Dewan Pers Beri Tips Kenali Wartawan Profesional dan Abal-Abal

Ilustrasi Wartawan (Foto: Pixabay.com)

Di tengah berkembangnya era digital dan maraknya penyebaran informasi, banyak masyarakat yang masih kesulitan membedakan antara wartawan profesional dan wartawan abal-abal. Hal ini terutama dirasakan oleh mereka yang memiliki kedudukan jabatan seperti kepala desa, kepala sekolah, hingga pejabat publik lainnya.

Sebagian merasa khawatir atau bahkan trauma dengan interaksi dengan wartawan, terutama akibat pengalaman buruk seperti pemerasan oleh oknum yang mengaku wartawan.

Iskandar Zulkarnain, ahli pers dari Dewan Pers dan Anggota Dewan Redaksi Media Group (termasuk Media Indonesia, MetroTV, Lampung Post, Medcom.id), berbagi tips penting untuk mengenali wartawan yang bekerja secara profesional dan wartawan yang tidak memiliki kode etik jurnalistik.

Dalam sebuah kegiatan Sumut Inspiring Teacher 2024, Iskandar menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, wartawan profesional bekerja untuk media yang berbadan hukum dan mengikuti ketentuan yang berlaku.

“Wartawan itu memiliki kompetensi, mulai dari muda, madya, hingga utama. Jadi, jika wartawan datang untuk wawancara, kita berhak mengetahui identitas mereka, termasuk nama media dan apakah wartawan tersebut sudah lulus uji kompetensi atau belum,” jelas Iskandar yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan PWI Lampung.

Tips Membedakan Wartawan Profesional dan Abal-Abal

Iskandar menambahkan beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membedakan wartawan profesional dengan wartawan abal-abal, di antaranya:

Ciri-ciri Wartawan Profesional:

  1. Identitas yang Jelas
    • Wartawan resmi biasanya memiliki kartu pers yang dikeluarkan oleh media tempat mereka bekerja, lengkap dengan nama, foto, nomor kartu, serta nama media.
  1. Bekerja untuk Media Terkenal
    • Wartawan profesional umumnya bekerja untuk media yang sudah dikenal luas dan memiliki reputasi baik, seperti koran, majalah, stasiun TV, radio, atau portal berita online terkemuka.
  1. Lisensi atau Akreditasi
    • Wartawan profesional terdaftar di organisasi pers atau memiliki akreditasi dari lembaga terkait, seperti Dewan Pers Indonesia.
  1. Perilaku Profesional
    • Mereka menjalankan tugas dengan etika jurnalistik yang ketat, sopan, dan profesional, serta memiliki pengetahuan yang mendalam tentang topik yang mereka liput.
  1. Kode Etik Jurnalistik
    • Wartawan profesional mengikuti kode etik jurnalistik yang mengutamakan independensi, akurasi, berimbang, dan tidak melakukan penyebaran berita palsu atau fitnah.

Ciri-ciri Wartawan Abal-abal:

  1. Identitas yang Meragukan
    • Wartawan abal-abal sering kali tidak memiliki kartu pers atau menggunakan kartu pers palsu dengan identitas yang tidak resmi.
  1. Tidak Jelas Asal Media
    • Mereka sering mengklaim bekerja untuk media yang tidak dikenal atau bahkan fiktif, dan sulit untuk menghubungi media tersebut karena alamat atau kontak yang tidak jelas.
  1. Tidak Memiliki Akreditasi atau Terdaftar di Organisasi Pers
    • Wartawan abal-abal biasanya tidak terdaftar di Dewan Pers atau lembaga akreditasi lainnya, serta tidak dapat menunjukkan bukti sah dari media tempat mereka bekerja.
  1. Perilaku Tidak Profesional
    • Wartawan abal-abal cenderung berperilaku tidak sopan, memaksa, atau mengancam untuk mendapatkan informasi dengan cara yang tidak etis.
  1. Pengetahuan yang Dangkal dan Tidak Memadai
    • Mereka seringkali tidak melakukan riset yang cukup atau tidak memiliki pemahaman mendalam tentang topik yang mereka liput.

Tips Menghadapi Wartawan Abal-Abal
Iskandar juga memberikan beberapa tips untuk menghadapi wartawan abal-abal yang bertujuan memeras atau menciptakan masalah:

  • Minta dan Periksa Kartu Pers: Jangan ragu untuk meminta kartu pers atau identitas resmi wartawan.
  • Verifikasi Media: Pastikan untuk memeriksa keaslian media tempat wartawan tersebut bekerja, bisa melalui website resmi Dewan Pers atau kontak langsung dengan media tersebut.
  • Tolak Informasi jika Meragukan: Jika merasa ragu atau tidak nyaman, lebih baik menolak untuk memberikan informasi atau wawancara.
  • Laporkan Oknum Wartawan: Jika Anda merasa diperas atau merasa ada pelanggaran, laporkan wartawan tersebut ke Dewan Pers atau pihak berwenang.

Dengan cara ini, masyarakat dapat melindungi diri dari oknum wartawan yang hanya mencari keuntungan pribadi tanpa mengedepankan etika jurnalistik. Penting juga untuk memahami bahwa pers adalah lembaga sosial yang memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan informasi yang benar dan berkualitas kepada masyarakat.

Kode Etik Jurnalistik

Iskandar mengingatkan pentingnya kode etik dalam menjalankan profesi jurnalistik. Wartawan Indonesia diharapkan untuk mematuhi 11 Pasal dalam Kode Etik Jurnalistik, yang meliputi prinsip independensi, berimbang, menghindari berita bohong, menjaga kerahasiaan sumber informasi, serta memberikan hak jawab dan koreksi yang sesuai.

Secara keseluruhan, mengenali perbedaan antara wartawan profesional dan wartawan abal-abal sangat penting untuk menjaga integritas informasi yang diterima masyarakat. Dengan memahami ciri-ciri dan cara-cara verifikasi, kita bisa melindungi diri dari praktik jurnalisme yang tidak sesuai dengan standar etika.

Pos terkait