Harmoni di Tepi Mandalika, Antara Gemuruh Mesin dan Joran Mancing Bapak Tua

Seorang bapak tua sedang asik memancing di tepi pantai Mandalika saat lomba MotoGP berlangsung. (Foto : Tangkapan layar)

Di kejauhan, langit biru yang membentang menyatu dengan hamparan laut, tak terputus hingga cakrawala. Sore itu, angin lembut berembus, menyapu lembut debur ombak yang berkejaran di tepian.

Di tengah ketenangan alam, sebuah gemuruh berbeda datang dari Sirkuit Mandalika, suara mesin-mesin MotoGP yang menderu melintasi lintasan berkelok.

Namun, di sela-sela kebisingan yang memacu adrenalin, ada sebuah potret sederhana yang seakan tak tersentuh oleh hingar bingar dunia modern. Di kejauhan, tampak seorang bapak tua merendamkan setengah badannya dengan tenang, joran memancingnya menjulur ke laut yang tenang.

Baca Juga :  Angelina Purnomo, Pelajar Tangguh Menembus Malam Menjajakan Kuliner di Seantero Kota
Sirkuit Internasional Mandalika. (Foto : Tangkapan Layar)

 

Ketenangan yang terpancar dari wajahnya begitu kontras dengan hiruk pikuk balapan internasional yang berlangsung di belakangnya. Seolah dunia di sekitarnya tak pernah berubah, bapak itu terus melanjutkan rutinitasnya, mencari ikan di tengah birunya laut Mandalika.

Di atas lintasan, motor-motor canggih berkecepatan tinggi melesat, berlomba menaklukkan aspal dengan kegigihan para pembalap. Sementara itu, sang bapak dengan sabar menunggu tarikan kecil dari kailnya, tanpa terburu-buru, tanpa tergesa. Kehidupan di Mandalika berlanjut seperti biasanya, bahkan di tengah gemuruh dunia yang datang untuk sejenak singgah.

Baca Juga :  Kisah Inspiratif Karamah Guru Tua Meredam "Amarah" Gelombang Tsunami di Teluk Palu

Lautan yang biru seakan menjadi saksi bisu dari pertemuan dua dunia yang berbeda. Satu penuh kecepatan dan gemuruh, sementara yang lain damai, bernafas dengan irama yang lebih lambat. Kehadiran sang bapak di tengah panorama itu seolah menjadi metafora dari kehidupan masyarakat pesisir yang selalu bersahaja, hidup berdampingan dengan alam, selaras dengan waktu yang berjalan lambat.

Tak ada kebisingan yang mampu mengganggu ketenangannya, tak ada gegap gempita yang dapat menggeser ketetapan hatinya. Di balik setiap balapan yang dipenuhi sorakan penonton, ada cerita yang lebih hening, tentang kehidupan yang berjalan di jalurnya sendiri. Dan di situlah, di antara deru mesin dan deburan ombak, tersimpan sebuah harmoni yang indah, di mana kecepatan dan ketenangan bertemu, saling melengkapi dengan cara yang tak terduga.

Baca Juga :  Kementan SK kan Bawang Parimo Komoditas Unggulan Sulteng

Mandalika, dengan keindahan alaminya, tak hanya menjadi tuan rumah bagi ajang balap internasional, tetapi juga bagi kisah-kisah sederhana yang tetap abadi. Seperti lautan yang tak pernah berhenti bergemuruh, kehidupan di sana terus mengalir, dengan ritmenya sendiri, penuh kesederhanaan namun kaya akan makna. *

Pos terkait