DONGGALA, CS – Kontraktor, Muhlis membantah telah menerima uang dari fee pengadaan alat Tehknologi Tepat Guna (TTG) dan Website Desa.
Menurut Muhlis, catatan yang beredar soal pengambilan fee dari kontraktor adalah hal yang tidak benar.
“Artinya, apa ya, kalau orang pinjam duit itu harusnya pakai kwitansinya. Kalau memang saya ambil duit itu kwitansinya mana?,” katanya kepada media ini, di Donggala, Selasa, 30 Agustus 2022.
Muhlis mengaku telah melihat catatan penerima fee tersebut. Namun dia membantah tanda tangan dalam catatan tersebut bukan tanda tangan dirinya. Demikian pula tanda tangan istrinya, karena berbeda dengan tanda tangan di Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Dia berpendapat bahwa catatan tersebut hanya dikarang oleh kontarktor alat TTG dan Website Desa, Mardiana. Bahkan beber Muhlis, gara-gara catatan itu, istrinya yang merupakan Camat Banawa Selatan, sampai bolak balik dipanggil oleh Polda Sulteng.
“Saya sudah lihat catatan itu, saya tahu. Saya juga bisa ngarang-ngarang catatan seperti itu baru mengatasnamakan bupati. Tidak sebodoh itu juga saya. Istri saya bahkan sudah beberapa kali dipanggil di Polda Sulteng,” tegas adik Ipar Bupati Donggala itu.
Muhlis berkeinginan agar dapat dipertemukan dengan Mardiana, pihak yang telah membuat catatan tersebut untuk meluruskan hal itu agar tidak berkembang dimasyarakat.
Dia menegaskan, bahwa dirinya tidak pernah meminta uang apalagi mengatasnamakan bupati Donggala. Catatan itu lanjutnya adalah upaya adu domba antara dirinya dengan bupati Donggala.
“Terus terang hubungan saya sekarang kurang harmonis dengan bupati. tahu sendiri diakan tempramen, laporan semacam ini pasti sudah sampai ditelinganya,” timpalnya.
Sementara itu, praktisi hukum Edmon Leonardo Siahaan dimintai pandangan hukumnya mengatakan, catatan pengambilan fee proyek itu bisa menjadi bukti. Berdasarkan bukti itu sudah seharusnya nama-nama penerima diperiksa.
“Penegak hukum sudah harus memeriksa penerima aliran dana, termasuk saksi dan pemberi fee,” kata Edmon.
Dijelaskannya, dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memang tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti, namun dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat disita, yakni benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
Menurutnya, benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya, benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana, benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana, dan benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan dapat menjadi barang bukti.
“Dengan kata lain benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti. Dalam Pasal 42 Hetterziene in LandcshRegerment (HIR) menyebutkan barang bukti yang dimaksud adalah barang-barang yang menjadi sasaran tindak pidana, barang yang terjadi sebagai hasil dari tindak pidana, barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana,” tegas Edmon.
Sebelumnya, telah beredar sebuah catatan berisikan daftar pengambilan fee proyek TTG dan Website Desa. Dalam catatan itu sejumlah pejabat di Kabupaten Donggala di duga menerima fee tersebut hingga ratusan juta rupiah. (ADK)