PALU, CS – Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) resmi menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus dugaan penghinaan dan ujaran kebencian kepada Pendiri Alkhairaat, Habib Idrus bin Salim Al Jufri (Guru Tua), yang melibatkan Fuad Riyadi atau Fuad Plered, warga Yogyakarta.
Penghentian perkara tersebut menuai keberatan dari Aliansi Abna Peduli Guru Tua yang tergabung dalam Abnaul Khairaat. Pelapor kasus tersebut, Hermanto Muhammad, menyatakan pihaknya menghormati keputusan hukum, namun menegaskan tidak akan berhenti memperjuangkan keadilan melalui jalur praperadilan.
“Iya benar, kasusnya sudah SP3. Tapi kami Abnaul Khairaat yang tergabung dalam Aliansi Abna Peduli Guru Tua tidak mundur. Sebagai warga negara yang baik, kami menghormati putusan itu. Namun demi Guru Tua, kami akan menempuh jalur hukum melalui praperadilan,” ujar Hermanto, Rabu (17/12/2025).
Hermanto menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut, mulai dari proses pelaporan, penyelidikan, hasil laboratorium forensik yang disebut telah terpenuhi, hingga terbitnya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).
Ia menjelaskan, laporan terhadap Fuad Plered pertama kali diajukan oleh Aliansi Abna Peduli Guru Tua. Sementara laporan dari PB Alkhairaat, menurutnya, baru masuk dua pekan kemudian dan digabungkan atas permintaan kepolisian.
“Kami yang lebih dulu melaporkan. Tapi kemudian justru laporan PB Alkhairaat yang dijadikan dasar penghentian perkara karena ditarik. Itu yang kami pertanyakan,” katanya.
Hermanto juga mengungkapkan bahwa dalam SP2HP yang diterimanya, Aliansi Abna disebutkan dapat memberikan keterangan sebagai saksi. Namun, menurutnya, laporan PB Alkhairaat ditarik tanpa pemberitahuan kepada pihak Aliansi.
“Dalil SP3 hanya satu, yaitu keadilan restoratif. Padahal itu bukan syarat penghentian penyidikan,” ujarnya.
Keberatan juga disampaikan cucu Guru Tua, Habib Muhammad Ali Alhabsyi. Ia menilai kasus Fuad Plered merupakan delik biasa yang seharusnya tetap diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Guru Tua bukan hanya milik keluarga atau lembaga Alkhairaat, tetapi sudah menjadi milik masyarakat Sulawesi Tengah dan sekitarnya. Banyak masyarakat yang merasa tersinggung atas pernyataan itu,” kata Habib Muhammad.
Ia menyesalkan keputusan PB Alkhairaat yang menarik laporan tanpa melibatkan keluarga besar Guru Tua maupun mempertimbangkan aspirasi masyarakat luas.
“Soal memaafkan, Insya Allah kami sudah memaafkan. Namun peristiwa pidana telah terjadi dan proses hukum sudah berjalan. Ini seharusnya menjadi pembelajaran agar tidak mudah merendahkan martabat orang lain,” ujarnya.
Habib Muhammad menambahkan, sejak awal pihak keluarga menaruh harapan besar kepada PB Alkhairaat yang telah mengambil sikap hukum, bahkan menginstruksikan cabang-cabang Alkhairaat di daerah untuk ikut melapor. Namun di tengah jalan, laporan tersebut justru ditarik atas perintah pimpinan tertinggi lembaga.
Editor: Yamin


