Asyiknya ‘Keroyokan’

Muhammad Syaiful, S.Pd., M.E

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar cerita tentang pencuri yang dikeroyok. Mungkin pula kita menyaksikan sendiri seseorang dikeroyok, atau terdapat pihak-pihak tertentu yang memprovokasi publik untuk melakukan pengeroyokan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, keroyok diartikan sebagai menyerang beramai-ramai. Keroyokan bermakna serangan atau perkelahian beramai-ramai. Menjadi pertanyaan kemudian, mengapa  harus melakukan ‘keroyok’? Toh kalau bisa melaksanakannya sendiri, tidak perlu repot-repot mengumpulkan orang. Setelah bertanya ke sana kemari, ternyata jika melakukan ‘keroyok’ beramai-ramai, orang bisa lebih percaya diri, lebih berani, dan merasa lebih punya power dalam menghadapi lawan.

Coba bayangkan jika kita memergoki pencuri seorang diri, terkadang kita juga takut jangan sampai pencuri itu menyerang dengan senjata yang sudah ia persiapkan. Tapi, ketika posisi kita berdua dengan teman, maka keberanian menghadapi pencuri itu akan lebih besar dibanding saat sendiri. Rumus satu orang penakut ditambah satu orang penakut sama dengan  dua orang berani bisa jadi ada benarnya. Terus bagaimana kalau kita berlima, bersepuluh, berduapuluh, berseratus, dan seterusnya? Tentu power yang kita miliki akan semakin besar untuk melawan pencuri itu.

Bacaan Lainnya
Baca Juga :  Mega Project Wallace Line, Mimpi Besar Rusdy Mastura

Selain bermakna negatif, ‘keroyokan’  juga bernilai positif, bahkan asyik.  Kita lihat saja tradisi mappalette bola dari suku Bugis. Mappalette bola adalah tradisi memindahkan rumah panggung ke tempat yang baru. Untuk bisa memindahkan rumah ini, tentunya tidak bisa dilakukan sendirian, makanya perlu dilakukan oleh puluhan bahkan ratusan orang agar terasa ringan. Bisa dibayangkan betapa luar biasanya ketika ratusan orang tadi bisa berpartisipasi maksimal dalam mengangkat dan memindahkan rumah yang awalnya dipikir akan sulit dilakukan jika sendiri.

‘Keroyokan’ Untuk Saling Menguatkan

“Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh” adalah salah satu kalimat yang tidak asing lagi di telinga kita. Kalimat ini memberikan pesan tentang betapa kokohnya kita semua ketika bisa bersatu untuk saling menguatkan. Saya ingin mencontohkan bagaimana petani-petani dapat kuat dengan bersatu, manakala banyak pemberitaan tentang hasil-hasil panen harganya terbilang rendah. Cabe, tomat, serta sayur-sayuran yang mereka rawat seperti anak sendiri, ketika panen dibeli dengan harga murah. Kenapa bisa murah? Karena tengkulak paham para petani ingin hasil panen mereka bisa laku cepat. Didesak keadaan, sebagian petani yang awalnya memasang harga yang lumayan baik harus menurunkan harga komoditinya agar tengkulak mau membeli. Nah kasus seperti ini terjadi karena para petani tidak saling bersatu untuk mematok satu harga yang seragam.

Baca Juga :  Kelola Tambang, Harmonisasi dan Paus

Di sini seharusnya para petani ‘keroyokan’ membentuk sebuah badan usaha yang dimiliki dan dikelola oleh mereka sendiri. Tujuannya, memberikan kesejahteraan bagi mereka sendiri. Penulis berpendapat, membentuk sebuah koperasi adalah solusi ideal untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Koperasi akan menjadi penyedia segala kebutuhan para petani tadi, mulai dari alat-alat pertanian, pupuk, serta menampung hasil panen dan memasarkannya dengan harga yang lebih bersahabat.

Ibarat Sebuah Lidi

Seorang petani dari ilustrasi di atas ibarat sebatang lidi. Sebatang tulang daun kelapa itu sulit untuk digunakan menyingkirkan sampah di halaman rumah. Sebatang lidi akan sangat mudah pula untuk dipatahkan, bahkan oleh anak kecil sekalipun. Tapi coba kita ambil lima batang lidi, lalu patahkan secara bersamaan, pasti akan terasa lebih sulit dibanding mematahkan sebatang lidi. Bagaimana jika 20 lidi, 50 lidi, 100 lidi lalu diikat dan coba dipatahkan sekaligus, pasti kita akan kesulitan. Nah, untuk bisa menjadi kuat seperti lidi-lidi tadi,  petani harus bersatu ke dalam koperasi agar tidak mudah untuk dipermainkan dan dapat tampil dengan lebih kuat. Catatannya,  koperasi harus dikelola sesuai prinsip-prinsip yang telah ditentukan. Untuk itu perlu kiranya rakyat ‘keroyokan’ menggenjot kesejahteraannya dengan cara yang positif. Salah satunya dengan ber-koperasi. ***

Baca Juga :  Politik Sepeda dan Konsolidasi Kebaikan Umum

Penulis : Muhammad Syaiful, S.Pd., M.E.
Dosen Ekonomi Pembangunan USN Kolaka

Pos terkait