan aturan karena ini memang kewajiban. Pemkot telah membentuk 82 tim untuk penegakan Perda. Kita ingin pastikan pelaku usaha melaksanakan kewajiban. Karena jika tidak, maka akan ada peringatan hingga sanksi penutupan usaha,”tegasnya.
Menurut Sekkot, pajak sifatnya memaksa karena aturan ini memang kewajiban. Apalagi sejauh ini sejumlah pelaku usaha tidak mempermasalahkan tarif pajak tersebut.
Kepala Badan Pendapatan Daerah Kota Palu, Eka Komalasari menerangkan, pihaknya sebenarnya telah maksimal mensosialisasi aturan ini ke pelaku usaha.
“Sebenarnya tidak semua menolak hanya PKL dan kuliner karena mereka faham ini akan dibebankan ke konsumen bukan ke pelaku usaha,”jelasnya.
Eka berharap masyarakat bisa memahami penerapan aturan tersebut sebagai konsekwensi atas usaha yang mereka jalankan di Kota Palu.
Dia menambahkan sejak mulai dioptimalkan, penerimaan daerah dari sektor pajak ini sudah menggambarkan peningkatan. Tahun 2023 silam pihaknya menargetkan sebesar Rp35 miliar dan terealisasi sepenuhnya.
Sedangkan tahun 2024 ini ditarget sebesar Rp75 miliar. Trend partisipasi pembayaran pajak terlihat naik karena hingga Februari 2024 sudah terealisasi sebesar Rp5 miliar.
Perancang peraturan perundang undangan Kanwil KemenkumHAM Sulteng, Samuel yang ikut hadir dalam keye pers tersebut menambahkan, sejak berlakunya UU baru nomor 1 tahun 2022, maka secara otomatis UU lama yang mengatur soal pajak daerah itu akan dicabut.
Selanjutnya jika berbicara Perda yang lahir dari UU baru, maka muatannya akan berubah hampir 50 persen.
Kepala Bidang Pendapatan 1 Bappeda Palu memastikan tidak ada lagi pelaku usaha yang tidak mengetahui aturan baru tersebut. Pihaknya mengaku sudah menyosialisasikan itu termasuk pada asosiasi pedagang kuliner.
Dia menegaskan, Pemkot Palu tidak akan mundur untuk menegakkan aturan tersebut, meski memang masih terdapat beberapa pelaku usaha yang merasa berat. Apalagi aturan ini memang berlaku di seluruh Indonesia. (TIM).