PARIMO, CS – Sejumlah pengusaha gilingan padi di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) tidak melakukan operasi penggilingan gabah menjadi beras akibat harga di pasaran anjlok.
Setiap harinya, khusus di Kecamatan Parigi Selatan, sebanyak 10 ton gabah menumpuk di seluruh penggilingan.
Kepala UPTD Penyuluhan Parigi Selatan, Ramadhan, dihubungi Selasa (09/03) membenarkan hal itu. Kata dia, kondisi ini diperparah dengan adanya wacana pemerintah pusat yang akan melakukan impor satu juta ton beras, sehingga para petani tidak melakukan penjualan beras yang dinilai mengalami penurunan harga, karena tidak sesuai dengan kebutuhan.
“Apakah wacana pemerintah itu menjadi penyebab, kami tidak diketahui, sekarang ini harga anjlok pembeli tidak ada, atau sebaliknya akibat pandemi sehingga mempengaruhi harga beras yang ada,” jelasnya.
Ramadhan mengatakan, kondisi ini terjadi sejak awal tahun 2021, yang masuk periode tanam Oktober hingga Maret, mengakibatkan sejumlah beras petani menumpuk dan tidak di pasarkan.
Ia mengatakan, saat ini petani mengalami ketakutan untuk memproduksi besar lebih, karena tidak bisa memasarkan. Olehnya petani mengambil keputusan, baru memproduksi gabah untuk beras apabila pembeli sudah pasti.
Berdasarkan informasi petani, rata-rata perhari gabah basah yang masuk di satu gilingan mencapai 10 ton.
“Kalau dilihat gabah banyak hanya tersimpan diluar, karena tidak ada lagi tempat penampungan,” terangnya.
Ia menambahkan, saat ini pihaknya telah berkoordinasi dengan kepala Dinas Pertanian Tanaman Holtikultura dan Perkebunan setempat, atas kondisi yang dialami para petani.
“Pak kadis akan menyampaikan kepada dinas terkait dalam hal ini Disperindag Parimo, harapannya kedepan tidak lagi terjadi ada jaminan yang diberikan kepada petani, baik panen raya dan kondisi lainnya, beras petani bisa dipasarkan,” tandasnya. (MW)