PALU, CS – Salahsatu muatan dalam program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Banggakencana) yang dilaksanakan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah pencegahan gizi kurang atau stunting.
Dalam program Bangga Kencana, pencegahan stunting digelorakan melalui gerakan menghindari 4 terlalu (4T). Yakni jangan terlalu muda, jangan terlalu tua, jangan terlalu rapat dan jangan terlalu banyak.
Kepala Bidang Advokasi, Pergerakan dan Informasi (Adpin) Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Muhammad Rosni, di Palu Jum’at 18 Desember 2020 menjelaskan, stunting adalah kondisi kekurangan gizi kronis atau berkepanjangan pada anak. Stunting menyebabkan fisik anak mengalami kekerdilan. Tumbuh tidak ideal dibandingkan anak seusianya.
“Artinya tinggi dan besar anak bersangkutan tidak sama dibandingkan dengan anak seusianya. Stunting Itu juga akan berdampak pada perkembangan otak anak kedepan,” jelas Rosni.
Masalah stunting kata dia bisa dipengaruhi banyak faktor. Baik karena budaya ataupun kesalahan pola asuh. Hal itu bisa terjadi karena dampak dari pelanggaran 4 terlalu yang merupakan penyebab terjadinya anak stunting.
Rosni menjelaskan, generasi muda yang merencanakan pernikahan sebaiknya jangan terlalu mudah usia karena banyak resikonya. Usia muda dalam konteks ini adalah perempuan umur antara 16 sampai 18 tahun. Atau 20 tahun kebawah.
Dari sisi fisik, rentang usia ini menurutnya belum matang dan siap untuk melakukan kontak fisik suami istri. Akibatnya nanti, karena belum matang fisik dan mental bisa berdampak pada janin yang dikandungnya.
“Kalau masalah fisik belum siap, rahim masih posisi rawan. Pengaruhnya ketika melahirkan maka kondisi alat reproduksinya belum berkembang secara normal. Akibatnya pada saat melahirkan bisa mengalami pendarahan,” paparnya.
Sementara dari sisi mental, usia mudah belum terlalu siap memberikan pola pengasuhan optimal. Karena belum memahami benar bagaimana pola pengasuhan normal pada umumnya.
“Mentalnya belum siap sehingga pola pengasuhan yang diberikan anaknya tidak sesuai pola normal,” katanya.
Terlebih saat ini generasi muda banyak menghabiskan waktu dengan gadget sambil begadang. Kebiasaan ini bisa menyebabkan anak dalam kandungan mengalami anemia.
“Inilah salahsatu penyebab bisa terjadi kekurangan gizi sejak dari kandungan sampai nanti pada tahap dilahirkan sampai 1000 hari pertama,”urainya.
Kemudian jangan terlalu tua saat melahirkan karena bisa berdampak baik ibu maupun anak. Rentang usia terlalu tua adalah 30 tahun keatas. Alat reproduksi dalam usia ini kata Rosni juga sudah rentan.
“Agak tua lebih rawan lagi. Terlebih jika ada indikasi tekanan darah, maka pada saat melahirkan bisa menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Sangat rawan ke janin yang dikandung,” imbuhnya.
Selanjutnya jangan terlalu dekat jaraknya untuk melahirkan. Misalnya tahun ini baru saja melahirkan, lalu tahun depannya lagi kembali melahirkan.
“Bisa dibayangkan seorang anak sudah pasti tidak tercukupi asupan gizinya. Dalam budaya dan agama menganjurkan pengasuhan anak normalnya sampai dua tahun sebagai ukuran 1000 hari pertama,” sambung Rosni.
Budaya dan agama tambah dia sudah menganjurkan bahwa pengasuhan anak harus dicukupkan sampai umur 2 tahun melalui pemberian ASI yang penuh nutrisi
Pemberian ASI sangat penting karena dalam usia itu anak belum bisa memakan apapun, maka nutrisi itu harus dipenuhi melalui asi.
“Kalau setiap tahun melahirkan, maka bisa terhenti pengasuhan pemberian nutrisi lengkap dari ibu. Ini bisa berdampak kekurangan gizi dan menyebabkan stunting,” jelasnya lagi.
Berikutnya jangan terlalu banyak anak. Rosni menyebut, terlalu banyak anak sangat rentan terhadap pemenuhan gizi anak. Dari sisi kuantitas, 2 anak lebih baik dari pada 3 anak. Jumlah anak yang lebih sedikit memudahkan orang tua memenuhi asupan gizi anak.
“Intinya hindari 4 terlalu ini karena erat kaitannya dengan penyebab masalah stunting,” pungkasnya. (TIM)