Warga Topogaro Minta Batalkan MoU Tukar Aset Sepihak antara BTIIG/IHIP dan Pemda Morowali, Jalan Diblokade

MOROWALI, CS – Sejak 11 Juni 2024, Masyarakat Desa Topogaro telah mengambil sikap tegas dengan memblokade jalan di koridor Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP), mulai Selasa 11 Juni 2024.

Aksi ini merupakan respons terhadap MoU Tukar Aset yang dianggap merugikan, dilaksanakan sepihak oleh BTIIG dan Pemerintah Daerah Morowali. Masyarakat menegaskan bahwa blokade akan berlanjut sampai tuntutan pembatalan MoU ini terpenuhi.

Bacaan Lainnya

Peristiwa ini terungkap melalui video yang menjadi viral, Jum’at 14 Juni 2014 malam. Dimana perwakilan legal eksternal IHIP, Riski, terlihat membacakan MoU antara BTIIG dan Pemda Morowali.

Dokumen tersebut berisikan penjelasan terkait dengan pertukaran aset daerah di desa tersebut, dengan jasa proyek penimbunan lahan untuk perluasan Bandara Maleo Morowali oleh pihak BTIIG.

BTIIG mengklaim hak atas jalan Desa Topogaro berdasarkan MoU tersebut. Namun, masyarakat lokal menyatakan bahwa mereka tidak pernah diberikan informasi atau dilibatkan dalam kesepakatan itu.

Ketika perwakilan pemerintah desa mencoba memperoleh salinan MoU dan klarifikasi mengenai status jalan pada hari berikutnya, mereka ditolak oleh BTIIG yang menyatakan dokumen tersebut rahasia dan menegaskan kepemilikan sepenuhnya atas jalan Desa Topogaro-Folili sesuai dengan MoU tersebut.

Atas dasar itu, perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil Sulawesi Tengah, Richard Fernandez Labiro dari Yayasan Tanah Merdeka mengatakan, melihat MoU Tukar Aset sepihak antara BTIIG/IHIP dan Pemda Morowali sebagai contoh konkret dari perampasan tanah yang didorong oleh kebijakan pro-investasi asing, regulasi tanah yang lemah, dan ketidakjelasan hak kepemilikan lokal.

“Hal ini mencerminkan praktik land grabbing yang menyalahi prinsip-prinsip hukum dan kebijakan yang adil. Kami menuntut pembatalan MoU ini, keterlibatan penuh DPRD dalam pengambilan keputusan terkait, serta penegakan hukum yang ketat untuk menjaga keadilan bagi masyarakat Desa Topogaro” tegas Richard.

Senada dengan Richard dari YTM, Wahana lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah, juga menilai bahwa pemerintah telah melanggengkan kejahatan struktural untuk mengakomodir kepentingan perusahaan Tiongkok dan untuk kepentingan pribadi dengan dalil kesejarahan rakyat. Sisi lain, dalam proses mendorong perusahaan untuk beraktivitas, masyarakat tidak pernah dilibatkan dan ditanyakan apakah setuju dan tidaknya masuknya perusahaan tersebut.

Sehingga di lapangan terbukti praktik buruk yang telah dilakukan perusahaan ini ialah 36 hektar sawah yang terendam air sehingga hal tersebut berdampak langsung terhadap kepada petani. Jelas Wandi, pengkampanye Walhi Sulteng.

Disisi lain sebagai tanggapan, BTIIG mengirim surat somasi kepada empat warga yang terlibat dalam blokade. Kejadian serupa juga terjadi sebelumnya, ketika petani yang tergabung dalam Aliansi Pemberdayaan Masyarakat Lingkar Industri memblokade jalan tani, yang berujung pada penerbitan surat penggunaan aset daerah oleh Dinas PU pada September 2023, yang kemudian dijadikan dasar somasi oleh BTIIG.

Menyikapi tindakan Pj Bupati Morowali dan pihak BTIIG yang terkesan sepihak dalam mengambil kebijakan serta diduga melakukan pelanggaran, yang mana dalam ketentuan Peraturan Perundang – Undangan yakni dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Wali Kota menjelaskan Pj Bupati dalam melaksanakan tugas dan wewenang dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya. Selain itu, mekanisme pelepasan atau pemindahtanganan asset daerah diduga tidak melibatkan DPRD Kabupaten Morowali sebagai bentuk peran pengawasan dalam setiap kebijakan daerah.

Selain Walhi Sulteng, solidaritas terhadap masyarakat Desa Topogaro juga disampaikan oleh, Doni Moidady selaku Kordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria. Menurutnya, Solidaritas untuk masyarakat Topogaro yang sedang mempertahankan haknya, bagaimanapun Pemda mesti berpihak kepada warga Desa Topogaro yang dijamin dalam konstitusi apalagi ini terkait fasilitas umum atau publik.

Adapun dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng menilai, apa yang dilakukan oleh Pemda Morowali dan perusahaan BTIG telah mengabaikan partisipasi masyarakat. Harusnya dalam pengambilan keputusan masyarakat dilibatkan, karena yang  akan merasakan dampak dari aktivitas tersebut adalah masyarakat.

“Perlu adanya keterbukaan informasi terkait MoU yang di lakukan oleh perusahaan dan Pemda,” tegas juru kampanye JATAM Sulteng, Tauhid.

Masyarakat menyerukan transparansi dan keadilan dalam setiap proses pengambilan keputusan yang berdampak pada hak dan kehidupan warga.

Olehnya, masyarakat mendesak :

1. Pembatalan MoU yang dilakukan sepihak antara Pemda Morowali dan BTIIG/IHIP.

2. DPRD Morowali agar proaktif dalam menjalankan fungsi pengawasan terkait tindakan yang dilakukan oleh Pj Bupati Morowali.

3. Penegak hukum untuk menyelidiki  dugaan gratifikasi yang melibatkan PJ Bupati Morowali.

“Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang transparan dan sosialisasi yang memadai sebelum terjadi perubahan yang signifikan dalam kehidupan mereka. Kami menolak segala kebijakan yang berpotensi melemahkan perjuangan serta hak-hak masyarakat lingkar industri,” tandas Tauhid. **

Pos terkait