PALU, CS – Aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah Kontrak Karya (KK) PT Citra Palu Minerals (CPM), Kelurahan Poboya, Kota Palu, makin tak terbendung.
Situasi ini menjadi sorotan publik yang mempertanyakan kehadiran negara dan tanggung jawab korporasi dalam menjaga legalitas dan ketertiban pertambangan.
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah menyebutkan bahwa maraknya metode perendaman emas dan eksploitasi liar bukan lagi sebatas soal pelanggaran hukum, tetapi mencerminkan krisis pengawasan struktural yang sistemik.
Kordinator JATAM Sulteng, Moh Taufik, menuding lemahnya respons penegakan hukum telah membuka ruang spekulasi keterlibatan oknum di balik praktik ilegal ini.
“Ketika negara diam, kepercayaan publik pada hukum ikut terkikis. Aparat kepolisian harus bersih dan tegas, bukan diam apalagi diduga bermain,” ujarnyat Taufik, di Palu, Senin (26/05/2025).
Menurut Taufik, aktivitas PETI yang menjamur di wilayah yang berada hanya sekitar 10 kilometer dari Markas Polda Sulteng ini seharusnya tidak sulit diawasi. Ia bahkan membandingkan penanganan di lokasi PETI Kayuboko, Kabupaten Parigi Moutong, yang dinilai lebih tegas dan cepat meski berada di lokasi yang relatif jauh dari pusat kepolisian.
Tak hanya mengkritik institusi penegak hukum, JATAM juga mendesak PT CPM untuk turut bertanggung jawab secara moral dan operasional. Sebagai pemegang kontrak resmi, kegagalan mereka dalam menjaga wilayah dari penambangan liar menjadi indikasi lemahnya kontrol internal dan kemungkinan adanya pembiaran.
“CPM harus menjelaskan, mengapa wilayah mereka begitu terbuka untuk aktivitas ilegal? Apakah ini karena tidak mampu, tidak peduli, atau ada keuntungan tak langsung yang dinikmati?” kata Taufik.
Menanggapi hal tersebut, GM External Affairs and Security PT CPM, Amran Amier, menyatakan pihaknya telah melaporkan aktivitas ilegal itu secara berkala ke Kementerian ESDM dan kepolisian. Namun ia mengakui, penanganan tidak bisa dilakukan sendiri tanpa keterlibatan aktif pihak lain.
“CPM terbuka untuk evaluasi. Tapi penyelesaian ini tidak bisa kami sendiri yang jalankan. Perlu kerja bersama aparat, masyarakat, dan pemerintah,” ujar Amran.
Meski begitu, publik masih bertanya-tanya soal langkah konkret CPM dalam menjaga areal tambangnya. Sebagian pihak menilai laporan ke instansi pemerintah tidak cukup jika tidak dibarengi dengan tindakan nyata di lapangan.
Sementara itu, dorongan untuk memanggil Kapolda Sulteng dan mengevaluasi menyeluruh kinerja pengawasan oleh DPRD dan Gubernur pun menguat.
“JATAM menekankan pentingnya transparansi dan kejujuran dalam menjelaskan hubungan yang mungkin saja menguntungkan antara aktivitas ilegal dan pihak-pihak yang seharusnya menjaga aturan,” tandas Taufik.
Editor : Yamin