MOROWALI, CS – Dukungan Pemerintah Desa (Pemdes) Laroue terhadap operasional PT. Denmar Jaya Mandiri (DJM) terus menuai sorotan.
Pernyataan Kepala Desa Laroue, Samirudin, yang menyebutkan bahwa 80% masyarakat mendukung masuknya PT. DJM dianggap sebagai pembohongan publik oleh sejumlah tokoh masyarakat setempat.
Abdul Samad, tokoh penolakan tambang di Desa Laroue, menyatakan bahwa Samirudin telah “menjual” nama masyarakat dengan menandatangani surat dukungan pada 11 Desember 2023 tanpa musyawarah terlebih dahulu. Surat tersebut, yang menggunakan kop resmi PT. DJM dan cap desa, menurut Abdul Samad, tidak mencerminkan aspirasi masyarakat.
“Kalau benar ada 80% warga mendukung, saya tantang Samirudin untuk menunjukkan datanya. Jika terbukti, saya siap mundur dari gerakan penolakan ini,” ujar Abdul Samad tegas, menanggapi pernyataan Kades Samirudin, Minggu 22 Desember 2024.
Ketua Karang Taruna Desa Laroue, Nursan, juga mengungkapkan kekecewaannya. Ia menyebut klaim dukungan masyarakat sebagai upaya memuluskan rencana perusahaan, meski fakta di lapangan menunjukkan penolakan dari 438 warga wajib pilih di desa tersebut.
“Pernyataan itu tidak masuk akal dan hanya propaganda. Karang Taruna dan masyarakat sudah hampir setahun menolak tambang ini,” katanya.
Sementara itu, Naris, seorang tokoh pendidikan di Desa Laroue, menyoroti lokasi rencana pembangunan jeti dan jalan hauling perusahaan yang dinilai tidak sesuai karena berada di tengah pemukiman.
Ia menyarankan agar perusahaan mempertimbangkan alternatif lokasi untuk menghindari konflik lebih lanjut.
“Kalau memang mau berdamai, solusi terbaik adalah memindahkan lokasi jeti dan jalan hauling dari area pemukiman. Jangan memaksakan kehendak,” ucap Naris.
Ketua Forum Masyarakat Laroue Bersatu, Darson, juga menyatakan keberatan keras atas rencana pembangunan jeti di wilayahnya.
Ia menilai investasi semacam ini harus dilakukan dengan cara yang transparan dan tidak merugikan masyarakat.
“Apa yang dilakukan kepala desa sudah melampaui batas, bahkan ada dugaan penjualan lahan desa untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.
Hingga saat ini, konflik antara masyarakat yang menolak tambang dan pihak yang mendukung terus memanas.
Beberapa pihak menyerukan musyawarah dan transparansi sebagai langkah untuk mencari solusi bersama, namun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa mulai terkikis.
Masalah ini menjadi pengingat pentingnya pendekatan yang inklusif dan partisipatif dalam rencana investasi, terutama di daerah yang bergantung pada lahan dan lingkungan untuk mata pencaharian mereka. **