PALU, CS –  Universitas Tadulako (Untad) mensosialisasikan Matching Fund Platform Kedaulatan Indonesia dalam Reka Cipta (Kadaireka), yang merupakan Upaya Membangun Ekosistem Rekacipta di Indonesia.

Kegiatan itu dilaksanakan di Gedung Media Center Untad, Senin 8 Februari 2021. Dihadiri, Rektor Untad, Prof. Dr. Ir. Mahfudz, MP, dan para Wakil Rektor, Dekan Fakultas, Direktur Pascasarjana, Ketua Lembaga, serta para Peneliti civitas akademika Untad.

Dikesempatan itu, melalui sambutannya, rektor menuturkan bahwa Untad memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai untuk ikut berpartisipasi dalam platform Kedaireka.

“Hari ini setelah melakukan pertemuan dengan Pak Dirjen, mulai dari launching Kedaireka oleh Pak Menteri dan pernah diminta oleh Lembaga Penelitian untuk mempresentasikan, seperti apa kesiapan Untad dan pernah mengikuti sosialisasi Pak Dirjen yang dihadiri oleh Pak Warek Bangjas, tim LPPM dan LPPMP. Dengan adanya sosialisasi yang telah dilakukan beberapa kali oleh pihak Dirjen Dikti terkait kedai reka, maka menjadi penting untuk Untad mengambil bagian dan memilih civitas-civitas terbaik yang dimiliki oleh Untad untuk meningkatkan citra Untad melalui hasil penelitian dan inovasi yang telah dihasilkan,” ucapnya.

Menurut Rektor, pihak Dirjen juga telah mengkonfirmasi bahwa akan menfasilitasi kepada semua peneliti terkait penelitiannya, untuk diperkenalkan kepada pihak perusahaan, industry atau investor yang melirik hasil penelitian para civitas Untad. Sehingga Untad bisa menorehkan karya penelitian di Dikti dan Untad secara SDM mampu untuk bersaing di bidang penelitian.

Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. Ir. Amar, ST.,MT selaku Wakil Rektor Pengembangan dan Kerjasama Untad memaparkan, terkait Kedaireka secara general serta fungsinya untuk Perguruan Tinggi (PT).

Prof Amar menjelaskan, Kedaireka merupakan sebuah platform resmi dari Kemendikbud untuk membangun kemitraan antara perguruan tinggi dan dunia usaha/industry sebelum mengajukan skema pendanaan matching fund, bersama-sama dengan total anggaran Rp250 miliar.

Dia berharap,  melalui platform tersebut terjadi hubungan diantara pelaku industry yang membutuhkan solusi dan perguruan tinggi yang menawarkan solusi, dimana pihak industry dapat memberikan penawaran masalah bisnis untuk menyelesaikan bersama-sama, dengan pihak kampus atau civitas akademika, yang bisa melibatkan pimpinan perguruan tinggi, dosen dan mahasiswa atau perguruan tinggi, yang dapat menawarkan usulan penyelesaian masalah dalam berbagai macam bentuk hasil penelitian, ide, gagasan, rencana, produk dan lain-lain untuk dapat dipergunakan oleh industri.

“Karena tanpa adanya kolaborasi yang intensif antara dunia kerja dengan dunia pendidikan tinggi, maka tidak akan tercipta hasil maksimal, karena masing-masing pihak berjalan sendiri-sendiri. Hal tersebut juga dilandaskan pada konsep Kampus Merdeka yang merupakan pola baru dalam sistem pembelajaran Pendidikan Tinggi di Indonesia,” terangnya.

Untuk itu, menurut Prof. Amar beberapa hal perlu disesuaikan dalam menghadapi perubahan zaman seperti kurikulum dan sistem teknologi informasi. Diantaranya adalah Kampus Merdeka yang merupakan wujud pembelajaran di perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel, sehingga tercipta kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.

Meski demikian, dia menambahkan, ruang tersebut diperlukan kolaborasi atau kerja sama antara sektor pendidikan dan sektor industri dalam menciptakan sebuah reka cipta, sehingga dapat meningkatkan produksi dan distribusi di sektor domestik maupun global. Peran sektor pendidikan, khususnya perguruan tinggi, adalah sebagai pusat research and development bagi industri untuk mengembangkan teknologi baru.

“Perguruan tinggi juga dapat menjadi tempat pilot project untuk reka cipta atau teknologi yang telah dibuat sebelum teknologi tersebut didistribusikan secara luas. Selain itu, perguruan tinggi dapat menyediakan SDM yang berkualitas, sehingga mampu meningkatkan performa industri di dalam negeri maupun secara global. Oleh karena itu, Ditjen Dikti Kemendikbud akan melihat kelayakan program untuk mencapai delapan Indikator Kinerja Utama (IKU) serta rekam jejak institusi atau mitra dalam program peningkatan kualitas akademik dan IKU,” jelasnya.

Dipenghujung Prof. Amar menambahkan bahwa melalui delapan IKU ini, lulusan bisa mendapat pekerjaan yang layak, mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus, dosen berkegiatan di luar kampus, praktisi mengajar di dalam kampus, hasil kerja dosen digunakan masyarakat dan dapat rekognisi internasional, program studi bekerja sama dengan mitra kelas dunia, kelas yang kolaboratif dan partisipatif, dan program studi berstandar internasional.

“Dengan adanya hubungan keterkaitan antara kampus dengan dunia industri, maka akan ada keterikatan antara riset reka cipta di perguruan tinggi dan industri dan kebutuhan masyarakat.” Tandasnya. **