PALU,CS – PT Sinar Putra Waluyo dan PT Sinar Putra Murni angkat suara menanggapi pernyataan terkait adanya rencana pembagian lahan eks Hak Guna Bangunan (HGB) di Kelurahan Tondo Kecamatan Mantikulore Palu yang sebelumnya dikemukakan Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) setempat.
Melalui kuasa hukum perusahaan, masing-masing Syahlan Lamporo dan Salmin Hedar, pihak pemegang HGB mengaku perlu mengedukasi masyarakat terkait tanah HGB milik perseroan
Syahlan menilai keterangan Ketua LPM Tondo Ismail terkait pembagian lahan eks HGB dua perusahaan itu diluar dari substansi permasalahan yang sebenarnya.Ini bisa berpotensi disalahgunakan akibat pemahaman hukum masyarakat tentang tanah HGB milik perseroan.
Menurut Syahlan pihaknya memang pernah mengikuti rapat bersama wali kota beberapa waktu lalu. Rapat dipimpin langsung Wali Kota Palu Hadianto Rasyid, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palu, Bagian Hukum Pemkot Palu, Lurah Tondo.
Namun kata dia dalam rapat tersebut, wali kota sama sekali tidak membahas tentang pembagian lahan sebagaimana dimaksud Ketua LPM Tondo.
“Menyangkut masalah lahan yang disiapkan kepada masyarakat, hal tersebut bukan merupakan untuk bagi-bagi tanah seperti apa yang dimaksud ketua LPM,”katanya.
Yang dimaksud wali kota saat pertemuan itu sebatas untuk mengakomodir warga yang mengklaim telah memanfaatkan sebagian lahan tersebut. Namun mekanismenya harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku agar terpenuhi aspek hukumnya.
“Kami sebagai pemegang hak atas tanah tersebut mempertanyakan hal bagi-bagi tanah tersebut. Jika bagi-bagi tanah tersebut dilakukan, siapa yang akan membagi dan bagaimana kedudukan hukum Wali kota untuk bisa membagi tanah yang ada pemegang hak untuk diberikan kepada masyarakat yang sama sekali tidak memiliki bukti hak dan bukti penguasaan lahan tersebut,”katanya.
Dia mengatakan, wali kota sebenarnya tidak memiliki kewenangan membagi- bagikan tanah. Wewenang ini ada pada instansi Kementerian ATR melalui redistribusi tanah terhadap tanah yang dinyatakan tanah sebagai obyek Landreform. Wewenang wali kota atau bupati hanya dibatasi pada 9 hal untuk bidang pertanahan antara lain penetapan lokasi/ijin lokasi.
Dalam pertemuan bersama wali kota tersebut, sebenarnya ungkap Syahlan untuk membahas tentang pengadaan tanah dalam pembangunan Hunian Tetap (Huntap) 2 di Kelurahan Tondo.
Menyusul adanya sumbangan tanah dari PT Sinar Putra Murni dan PT Sinar Waluyo secara sukarela seluas 30 hektar yang sudah dilakukan penyerahannya kepada BPN Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng)
Dengan penyerahan sukarela tersebut, seharusnya BPN Sulteng, sesuai dengan peraturan maupun komitment yang telah diperjanjikan segera memproses perpanjangan HGB milik perseroan dan untuk permohonan perpanjangan tersebut telah dilakukan pembayaran kepada kas negara.
“Bahwa dalam pertemuan dimaksud, Wali kota sama sekali tidak menyinggung masalah pembangunan Huntap 2 melainkan hanya membahas site plan tentang pembangunan kota satelit dimana dalam site plan tersebut akan dibangun perkantoran kota Palu, jalur terbuka hijau, fasilitas olahraga dan pasar modern,”jelasnya lagi.
Sesuai dengan ketentuan, jika Pemkot Palu bermaksud membuat master plan kota satelit atau sejenisnya, maka harus melalui tahapan atau prosedur dan mekanisme pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum sesuai UUCK Nomor 11 tahun 2020 Jo. UU No 2 tahun 2012, dengan terlebih dahulu Wali kota memohon Penetapan Lokasi (Penlok).
Dalam kaitan itu, tidak bisa dilakukan dengan cara memanfaatkan penetapan lokasi relokasi korban gempa yang telah di keluarkan Gubernur Sulteng.
“Kami juga merasa heran disaat pemerintah pusat fokus pada pembangunan Huntap 2 yang sampai saat ini belum terlaksana, tiba-tiba pemerintah kota melakukan gerakan bagi-bagi tanah tanpa mengikuti aturan hukum yang berlaku bahkan terkesan sengaja untuk membuat konflik ditengah masyarakat dengan melibatkan masyarakat yang tidak memiliki kepentingan hukum atas tanah tersebut,”bebernya.
Wali kota menurutnya harus bekerja sesuai dengan undang-undang (UU) jika ingin menggunakan lahan yang ada pemegang haknya. Yakni UU nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Tanah HGB yang sudah berakhir jangka waktunya pun paparnya harus diganti rugi sebagaimana diatur pada Pasal 24 Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2021 Jo Pasal 52 ayat (2) butir a, PERMENAG/PERKABAN No 19 tahun 2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Dalam regulasi itu disebut bahwa pihak yang menguasai Tanah Negara dengan iktikad baik sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (2) huruf f berupa perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan keagamaan, atau instansi pemerintah.
Penguasaan Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan alat bukti berupa:
sertipikat hak atas tanah yang telah berakhir jangka waktu haknya sepanjang masih dipergunakan dan dimanfaatkan oleh bekas pemegang haknya.
Lalau surat izin garapan/membuka tanah, surat penunjukan/pembelian kavling tanah pengganti; atau
bukti lain yang dipersamakan dengan bukti penguasaan lainnya.
Sementara itu, terkait perpanjangan HGB, pihaknya ucap Syahlan juga mempertanyakan apa hubungan hukumnya antara perpanjangan HGB dengan Wali Kota Palu.
Karena untuk perpanjangan HGB sama sekali tidak terkait dengan kewenangan Wali Kota Palu di bidang pertanahan.
“Karena jika kita melihat undang-undang pertanahan, maupun peraturan pemerintah, tidak ada kewenangan Wali kota untuk memperpanjang atau tidak memperpanjang HGB, mengingat itu adalah domain dari Kementerian ATR/BPN,”ucapnya.
Sebaliknya, ketentuan perpanjangan jangka waktu HGB, sudah diatur dalam SOP Pertanahan dalam Perkaban Nomor 1 Tahun 2010 Tentang SPOPP. Dan secara prinsip diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 18 tahun 2021 tentang hak pengelolaan,hak atas tanah, satuan ruma susuan dan pendaftaran tanah.Dan pada Pasal 37 perpanjangan HGB mengatur hak prioritas/hak keperdataan.
“Bahwa seharusnya Wali kota lebih fokus pada pembangunan Huntap 2 sesuai harapan Wapres Ketika kunjungan kerja ke Palu beberapa hari yang lalu. Yang lahannya telah diberikan pihak perusahaan seluas 30 hektar melalui BPN Sulteng. Bukan malah mengambil lahan perseroan untuk kota satelit dengan mengabaikan aturan perundang-undangan,”imbuhnya.
Pihaknya sendiri sambung Syahlan, saat ini sedang mempelajari dan mendalami pernyataan Ketua LPM Tondo tersebut. Untuk selanjutnya melakukan langkah-langkah hukum baik perdata maupun pidana atas pernyataan tersebut.
“Kepada masyarakat kami himbau agar tidak terpengaruh melakukan tindakan- tindakan melawan hukum terhadap tanah Perseroan,”harapnya.
Dibagian lain, Syahlan juga mengakui bahwa saat ini pemerintah kelurahan bersama LPM memang tengah melakukan pendataan warga untuk kepentingan pembagian kaplingan tanah tersebut.
“Kami tanyakan juga soal formulir pendataan yang memasang kop LPM. Ini bagaimana dasar hukumnya,”pungkasnya
Sementara itu, Salmin Hedar menambahkan, bahwa pihaknya keberatan jika disebut HGB PT Sinar Putra Waluyo dan Sinar Putra Murni sebagai lahan eks HGB. Sebab menurutnya saat ini perusahaan sedang memohon perpanjangan atas HGB tersebut.
Ia mengaku, bahwa PT Sinar Waluyo dan Sinar Putra Murni hanya menyumbang tanah seluas 30 hektar untuk kepentingan pembangunan Huntap 2. Menurutnya perusahaan tidak pernah memberikan lahannya untuk kepentingan peruntukan bagi masyarakat sebagaimana dalam site plan kota satelit yang telah dibuat Pemkot Palu.
Karenanya ia menilai, site plan itupun sebenarnya belum memiliki kejelasan hukum. Terlebih, dalam site plan itu tidak dicantumkan pemanfaatan lahan untuk pembangunan Huntap 2.
“Kalau bicara untuk dibagikan kepada masyarakat, ya harus dilakukan ganti rugi kepada pemilik HGB,”jelasnya.***