BANGGAI, CS – Kasus pemberhentian sementara terhadap Kepala Desa Petak, Kecamatan Nuhon, Syamsu Labukang, mendapat respon dari salah seorang pemerhati Pilkada Kabupaten Banggai, Makmur Manesa.
Menurut mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Banggai, tersebut, bahwa adanya Surat Keputusan (SK) pemberhentian sementara terhadap kepala desa, merupakan kewenangan Bupati selaku kepala daerah.
Namun pemberhentian sementara, merupakan bagian dari penerapan sanksi terhadap yang bersangkutan ketika melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
“Surat Keputusan pemberhentian sementara itu merupakan kewenangan Bupati, tentunya dengan berbagai pertimbangan dan alasan yang jelas didasari pada regulasi,” kata Makmur kepada ChannelSulawesi.id, Rabu 13 November 2024.
Mengenai dugaan bahwa pemberhentian sementara tersebut dianggap tidak sesuai prosedur sebagai mana disampaikan warga saat melakukan aksi penolakan di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banggai, Selasa 12 November, kemarin, ia menjawab, itu merupakan hak mereka ketika merasa ada kejanggalan pada SK tersebut.
Namun nilai Makmur, bahwa Bupati dalam mengambil setiap keputusan, sudah tentu memiliki dasar yang jelas. Sebagaimana pada Pasal 71 ayat 6 UU no 10 th 2016 tentang Pilkada, bahwa Kepala Desa diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku bagi kepala desa yang membuat keputusan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon diatur sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Selain itu, pada Pasal 40 ayat 2 huruf d UU NO 6 th 2014 tentang desa, bahwa Kepala Desa diberhentikan karena melanggar larangan sebagai Kepala Desa yaitu Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Dengan begitu, menurut pandangannya bahwa keputusan Bupati tersebut, bagian dari penerapan sanksi yang harus diterapkan kepada setiap kepala desa yang dianggap melakukan pelanggaran, baik itu ringan maupun pelanggaran berat.
“Saya tidak memiliki kepentingan atau membenarkan Bupati dalam keputusannya, namun apa yang dilakukan Bupati tersebut, bagian dari penerapan sanksi,” tandasnya.
Ditambahkannya, meskipun SK tersebut telah diberikan kepada kepala desa, namun mekanisme Pemberhentian Kepala Desa sebagai mana disebutkan dalam Permendagri no 82 th 2015, tak bisa lepas dan harus mengakomodir beberapa hal sebagai berikut ;
Pertama, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) melaporkan kepada Bupati melalui Camat yang memuat materi situasi yang terjadi terhadap kepala Desa yg bersangkutan. Kedua, Bupati melakukan kajian untuk proses selanjutnya. Ketiga, Pemberhentian Sementara atau pemberhentian tetap Kepala Desa ditetapkan dengan keputusan Bupati.
“Kalaupun mereka keberatan terhadap keputusan itu, silahkan mereka mempertanyakan ke DPRD. Itu juga bagian dari hak mereka untuk mendapatkan rasa keadilan,” tandasnya. (AMLIN)