Pertambangan Emas Ilegal di Kota Palu Ancaman Lingkungan, Aparat Penegak Hukum Bungkam

Aktivitas tambang ilegal (Foto : Istimewa)

PALU, CS – Pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Sulawesi Tengah (Sulteng) semakin menjadi perhatian publik karena dampaknya yang kompleks. Aktivitas ilegal ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mengancam keselamatan jiwa, merusak lingkungan, dan membahayakan kesehatan masyarakat di sekitar tambang.

Penelitian oleh tiga mahasiswa Universitas Tadulako (Untad) Palu pada Agustus 2023 menunjukkan adanya paparan merkuri di tanah Poboya, Kecamatan Palu Timur. Mereka menemukan kadar merkuri dalam tanah yang berkisar antara 0,0068 hingga 0,0305 ppm, jauh di atas ambang batas aman.

Bacaan Lainnya
Baca Juga :  Kontingen Popda Palu Tahun Ini Berkekuatan 155 Atlet

Aktivitas PETI yang dilakukan di luar konsesi resmi perusahaan PT Citra Palu Minerals (CPM) diduga melibatkan ratusan penambang liar. Polresta Palu mencatat ratusan warga terlibat dalam aktivitas berbahaya ini, sementara pengawasan yang ketat tampaknya hanya dilakukan di area konsesi resmi.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palu mengakui bahwa penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida lazim digunakan dalam proses pemisahan emas. Namun, pengawasan terhadap prosedur penggunaan zat-zat ini sering kali tidak ketat, sehingga menciptakan risiko pencemaran air dan tanah.

Walhi Sulteng menyatakan kekhawatirannya tentang pencemaran air yang disebabkan oleh aktivitas PETI.

Menurut Wandi, Staf Advokasi Walhi, air di sekitar tambang Poboya kini sulit diakses oleh masyarakat karena tercemar dan berwarna keruh. Selain itu, paparan bahan kimia berbahaya di area tambang menyebabkan gatal-gatal pada kulit warga setempat.

Baca Juga :  KMPBA Minta DPRD dan Gubernur Sulteng Tinjau Kembali Dana Hibah Rp14 Miliar

Pakar ekologi, Dr. Abdul Rosyid, menambahkan bahwa pencemaran tersebut juga dapat berdampak hingga ke laut, merusak ekosistem laut, dan mengurangi hasil tangkapan ikan, yang pada akhirnya memengaruhi kehidupan nelayan lokal.

Meski berbagai pihak telah menyoroti persoalan ini, tanggapan dari Aparat Penegak Hukum (APH) masih terkesan lamban.

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng mengungkapkan bahwa aktivitas PETI di Poboya telah berlangsung sejak tahun 2008. JATAM juga menuding adanya penggunaan bahan kimia berbahaya seperti sianida yang semakin marak sejak 2017.

Dalam investigasi terbaru, JATAM menemukan beberapa titik perendaman emas ilegal di area konsesi PT CPM. Penjagaan yang ketat di lokasi tersebut menyulitkan pengawasan oleh pihak luar.

Baca Juga :  Sidang Perkara Pencemaran Nama Baik PT CPM Digelar di Lokasi Tambang

Upaya wartawan untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari Polresta Palu dan Polda Sulteng terkait penggunaan bahan kimia berbahaya di PETI tak mendapatkan hasil. Beberapa pejabat teras kepolisian saling tunjuk saat dimintai keterangan, dan penyidik Ditreskrimsus Polda Sulteng juga enggan memberikan komentar.

Sejauh ini, pihak kepolisian hanya mengklaim masih melakukan sosialisasi larangan aktivitas PETI, tetapi belum ada tindakan konkret terhadap penggunaan bahan kimia berbahaya.

Situasi ini semakin memperjelas bahwa permasalahan PETI di Sulteng tidak hanya masalah lingkungan dan kesehatan, tetapi juga soal penegakan hukum yang belum berjalan maksimal.

Masyarakat berharap agar aparat lebih tegas dalam menindak pelanggaran, serta melindungi lingkungan dan warga dari dampak buruk aktivitas pertambangan ilegal ini. **

Pos terkait