PALU, CS – PT. Hastari Nawasena Energi (HNE), sebuah perusahaan yang berencana melakukan investasi pertambangan batu di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, diduga menjadi korban penipuan terkait kepemilikan lahan.
Kasus ini terjadi pada Maret 2023 di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, dan telah dilaporkan oleh pihak PT. HNE ke Polda Sulawesi Tengah pada 26 Januari 2024, dengan nomor laporan LP/B/25/I/2024/SPKT/Polda Sulteng.
Menurut Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Sulawesi Tengah, AKBP Sugeng Lestari, perkembangan kasus ini telah memasuki tahap penyidikan setelah dilakukan penyelidikan dan Gelar Perkara pada Selasa, 6 Agustus 2024.
“Hasil dari Gelar Perkara menunjukkan bahwa kasus ini akan ditingkatkan ke tahap penyidikan,” ujar AKBP Sugeng Lestari di Palu, Kamis 8 Agustus 2024.
Kasus ini bermula ketika PT. HNE bertemu dengan seorang pria bernama ASP, yang mengklaim memiliki lahan seluas 50 hektar yang diduga milik kelompok tani, dengan bukti berupa 27 exemplar Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT). Karena lahan tersebut sesuai dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT. HNE, kedua pihak sepakat untuk membuat perjanjian sewa lahan selama 10 tahun dengan nilai kontrak sebesar Rp 1,5 miliar.
Namun, dalam perkembangannya, PT. HNE menemukan bahwa lahan tersebut ternyata sudah bersertifikat, dan SKPT yang ditunjukkan oleh ASP tidak teregistrasi di desa setempat.
“Lahan yang diklaim oleh ASP ternyata sudah memiliki alas hak berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), dengan 26 SHM berada di Desa Korololaki, dan 7 SHM serta 2 SKPT berada di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara,” jelas AKBP Sugeng.
Dalam proses penyelidikan, polisi telah memeriksa 19 orang saksi terkait dugaan penipuan dan/atau penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP. PT. HNE juga telah mencoba melakukan somasi kepada ASP untuk mengembalikan uang yang telah diserahkan, namun upaya tersebut tidak diindahkan oleh ASP, sehingga perusahaan memutuskan untuk menempuh jalur hukum.
Kasus ini menambah daftar panjang konflik agraria di wilayah Sulawesi Tengah, terutama di daerah yang menjadi sasaran investasi industri ekstraktif. Pihak berwenang diharapkan dapat menyelesaikan kasus ini dengan adil dan transparan, serta mencegah terjadinya kejadian serupa di masa mendatang. *
YAMIN