Membumikan Pancasila di Era Milenial

Wahyu Hidayat, S.IP., M.H

Seiring perjalanan waktu pemahaman dan pengamalan Pancasila pada kehidupan bangsa khususnya pada generasi milenial kian meredup. Defisit penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila tampak makin nyata. Pancasila nyaris hilang dari ruang perbincangan kalangan muda. Karena itu diperlukan pembumian Pancasila sehingga nilai-nilainya mempribadi pada setiap individu dan dalam setiap denyut kehidupan generasi milenial.

Siapakah generasi milenial? Secara harfiah memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini. Namun, para pakar menggolongkannya berdasarkan tahun awal dan akhir. Yakni mereka yang lahir pada 1980 – 1990, atau pada awal 2000, dan seterusnya (Kominfo).

Bacaan Lainnya

Ada sejumlah data yang mencemaskan kita terkait sikap generasi milenial terhadap Pancasila. Survei CSIS 2017 mencatat 9,5 persen generasi milenial setuju untuk mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Survei Alvara Research Centre 2018 menemukan 16,8 persen mahasiswa memilih ideologi lain selain Pancasila. Kemudian Badan Iintelijen Negara (BIN) menemukan ada 39 persen mahasiswa Indonesia radikal. Adapun Ryamizard Ryacudu saat menjabat sebagai Menteri Pertahanan pernah menyebut 23,4 persen mahasiswa Indonesia terpapar radikalisme. Sejumlah catatan ini menguatkan sinyalemen bahwa Pancasila kian tidak menarik di mata generasi milenial, bahkan sebagian dari mereka alergi terhadap Pancasila.

Strategi Pembumian Pancasila

Membumikan sebuah ide memang bukanlah pekerjaan ringan. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Dalam konteks pembumian nilai-nilai Pancasila, upaya yang bisa ditempuh di antaranya adalah mengemas nilai-nilai Pancasila dalam sebuah konsepsi yang mudah dipahami generasi milenial. Kemudian membangun ekosistem, yakni bagaimana lingkungan bisa memberikan dukungan terhadap aktualisasi nilai-nilai, di antaranya dengan menciptakan sebanyak mungkin role model atau teladan yang bisa memberikan contoh konkrit agar Pancasila bisa membumi.

Baca Juga :  Pemerintah Provinsi Sulteng Harus Hitung Ulang Pajak Air Permukaan

Di zaman ini diperlukan strategi penanaman nilai-nilai Pancasila yang dapat diterima oleh generasi milenial. Mendekatkan Pancasila di kalangan muda harus lebih relevan dengan kehidupan keseharian mereka. Pendekatan yang tentunya harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi terkini. Tujuannya jelas yakni untuk bisa menarik atensi generasi milenial terhadap Pancasila.

Selain sebagai the living ideology (ideologi yang hidup yang terus dikembangkan), Pancasila juga merupakan the working ideology atau ideologi yang bekerja. Agar bisa bekerja, Pancasila memerlukan tiga persyaratan. Pertama, Pancasila harus diyakini rasionalitasnya atau kebenarannya oleh seluruh komponen bangsa. Kedua, Pancasila harus dipahami dan dihayati nilai-nilainya. Ketiga, Pancasila harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Tiga syarat tersebut agaknya masih jauh panggang dari api jika dihubungkan dengan sikap generasi muda terhadap Pancasila saat ini. Jangankan diamalkan ataupun dihayati nilai-nilainya, sebagian besar kalangan muda nyatanya masih belum mengenal dan meyakini betul eksistensi Pancasila.

Ini zaman digital.Generasi muda tidak bisa dihindarkan dengan teknologi. Gawai begitu dekat di hati mereka. Bahkan sudah mereka kenali, pahami, dan hayati segala ‘nilai’ yang ada di dalamnya. Tidak sebagaimana Pancasila yang bagi mereka masih menjadi semacam simbol belaka. Memandang Pancasila hanya sebatas lambang burung garuda.

Baca Juga :  Drama Kudeta di Demokrat

Oleh karena itu penanaman nilai-nilai Pancasila tidak boleh lagi dilakukan dengan metode indoktrinasi sebagaimana yang pernah berlangsung di zaman orde baru. Metode doktrin sudah tidak relevan lagi dengan sikap, pola pikir atau karakter generasi milenial saat ini yang tidak suka didikte. Fleksibilitas harus dilakukan. Perlu cara inovatif yang up to date. Salah satu kiat strategis dan efektif yang dapat ditempuh adalah dengan memanfaatkan platform media sosial maupun teknologi informasi.

Pengarusutamaan nilai-nilai Pancasila saat ini harus berbasis digital atau memanfaatkan instrumen digital. Membuat konten-konten yang edukatif, informatif, dan menghibur, disesuaikan dengan segmen generasi milenial. Generasi muda lebih menyukai model kampanye kreatif yang lebih sesuai dengan semangat zaman. Misalnya dengan membuat video, meme, atau apapun konten-konten yang memuat nilai-nilai toleransi, saling menghargai, gotong royong, nilai-nilai kejujuran, musyawarah, kemanusiaan.

Merosotnya Keteladanan

Penanaman nilai-nilai Pancasila meniscayakan adanya sebuah keteladanan. Tanpa keteladanan, internalisasi nilai-nilai Pancasila tidak akan bisa berjalan efektif sebagaimana yang diharapkan.

Salah satu yang dapat dijadikan teladan adalah para penyelenggara negara. Penguatan nilai-nilai Pancasila juga harus diprioritaskan kepada penyelenggara negara sebagai role model atau teladan. Jika pemimpin penuh noda bagaimana anak muda bisa mempercayai kebajikan Pancasila.

Sayangnya, perilaku yang ditunjukkan penyelenggara negara saat ini sungguh jauh dari kata teladan. Korupsi merajalela, praktik pencari rente dan money politics dalam kadar yang sudah sangat mengkhawatirkan. Perdebatan di ruang publik yang sama sekali tidak mencerminkan semangat menghargai perbedaan pendapat, saling memaki, mencela, menjadi tontonan yang nyaris terjadi setiap hari. Belum lagi perilaku rasis yang ditunjukkan oleh segelintir tokoh. Mereka saling mendiskreditkan.

Baca Juga :  Meneguhkan Spirit Pancasila

Para tokoh, pejabat, para pemimpin bangsa selayaknya meneladankan sikap dan perbuatan yang sejalan atau mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Di antaranya dengan menjaga integritas, menghargai perbedaan, menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, kesederhanaan, manusiawai dan santun, cinta tanah air, adil dan solider. Itulah cerminan sikap Pancasila.

Nilai-nilai Pancasila harus dipahami dan diamalkan di tengah arus globalisasi di Indonesia. Generasi milenial harus didorong untuk tetap mengamalkan nilai luhur tersebut. Ini bertujuan agar Pancasila tidak tergerus oleh berbagai faham yang bisa memecah kedaulatan bangsa.

Menumbuhkan keyakinan atas Pancasila terhadap generasi milenial yang jumlahnya hampir mencapai 70 juta jiwa tersebut tentu bukanlah tugas ringan.

Untuk melakukan habituasi nilai-nilai Pancasila perlu upaya konsisten, terencana, dan terpadu. Karena itu mutlak dibutuhkan sinergisitas dari semua simpul masyarakat atau komponen bangsa. Pancasila tidak boleh dilepaskan dari kehidupan generasi muda.

Sudah saatnya seluruh komponen bangsa yang dimotori para tokoh panutan bersama-sama menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi dan kepribadian bangsa. Jangan sampai generasi milenial terus berada pada lingkaran apatisme terhadap Pancasila. **

Penulis : Wahyu Hidayat, S.IP., M.H

Dosen Universitas Cokroaminoto Palopo

Pos terkait