PALU, CS – Maraknya pertambangan ilegal di Sulawesi Tengah (Sulteng) menjadi sorotan utama dalam pembukaan Konferensi Cabang (Konfercab) ke-47 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Palu.

Dalam forum yang digelar, Senin (10/03/2025) tersebut, para peserta mempertanyakan peran pemerintah dan aparat kepolisian dalam menangani masalah ini.

Mengangkat tema “Ilegal Mining di Mana-Mana, Pemerintah dan Kepolisian Ada di Mana?”, diskusi ini menjadi ajang bagi HMI untuk menegaskan sikap kritisnya terhadap berbagai persoalan ketimpangan di daerah, khususnya eksploitasi sumber daya alam.

Ketua Umum Pengurus Besar (PB) HMI, Mahfut Khanafi, saat membuka acara, menyoroti kondisi tambang di Sulteng yang semakin tidak terkendali. Menurutnya, meskipun daerah ini kaya akan sumber daya alam, kesejahteraan masyarakat justru masih jauh dari harapan.

“Kita harus bertanya, pemerintah dan kepolisian ada di mana? Mengapa tambang ilegal semakin merajalela?” ujar Mahfut dalam pidatonya.

Ia menegaskan bahwa HMI, sebagai organisasi mahasiswa Islam terbesar di Indonesia, harus tetap menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.

“Isu tambang ilegal bukan sekadar persoalan hukum, tetapi juga menyangkut kelangsungan hidup masyarakat. Jika dibiarkan, ini akan berdampak pada lingkungan, ekonomi, dan hak-hak masyarakat lokal yang semakin terpinggirkan,” lanjutnya.

Mahfut juga mengapresiasi konsistensi HMI Cabang Palu dalam mengangkat isu-isu kerakyatan. Ia berharap konferensi ini tidak hanya menjadi ajang regenerasi kepemimpinan, tetapi juga menghasilkan pemimpin yang berintegritas dan konsisten memperjuangkan keadilan.

“Konfercab ke-47 ini bukan sekadar pertemuan rutin. Ini adalah momentum bagi HMI Palu untuk terus menjadi corong suara rakyat, bukan sekadar organisasi yang vokal di tataran wacana, tetapi juga aktif dalam aksi nyata,” tegasnya.

Dalam diskusi tersebut, Dedy Irawan, salah satu pembicara, mengungkapkan beberapa aktivitas tambang ilegal yang masih marak di Sulteng. Ia menyoroti keberadaan PT Adijaya Karya Makmur (AKM), yang terlibat dalam pengolahan emas di Kelurahan Poboya, Kota Palu.

Menurutnya, meskipun PT AKM berstatus sebagai kontraktor PT Citra Palu Minerals (CPM) yang memiliki izin resmi, namun dalam praktiknya terdapat indikasi pelanggaran dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayah tersebut.

“Situasi ini menunjukkan lemahnya pengawasan dari pihak berwenang. Jika tidak segera ditindak, bukan hanya lingkungan yang rusak, tetapi juga akan menciptakan ketimpangan ekonomi dan sosial yang lebih besar,” ungkap Dedy.

Di akhir sesi, Mahfut juga menyampaikan dukungan HMI terhadap perjuangan Palestina, menegaskan bahwa perjuangan menegakkan keadilan tidak hanya berlaku di dalam negeri, tetapi juga dalam konteks global.

Konfercab ke-47 HMI Palu ini diharapkan menjadi ajang konsolidasi untuk memperkuat peran mahasiswa dalam mengawal kebijakan publik dan memperjuangkan hak-hak masyarakat yang selama ini terabaikan.

Editor : Yamin