MOROWALI, CS – PT Vale Indonesia Tbk diduga telah menyerobot tanah ulayat masyarakat adat Toraja rumpun Pong Salamba yang terletak di wilayah Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
Menurut Harniati Irwan, salah seorang anggota masyarakat Toraja rumpun Pong Salamba, tanah yang dikuasai oleh nenek moyang mereka sejak tahun 1900 kini terancam hilang akibat aktivitas tambang nikel.
“Lahan ini dikuasai nenek moyang kami Pong Salamba sejak tahun 1900. Lokasi ini dulunya dikenal dengan nama Langtua,” ujar Harniati.
Cerita tersebut disampaikan oleh Harniati saat ditemui di sebuah pondok di tengah hutan Desa Ululere, Morowali, awal Februari 2025.
Pondok tersebut digunakan oleh Harniati dan masyarakat lainnya sebagai pos jaga sejak PT Vale mulai merambah wilayah mereka. Pos tersebut terletak sekitar satu jam perjalanan dari perkampungan, tanpa akses listrik dan sinyal.
Hampir sebulan, Harniati bersama warga lainnya bermalam di pos tersebut untuk menjaga tanah warisan mereka dari aktivitas tambang.
Harniati menceritakan sejarah panjang pemukiman di Langtua yang dibangun oleh Pong Salamba bersama istri dan anak-anaknya pada abad ke-19. Bersama sekitar 40 buruh dan keluarga, Pong Salamba mengembangkan lahan tersebut menjadi pemukiman dan pusat perkebunan damar yang menjadi komoditas utama pada masa itu.
Pong Salamba juga dikenal sebagai tokoh yang menggagas perkebunan damar yang mendukung perekonomian lokal di masa sebelum Indonesia merdeka.
“Usaha dan lahan inilah yang kami pertahankan. Tanah ulayat masyarakat adat Toraja rumpun Pong Salamba,” tegas Harniati.
Rumpun Pong Salamba mengklaim kepemilikan atas lahan seluas 8.636 hektare berdasarkan surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Desa Mahalona tahun 1998. Surat tersebut mengonfirmasi sejarah terciptanya pemukiman dan usaha perkebunan damar yang dilakukan oleh Pong Salamba di Langtua.
Secara administratif, lahan tersebut terletak di dua wilayah batas antara Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.
Harniati menyatakan bahwa di Sulteng saja, terdapat sekitar 4.000 hektare lahan yang dikelola oleh masyarakat adat Toraja rumpun Pong Salamba, dengan tanaman damar yang menjadi bukti atas penguasaan mereka. Bahkan, makam Pong Salamba juga berada di sana.
Namun, kehidupan masyarakat adat Toraja rumpun Pong Salamba kini terancam. Lahan yang mereka kelola telah masuk dalam area konsesi tambang PT Vale Indonesia.
Saat ini, PT Vale memiliki konsesi seluas 22.699 hektare di Sulteng dan 70.566 hektare di Sulsel di bawah naungan Kontrak Karya (KK). Warga setempat tidak pernah diberi penjelasan mengenai bagaimana izin tersebut diterbitkan, padahal lahan tersebut adalah hak ulayat komunitas Pong Salamba.
Harniati menambahkan bahwa PT Vale kini melarang masyarakat adat membuka lahan warisan mereka untuk bercocok tanam. Meskipun demikian, masyarakat adat menolak tanah mereka dicaplok oleh perusahaan tambang, meskipun mereka sadar kemungkinan mereka akan terusir.
“Kami tidak melihat niat baik pemerintah maupun perusahaan untuk menyelesaikan persoalan ini. Tanah kami tiba-tiba saja diserobot tanpa sepengetahuan ahli waris Pong Salamba,” ujar Harniati dengan rasa kecewa.
Terkait dengan senggketa lahan tersebut, media ini telah menghubungi Humas PT Vale, Suwarny, melalui pesan WhatsApp untuk meminta konfirmasi.
“Kami cek ya,” jawabnya singkat.
Namun, hingga 1X24 jam menunggu, belum ada keterangan lebih lanjut dari Suwarny.
Editor : Yamin