POSO, CS – Kasus hukum yang menjerat Jemi Mama (41), petani asal Desa Bategencu, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng), memicu perhatian publik. Jemi ditahan polisi atas tuduhan mencuri buah sawit di lahan yang diklaim sebagai miliknya sendiri.

Perkara tersebut kini bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Poso dengan agenda sidang eksepsi. Kuasa hukum terdakwa, Yusrin Ichtiawan, menilai kasus ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat kecil.

“Klien saya hanya menuntut hak bagi hasil sesuai kesepakatan. Alih-alih mendapat keadilan, dia malah dipenjara. Fakta ini akan kami buktikan di persidangan,” kata Yusrin di Poso, Kamis (11/9/2025).

Yusrin menjelaskan, kasus bermula pada 2010 ketika Jemi memperoleh lahan 15 hektare dari kakek istrinya di Desa Peleru, Kabupaten Morowali Utara, yang kemudian dikembangkan hingga 30 hektare. Pada 2014, PT Nusamas Griya Lestari (NGL) masuk dan menggusur tanaman tanpa izin. Setelah protes, perusahaan membuat kesepakatan bagi hasil 70/30 di Tahun 2016.

Namun, menurut kuasa hukum lainnya, Hidayat Hasan, pembayaran yang diterima Jemi sangat minim, hanya ratusan ribu rupiah per tahun dan dihitung sebatas 1 hektare. Sejak 2021, pembayaran bahkan terhenti, hingga 2025 baru diterima sebagian.

Merasa dirugikan, Jemi memanen sawit dari lahannya sendiri. Aksi itu justru berujung laporan polisi oleh PT NGL. Ia dituduh mencuri 4,8 ton sawit dan ditahan sejak Mei 2025, kini berstatus terdakwa.

“Sangat ironis, petani memanen hasil di tanahnya sendiri tapi dilaporkan sebagai pencuri. Perkara ini seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana,” ujar Hidayat.

Ia juga menyoroti penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan di atas lahan plasma yang statusnya belum tuntas.

Reporter: Ishaq