PARIMO, CS – Panen padi melimpah di Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), justru menjadi beban bagi petani.

Pasalnya, hasil panen yang mencapai ratusan ton gabah kini menumpuk di gudang karena tidak ada pembeli.

Petani memilih menimbun hasil panen daripada menggilingnya menjadi beras. Mereka khawatir, tanpa adanya kepastian pasar, biaya penggilingan justru akan memperbesar kerugian.

“Gabah kami terpaksa ditimbun karena tidak ada yang membeli. Kalau digiling jadi beras tanpa ada pembeli, kami justru bisa rugi,” ujar petani setempat, I Made Kriya, Selasa (15/10/2025).

Menurut Made, panen tahun ini sebenarnya sangat bagus. Namun, lesunya pasar membuat harga gabah tidak bergerak dan pembeli enggan datang. Akibatnya, sebagian besar hasil panen hanya menumpuk di gudang penyimpanan.

“Tidak ada gunanya Parimo disebut lumbung beras kalau hanya di atas kertas, sementara petaninya justru menderita,” tambah Made.

Hal senada diungkapkan Nyoman Sukir, petani lain di Torue. Ia menuturkan, biaya produksi yang tinggi sejak awal musim tanam semakin memberatkan petani di tengah kondisi pasar yang tak menentu.

“Bayangkan saja, sebelum panen kami sudah mengeluarkan banyak uang untuk pupuk, obat-obatan, dan ongkos panen. Bahkan ada yang harus berutang ke toko pertanian,” katanya.

Para petani berharap pemerintah daerah turun tangan membantu mencari solusi. Mereka menilai, predikat Parigi Moutong sebagai lumbung beras di Sulawesi Tengah tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan.

Selain persoalan pasar, para petani juga mengkhawatirkan kondisi gabah yang disimpan terlalu lama. Jika tidak segera digiling, gabah berpotensi rusak akibat serangan hama seperti ulat dan kutu.

Petani meminta pemerintah daerah berkoordinasi dengan Bulog atau pihak terkait lainnya untuk menyerap hasil panen. Langkah itu dinilai penting agar gabah tidak terbuang sia-sia dan petani bisa mendapatkan kepastian harga.

Reporter: Anum