SIGI, CS – Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid dan dr. Reny A. Lamadjido, kembali menggelar kampanye terbatas di Desa Pombewe, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Selasa 5 November 2024 malam.
Kampanye ini berlangsung di Hunian Tetap (Huntap) Pombewe, sebuah lokasi yang memiliki makna mendalam bagi warga setempat, karena merupakan hasil pembangunan pascagempa, likuifaksi, dan tsunami yang melanda Sulteng September 2018 lalu.
Dalam kampanye yang berlangsung meriah ini, Sisi Labaso, Ketua Panitia Kampanye sekaligus Ketua Relawan PEMBERANI (Pemuda Bersama Anwar-Reny), menyampaikan apresiasi yang mendalam atas kedatangan pasangan BERANI (Bersama Anwar-Reny) di tengah-tengah warga Pombewe.
“Kami sudah lama menunggu dan menyambut kehadiran pasangan BERANI di sini. Anwar-Reny adalah pasangan yang berpengalaman dan memiliki rekam jejak kepemimpinan yang terbukti,” ungkap Sisi.
Sisi juga mengingatkan warga untuk tidak tergiur dengan iming-iming sembako atau barang lainnya dari paslon lain yang hanya bertujuan untuk merusak demokrasi.
“Mari kita lawan cara-cara yang merusak demokrasi. Untuk Sulteng yang lebih baik dan besar, mari kita pilih nomor 2, Anwar-Reny,” tegasnya.
Sekretaris Jenderal Alkhairaat Sulteng, Sarifa Sakina, turut menyuarakan seruan serupa.
“Kita harus sama-sama BERANI pada 27 November agar memiliki pemimpin yang berpengalaman dan berprestasi. Jangan salah memilih,” ujar Sarifa yang disambut tepuk tangan meriah dari para pendukung.
Dalam orasinya, Anwar Hafid tidak banyak bertele-tele dan langsung memaparkan 9 Program Unggulan BERANI.
“Jangan ragu, semua program BERANI sudah saya lakukan dan bisa dirasakan warga sejak saya menjabat sebagai Bupati Morowali dua periode,” tegas Anwar, menegaskan komitmennya untuk melaksanakan program-program tersebut jika terpilih menjadi Gubernur Sulawesi Tengah.
Pada sesi tanya jawab, sejumlah warga Pombewe menyampaikan berbagai keluhan, mulai dari minimnya fasilitas air bersih, akses layanan kesehatan yang terbatas, hingga masalah infrastruktur yang belum tersentuh pemerintah.
Beberapa guru mengaji dan pengelola fasilitas SARA juga mengeluhkan honor bulanan yang sangat rendah, yakni hanya Rp100 ribu per bulan, dan juga masalah pengelolaan sampah yang mengganggu kenyamanan warga juga menjadi sorotan utama dalam diskusi malam itu. **