JAKARTA, CS – Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Anwar Hafid, secara terbuka menyampaikan keresahan masyarakatnya terkait ketimpangan Dana Bagi Hasil (DBH) pertambangan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI di Gedung Parlemen, Selasa (29/4/2025).
Dalam forum yang dihadiri Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk dan dipimpin Ketua Komisi II Rifqinizamy Karsayuda, Anwar mengungkap ketidakadilan distribusi hasil kekayaan alam yang dialami provinsinya.
Menurut Anwar, meskipun Sulteng merupakan salah satu penyumbang terbesar penerimaan negara dari sektor pertambangan dan industri smelter yang disebut Presiden mencapai Rp570 triliun, DBH yang diterima daerahnya hanya sekitar Rp200 miliar per tahun.
“Negeri kami hancur-hancuran, Pak. Tambang di mana-mana, tapi yang kami dapat tidak sebanding,” ujar Anwar.
Ia juga menyoroti kelemahan sistem perpajakan yang hanya mengenakan pajak di “mulut tambang”, bukan di “mulut industri” sebagaimana berlaku di wilayah dengan izin usaha pertambangan pemurnian.
Menurutnya, apabila sistem perpajakan diperbaiki, potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sulteng akan meningkat signifikan dan dapat bersaing dengan provinsi lain seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Anwar turut menyinggung kebijakan tax holiday dan tax allowance yang diberikan hingga 25 tahun kepada perusahaan smelter, sementara cadangan nikel di Morowali diperkirakan hanya tersisa 10 tahun. Ia khawatir, setelah eksploitasi selesai, daerahnya akan ditinggalkan dalam kondisi rusak tanpa hasil berarti.
“Saya pernah paksa mereka buka kantor perwakilan di daerah, tapi sekarang mereka tak lagi peduli. NPWP mereka semua di Jakarta. Kita yang merasakan kerusakan, mereka yang menikmati hasilnya,” tegas Anwar.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menjelaskan bahwa RDP ini bertujuan menguatkan fungsi pengawasan DPR terhadap dana transfer pusat ke daerah.
Rifqi menyebut bahwa DPR selama ini belum maksimal melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana setelah ditransfer ke APBD provinsi maupun kabupaten/kota.
“Kita ingin mendalami efektivitas penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Insentif Daerah (DID),” kata Rifqi.
Ia juga menyinggung keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang di banyak wilayah justru membebani APBD.
Komisi II, lanjut Rifqi, mendorong regulasi pembinaan dan pengawasan BUMD, termasuk opsi pembubaran bagi BUMD yang tidak sehat.
Editor : Yamin