PALU, CS – Kepala Teknik Tambang PT Citra Palu Minerals (CPM), Yan Adriansyah, menegaskan bahwa informasi mengenai pemutusan hubungan kerja sama antara CPM dan PT Adijaya Karya Makmur (AKM) yang disuarakan oleh Forum Masyarakat Lingkar Tambang dalam unjuk rasa, Kamis (6/2/2025) tidaklah benar.

Yan menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi adalah bentuk penyesuaian terhadap regulasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara.

Ia memastikan bahwa kontrak antara CPM dan AKM tetap berjalan dan perubahan tersebut bukan merupakan keputusan sepihak, melainkan hasil bimbingan serta pengawasan dari Inspektur Tambang pemerintah pusat.

“Salah satu poin penting dalam regulasi ini adalah kewajiban pemegang Kontrak Karya (KK) atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk mengelola langsung proses pengolahan mineral, termasuk aktivitas heap leaching (perendaman bijih). Dalam hal ini, CPM sebagai pemegang KK harus memastikan bahwa seluruh aktivitas pengolahan bijih diawasi langsung oleh perusahaan,” jelas Yan.

Ia menambahkan, meskipun ada penyesuaian pada operasional pengolahan heap leaching, AKM tetap menjadi kontraktor sah bagi CPM dalam aspek pertambangan. Namun, pengelolaan heap leaching diharuskan untuk dilakukan langsung oleh CPM sebagai pemegang izin.

Selain itu, Yan menegaskan bahwa CPM tidak akan mengabaikan nasib pekerja yang sebelumnya terlibat dalam proses heap leaching di bawah AKM. Beberapa solusi tengah disiapkan untuk memastikan kelangsungan pekerjaan mereka, di antaranya pemindahan sebagian karyawan ke CPM, beberapa tetap bekerja sebagai mitra kerja, dan sebagian lainnya akan tetap bekerja di AKM dengan tugas yang sesuai regulasi.

“Kami berkomitmen untuk mencari solusi terbaik agar pekerja tetap memiliki pekerjaan. Proses ini sedang dalam pembahasan teknis lebih lanjut,” ungkapnya.

Yan juga menambahkan bahwa pemerintah saat ini fokus pada hilirisasi tambang dan pengawasan ketat terhadap produksi mineral. Semua tahapan operasional harus sesuai dengan sistem yang diawasi langsung oleh pemerintah, seperti Minerba Online Monitoring System (MODI).

Regulasi yang ada juga melarang perusahaan jasa pertambangan seperti AKM untuk mengelola proses pengolahan bijih hingga menjadi produk setengah jadi (dore), yang harus dikendalikan langsung oleh pemegang KK atau IUP.

Mengenai tuntutan Forum Rakyat Lingkar Tambang, yang menggelar unjuk rasa di depan Kantor CPM, Yan menegaskan bahwa tidak ada pemutusan kontrak dengan AKM, melainkan hanya penyesuaian operasional agar sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Ia berharap semua pihak memahami bahwa langkah ini diambil bukan untuk menyingkirkan AKM atau pekerja, tetapi demi memastikan operasional tambang berjalan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Dengan penjelasan ini, CPM berharap semua pihak dapat lebih memahami posisi dan kebijakan perusahaan yang disesuaikan dengan peraturan yang berlaku, serta bekerja sama untuk menjaga stabilitas operasional di lokasi tambang.

Suasana demo Forum Masyarakat Lingkar Tambang di depan Kantor CPM, Kamis (6/2/2025) (Foto: channelsulawesi.id)

Sebelumnya, Forum Rakyat Lingkar Tambang menyampaikan enam poin tuntutan dalam unjuk rasa mereka, di antaranya mendesak pihak CPM untuk segera mencabut surat pemutusan hubungan kerja dengan AKM, kembali ke format awal kerjasama dengan AKM, menolak pihak CPM mengambil alih lokasi perendaman material, dan mempertahankan lokasi perendaman milik AKM.

Mereka juga menegaskan akan mengambil alih lokasi perendaman dan pengambilan material tambang jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.

Meski begitu, unjuk rasa berjalan tertib sejak awal hingga membubarkan diri.

Editor : Yamin