PALU, CS – Menjelang Pilkada 2024, perbedaan mencolok dalam jumlah harta kekayaan di antara calon gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) semakin menarik perhatian publik.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terbaru, Ahmad Ali, tercatat sebagai calon gubernur terkaya, sementara petahana Rusdy Mastura menjadi yang terendah dalam hal kekayaan.
Berdasarkan LHKPN yang disampaikan pada 27 Maret 2023, Ahmad HM Ali, memiliki total harta kekayaan yang sangat fantastis, mencapai Rp132,5 miliar.
Angka ini menjadikannya sebagai calon gubernur dengan harta kekayaan terbesar dibandingkan dua pesaing lainnya.
Di sisi lain, Anwar Hafid, memiliki harta kekayaan senilai Rp15,2 miliar, menempatkannya di posisi kedua dalam daftar kekayaan calon gubernur Sulteng, berdasarkan LHKPN ini dilaporkan pada 9 April 2023 untuk periodik 2023.
Sementara itu, Rusdy Mastura, calon petahana, tercatat memiliki kekayaan hanya Rp7,09 miliar, menurut LHKPN yang dilaporkan pada 22 Februari 2023 untuk periodik 2022.
Perbedaan Kekayaan Calon Gubernur Sulteng 2024:
- Ahmad Ali – Harta kekayaan Rp132,5 miliar.
- Anwar Hafid – Harta kekayaan Rp15,2 miliar.
- Rusdy Mastura – Harta kekayaan Rp7,09 miliar.
Perbedaan yang sangat signifikan dalam jumlah kekayaan ini menimbulkan beragam tanggapan dari masyarakat. Sebagian pihak menilai bahwa kekayaan seorang calon bukanlah faktor utama dalam menilai kapasitas seorang pemimpin, melainkan lebih kepada visi, integritas, dan kemampuan dalam merancang program kerja untuk kemajuan daerah.
Namun, tak sedikit juga yang berpendapat bahwa kekayaan yang cukup dapat mencerminkan kemampuan dalam mengelola sumber daya, serta memberi dukungan yang lebih kuat dalam pencapaian tujuan politik.
Pilkada Sulteng 2024 diprediksi akan menjadi ajang kompetisi sengit antara tiga pasangan calon gubernur. Masyarakat Sulteng akan dihadapkan pada pilihan tiga pasangan calon gubernur, yakni :
- Ahmad Ali – Abdul Karim Aljufri.
- Anwar Hafid – Reny A. Lamadjido
- Rusdy Mastura-Sulaiman Agusto.
Pilkada kali ini bukan hanya menjadi kontestasi politik untuk memilih pemimpin, tetapi juga sebuah ujian bagi calon pemimpin dalam mengelola sumber daya dan meraih simpati rakyat.
Seiring dengan perbedaan kekayaan yang mencolok, masyarakat akan menilai apakah kekayaan tersebut akan menjadi faktor penentu dalam memenangkan Pilkada, ataukah justru program kerja dan integritas calon yang lebih menentukan hati rakyat.
Akankah kekayaan menjadi penentu kemenangan, atau justru kualitas program kerja yang akan memenangkan hati rakyat? Hanya waktu yang akan menjawab. **
